BAB
I
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN DINAMISME
Perkataan dinamisme berasal dari
kata yang terdapat dalam bahasa Yunani, yaitu, dunamos dan diinggriskan
menjadi dynamic yang umumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan kekuatan, kekuasaan atau khasiat dan dapat juga diterjemahkan dengan
daya.
Selanjutnya dinamisme ada yang
mengartikan dengan sejenis paham dan perasaan keagamaan yang terdapat
diberbagai bagian dunia, pada berjenis-jenis bangsa dan menunjukkan banyaknya
persamaan-persamaan. demikian Honig mengartikannya. Dr, Harun Hasution tidak
mendefenisikan dinamisme secara tegas hanya menerangkan bahwa bagi manusia
premitif, yang tingkat kebudayaannya masih rendah sekali, tiap-tiap benda yang
berada di sekelilingnya bisa mempunyai kekuatan batin yang misterius.
Dalam Ensiklopedi umum dijumpai
defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan premitif pada zaman sebelum
kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga preanismisme, yang
mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai mana (percaya adanya
kekuatan yang maha yang berada dimana-mana).
T.S.G. Mulia menerangkan
dinamisme sebagai suatu kepercayaan bahwa pada berbagai benda terdapat suatu
kekuatan atau kesaktian, misalnya dalam api, batu-batu, tumbuh-tumbuhan, pada
beberapa hewan dan juga manusia.
Dinamisme sendiri dapat juga
diartikan lebih lanjut sebagai kepercayaan kepada suatu daya kekuatan atau
kekuasaan yang teramat dan tidak pribadi, yang dianggap halus maupun berjasad
yang dapat dimiliki maupun tidak dapat dimiliki oleh benda, binatang dan
manusia.
Agama dalam arti obyektif ialah
segala apa yang kita percayai, sedang agama dalam arti subyektif ialah dengan
cara bagaimana kita berdiri di hadapan Tuhan dan bagaimana kita harus
berkelakuan mentaati segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Dalam uraian tentang dinamisme
terdapat beberapa pengertian atau defenisi yang diberikan terhadap dinamisme
itu yang menghubungkannya langsung dengan agama. Ada yang mengatakan dinamisme sebagai sejenis
paham dan perasaan keagamaan, ada juga yang mengatakan sebagai kepercayaan
keagamaan dan juga sebagai salah satu macam bentuk struktur dari agama
premitif.
Semua pengertian ini
memperlihatkan suatu sikap yang sama yaitu keragu-raguan dalam menetapkan
apakah dinamisme itu termasuk agama atau bukan, dengan kata lain orang tidak
berani (tentu dengan alasan-alasan yang objektif) berkata bahwa dinamisme itu
adalah agama atau sebaliknya, dinamisme itu bukan agama.
Kembali kepada dinamisme, maka
dinamisme timbul dari perasaan takjub, takut dan merasa bahwa dirinya kecil
sebagai manusia dan bergantung kepada daya-daya kekuatan sekitarnya. Mereka
melihat sesuatu yang bersifat ilahi di dunia ini, tapi tidak dilukiskannya
dalam pikiran sebagai sesuatu yang berpribadi.
Oleh sebab itu selamanya tidak
terjadi hubungan engkau dan aku, tidak ada hubungan kepribadian antara dia
dengan benda pujaannya. Sebab itu segala pengertian khusus yang ada di dalam
agama seperti doa, kurban, puasa dan sebagainya itu dalam arti tertentu, dalam
dinamisme diubah bentuknya. Doa menjadi mantera, suatu perbuatan yang
mengandung daya kekuatan dan menimbulkan keajaiban-keajaiban, hilang sifatnya
memohonnya kepada Allah. Doa menjadi rumus yang sakti, yang di Jawa disebut
Japamantra. Kurban menjadi suatu perbuatan magis yang mengeluarkan daya
kekuatan sendiri, lepas dari ikatan ketuhanan. Begitu juga puasa diganti dengan
tarak atau bertapa untuk mendapatkan daya kekuatan yang luar biasa.
Di dalam dinamisme pemujaan dan
takut kepada daya-daya gaib yang luar biasa yang terdapat di dunia dan pada
benda-benda itu dapat dibandingkan dengan agama pagan (agama suku, agam daerah
atau agama etnis-premitif). Akan tetapi jika pemujaan itu berbalik menjadi
praktek magis, maka dia menjadi lain sama sekali, karena penyembahan berubah
menjadi menggagahi dan atau memperalat secara paksa.
