BAB I
PENDAHULUAN
Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan
keinsafan, bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia
untuk hidup bermasyarakat. Dengan bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan
kebahagiaan dan menolak ancaman yang membahayakan diri mereka. Persatuan,
ikatan batin, saling membantu dan keseia-sekataan merupakan prasyarat dari
timbulnya persaudaraan (ukhuwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi
terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.[1]
Tujuan utama Nahdlatul Ulama adalah mempersatukan
langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan
untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian
martabat manusia.[2]
Gerakan keagamaan yang digalang dimaksudkan untuk turut
membangun dan mengembangkan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, cerdas,
terampil berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera.[3]
Sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan
bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha
memegang teguh prinsip persaudaraan (al-ukhuwah), toleransi (at-tasamuh),
kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama umat Islam maupun dengan
sesama warga negara.[4]
Dan sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi
bagian tak terpisahkan dari keseluruhan bangsa Indonesia, Nahdlatul Ulama
senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan nasional bangsa Indonesia dan akti
mengambil bagian dalam pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur yang
diridlai Allah SWT.[5]
Nahdlatul Ulama dalam hal ini mengembangkan ukhuwwah
Islamiyah yang mengemban kepentingan bangsa.[6]
Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari menekankan pentingnya ukhuwah [7]
dengan mengutip berbagai ayat A1-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan
ukhuwah dimaksud.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ukhuwah
Kata ukhuwah berasal dari bahasa Arab, adalah bentuk
abstrak dari kata akhun. Struktur katanya sama dengan kata bunuwah dari kata
ibnun yang artinya anak laki-laki. Akhun dapat berarti saudara, bentuk jamaknya
ikhwah, dapat pula diartikan kawan, bentuk jamaknya ikhwan. Kata ukhuwah
menurut bahasa bisa diartikan kesaudaraan / persaudaraan atau kekawanan / perkawanan.[8]
Dalam penggunaan sehari-hari, sering juga dipakai dua
pengertian tersebut. Dalam Al-Qur’an, hubungan antar kaum mukmin disebut ikhwah
bukan ikhwan, yang berarti bahwa orang mukmin bukan sekadar teman bagi mukmin
yang lain, namun lebih dari itu adalah saudara.[9]
Tetapi dalam ayat lain [10]
juga disebutkan sebagai ikhwan yang juga diperkuat oleh hadits.
Ukhuwah Islamiyah, dengan demikian berarti hubungan
persaudaraan atau perkawanan antar sesama umat Islam, dan dalam konteks
keindonesiaan adalah seluruh umat Islam di Indonesia, baik yang tergabung dalam
ormas Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mau pun yang lain.
Ukhuwah Islamiyah dimaksud, seperti lazimnya hubungan
persaudaraan antar anggota keluarga tertentu, sebagai suatu komunitas tentu
mengandung nilai-nilai pengikat tertentu, baik yang disepakati bersama, yang
tumbuh dari keyakinan dogmatis mau pun yang tumbuh secara naluriah atau
fitriyah. Tetapi meskipun ada pengikat yang amat kuat dan melekat sekalipun,
tidak berarti tanpa perbedaan. Sebagai umat, masing-masing mempunyai ciri,
watak, latar belakang kehidupan dan wawasan berbeda satu sama lain.
Unsur pengikat dalam upaya menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
adalah keimanan atas Allah SWT dan rasulNya, Muhammad SAW. Ikatan akidah inilah
yang paling kuat dibanding ikatan darah atau keturunan. Ia merupakan pondasi
yang kokoh untuk suatu bangunan yang disebut ukhuwah Islamiyah.
Rasa dan keyakinan satu Tuhan, satu rasul dan seiman,
mampu menumbuhkan cinta kasih yang mendalam, yang kemudian diejawantahkan dalam
sikap dan perilaku luhur, sarat dengan nilai akhlaq al-karimah dan solidaritas
sosial yang dalam. Di sini dituntut adanya kesadaran akan hak dan kewajiban antar
sesama muslim dan mukmin.
Meskipun ada perbedaan, kebhinekaan dan keberagaman
dalam berbagai aspek kehidupan, hal itu tidak berakibat munculnya khushumah
(permusuhan), 'adawah (perlawanan) maupun muhasadah (saling menghasut), karena
kuatnya pengikat tersebut. Dalam hal ukhuwah Islamiyah antara Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang cukup usia, keduanya mempunyai titik
temu dalam konteks keindonesiaan. Titik temu itu pada dasarnya adalah sama,
ingin berbuat untuk kemaslahatan umat atau masyarakat di Indonesia yang
tercinta ini.
Upaya mewujudkan kemaslahatan itu secara kongkrit
merupakan partisipasi nyata dalam pembangunan manusia seutuhnya. Keduanya ingin
mengejar kemajuan, menghilangkan keterbelakangan, mengurangi kemiskinan dan
mengikis kebodohan. Baik miskin materi, miskin ilmu, miskin moral dan miskin
iman.
Ukhuwah yang menumbuhkan sikap saling melengkapi
kekurangan dengan dasar ikhlas dan saling pengertian yang luas demi
kemaslahatan, merupakan potensi yang selalu didambakan. Tentu saja dalam hal
ini masing-masing berada pada posisinya sesuai dengan kelebihan dan potensi
yang dimiliki.
Memang diakui, bahwa realisasi ukhuwah Islamiyah tidak
semulus yang ingin dicapai. Di sini perlu telaah mendalam mengenai
faktor-faktor penghambat. Secara umum dapat dikemukakan antara lain, adanya
fanatisme buta dan rasa bangga diri yang berlebihan. Faktor sektarian ini
kadang sampai pada penilaian benar-salah yang mengakibatkan ketegangan atau
kesenjangan tertentu.
Faktor lain adalah sempitnya wawasan, ketertutupan dan
kurang atau bahkan tiadanya silaturrahim dan dialog mencari titik-titik
kemaslahatan. Lebih dari itu, faktor penghambat utama adalah tingkat akhlak
yang relatif masih rendah, sehingga sering timbul sikap tahasud, saling mencela
dan ghibah (rerasan).
Hambatan yang paling mendasar adalah lemahnya kesadaran
dan rasa kasih sayang terhadap sesama. Padahal Rasulullah sampai-sampai
menekankan dan menggantungkan iman seseorang, pada sejauh mana ia mencintai
sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Yang terjadi justru sebaliknya,
seorang mukmin kurang mensyukuri, bahkan tidak senang melihat kesuksesan mukmin
lain, terkadang malah lebih senang melihat kegagalannya. Di sini sering terjadi
sikap kompetisi yang kurang sehat, sikap ingin mendominasi segala-ganya dan
mengklaim apa saja yang berwatak positif bagi diri dan kelompoknya.
Upaya untak mengatasi hambatan-hambatan tersebut dapat
dilakukan semua pihak, untuk pada gilirannya ukhuwah itu sendiri menjadi
potensi yang sangat bermanfaat bukan saja bagi warga ke dua belah pihak, namun
bagi seluruh warga negara Indonesia.
Terciptalah kemudian sikap kebersamaan dalam keragaman. Hal ini juga merupakan
cerminan dari kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Ukhuwah
Yang Dikembangkan Oleh NU
1.
Menghilangkan atau
paling tidak memperkecil porsi sektarianisme dalam berbagai bidang yang menyangkut
aspek-aspek kehidupan
2.
Meningkatkan sikap
dan perilaku akhlak karimah serta mengembangkan sikap tasamuh, tawasuth dan
i'tidal
3.
Melembagakan silaturrahim
dan dialog untuk mencari titik maslahah untuk menghadapi tantangan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus budaya dan perubahan nilai
4.
Persaudaraan
sesama muslim (ukhuwwah islamiyah, yang tumbuh dan berkrmbang Karena persamaan
aqidah dan keimanan, baik ditingkat nasional dan internasional.
5.
Persatuan
nasional, yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran berbangsa dan
bernegara.
6.
Solidaritas
kemanusiaan, yang tumbuh dan berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang
bersifat universal.
BAB III
ANALISIS
Dalam pengertian luas, ukhuwwah memberikan
cakupan arti suatu sikap yang mencerminkan rasa persaudaraan, kerukunan,
persatuan dan solidaritas, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain
atau suatu kelompok pada kelompok lain, dalam interaksi sosial (muamalah
ijtimaiyah).
Timbulnya sikap ukhuwwah dalam kehidupan masyarakat
disebabkan adanya dua hal, yaitu:
a.
Adanya persamaan,
baik dalam masalah keyakinan/agama, wawasan, pengalaman, kepentingan, tempat
tinggal maupun cita-cita.
b.
Adanya kebutuhan
yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melalui kerjasama dan gotong royong
serta persatuan.
Ukhuwwah (persaudaraan atau persatuan ) menuntut
beberapa sikap dasar, yang akan mempengaruhi kelangsungannya dalam realita
kehodupan sosial. Sikap-sikap dasar tersebut adalah :.
1.
Saling mengenal (ta’aruf)
2.
Saling menghargai
dan menenggang (tasamuh)
3.
Saling menolong (ta'awun)
4.
Saling mendukung
(tadlomum)
5.
Saling menyayangi
(tarahum)
Ukhuwwah (Persaudaraan atau Persatuan) akan terganggu
kelestariannya, apabila terjadi sikap-sikap destruktif (muhlikat) yang
bertentangan dengan etika sosial yang baik (akhlakul karimah) seperti
:
a.
Saling menghina (as-sakhriyah)
b.
Saling mencela (al-lamzu)
c.
Berburuk sangka (suudhan)
d.
Saling
mencermarkan nama baik (ghibah)
e.
Sikap curiga yang
berlebihan (tajassus)
f.
Sikap congkak (takabbur)
BAB
IV
KESIMPULAN
Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan
keinsafan, bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia
untuk hidup bermasyarakat.Tujuan utama Nahdlatul Ulama adalah mempersatukan
langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan
untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian
martabat manusia.
Sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan
bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha
memegang teguh prinsip persaudaraan (al-ukhuwah), toleransi (at-tasamuh),
kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama umat Islam maupun dengan
sesama warga negara.
Unsur pengikat dalam upaya menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
adalah keimanan atas Allah SWT dan rasulNya, Muhammad SAW. Ikatan akidah inilah
yang paling kuat dibanding ikatan darah atau keturunan.Ia merupakan pondasi
yang kokoh untuk suatu bangunan yang disebut ukhuwah Islamiyah.
DAFTAR PUSTAKA
http/ ukhuwah
Islamiyah, com
Dr. Ali Abdul Halim
Mahmud, Merajut Benang-benang Ukhuwah Islamiah Cetakan Pertama (Solo:
Era Intermedia, 2000),
Hasil Muktamar ke-28
Nahdlatul Ulama Mengenai Masalah-Masalah Masyarakat,
Bangsa, dan Negara
assalamualaikum, minta izin copas boleh
ReplyDelete