Maka, sepanjang dinamisme tetap kepada kepribadiannya,
yaitu memuja dan mempercayai kekuatan gaib, tidak berbalik menjadi magis yang
memperkosa kekuatan gaib itu, dapatlah kiranya dia dimasukkan ke dalam kelompok
agama pagan, syirik dan tidak ada ampunan Allah bagi orang-orang yang menyembah
selain kepada Allah.
B. PENGARUH DINAMISME BAGI
MASYARAKAT MUSLIM
- Tentang Wayang Kulit Tentang
Pertunjukan
wayang, awalnya Sunan Giri tak setuju, tapi akhirnya beliau dan wali lainnya
menyetujui setelah Sunan Kalijogo mengusulkan wayang diubah bentuknya: tangan
lebih panjang dari kaki, hidung panjang-panjang, kepala agak menyerupai
binatang, dan lain-lain agar tak serupa persis dengan manusia. Tentang membakar
kemenyan, bukan untuk arwah orang mati, tapi untuk mengharumkan ruangan dan
karena Nabi suka wangi-wangian.
- Tentang Pembacaan Kenduri
Walisongo
sangat peka dalam beradaptasi, caranya menanamkan akidah dan syariat sangat
memperhatikan kondisi masyarakat. Misalnya, kebiasaan berkumpul dan kenduri
pada hari-hari tertentu setelah kematian keluarga tidak diharamkan, tapi diisi
pembacaan tahlil, doa, dan sedekah. Bahkan Sunan Ampel—yang dikenal sangat
hati-hati—menyebut shalat dengan “sembah yang”(asalnya: sembah dan hyang) dan menamai tempat ibadah
dengan “langgar”, mirip kata sanggar.
3. Tentang Corak Masjid atau Mushola
Bangunan
masjid dan langgar pun dibuat bercorak Jawa dengan genteng bertingkat-tingkat,
bahkan masjid Kudus dilengkapi menara dan gapura bercorak Hindu. Selain itu,
untuk mendidik calon-calon dai, Walisongo mendirikan pesantren-pesantren
yang—menurut sebagian sejarawan—mirip padepokan-padepokan orang Hindu dan Budha
untuk mendidik cantrik dan calon pemimpin agama
BAB II
ANALISIS
Sampai sejauh ini telah dibicarakan secara ringkas kepercayaan dinamisme
dan gagasan tentang Tuhan tertinggi. Dinamisme yang dibicarakan sejauh ini
adalah sebagian kecil saja dari apa yang biasanya disebut agama bangsa-bangsa
primitif dan secara keseluruhan merupakan gambaran yang bulat tentang agama
bangsa-bangsa primitif.
Pengaruh dinamisme terhadap masyarakat islam banyak sekali manfaatnya
serbab dengan cara yang di lakukan oleh para ulama yang ada di Indonesia kita
menjadi orang yang bias mengarti tentang islam yang dulunya di Negara Indonesia
tidak di kenal , yang hanya mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme.
Tetapi dengan cara-cara ulama Indonesia mempelajari islam menjadi
mudah (bias dimengerti) oleh masyarakat dan tidak mendapat tentangan dari ulama
salaf,
BAB III
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan pengaruh dinamisme yang ada di in donesia
banyak membaya keberkahan bagi seluruh umat islam Indonesia. Karena dengan dinamisme
masyarakatbisa mengetahui agama islam yang dibawa oleh para walisongo dengan
metode pengajaranya yang tradisional. Yang sekarang semakin berkembang di
kalangan para ulama’ salaf .
Metode
pengajarannya yang dilakukan oleh para
ulama
1)
Menggunakan wayang kulit yang dilakukan oleh sunan kali
jago.
2)
Tidak melarang kenduri , karena kenduri bacaanya diganti
oleh para ulama dengan bacaan tahlil,
DAFTAR PUSTAKA
.
Harian Duta Masyarakat, 28 Maret 2007; 29 Maret 2007; 30 Maret 2007.
Hariwijaya. 2003. Kisah Para Wali. Yogyakarta: Nirwana.
Hasyim Asy’ari, KH. Tanpa tahun. Risâlah
Ahlussunah wal Jamâ’ah. Pasuruan: Pustaka Sidogiri.
http/ Geogle. Com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !