BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
awalnya ilmu kalam lahir banyak persoalan yang timbul dikalangan masyarakat,
karena itulah muncul berbagai pendapat dan pemikiran, sehingga terbentuk
aliran-aliaran pemikiran para ulama. termasuk aliran teologi yang untuk
menyelesaikan masalah-masalah kalam tersebut.
Salafiyah merupakan genre keagamaan
dalam tradisi Islam klasik yang kini banyak hadir kembali di sejumlah negara
muslim dengan spirit militansi yang luar biasa. Tak kecuali di Indonesia yang
berpenduduk mayoritas muslim di era keterbukaan pada saat ini.
Kehadiran
kelompok Islam yang menisbahkan diri sebagai pengikut jejak generasi panutan
pasca Nabi yang saleh (salaf al-shalih) itu, selain militan, tak
jarang menampilkan corak keagamaan yang keras. Lebih-lebih ketika kelompok
Islam lainnya yang serumpun juga bermunculan ke permukaan dengan tampilan
keagamaan yang tak kalah keras dan militan.
Hal
ini berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, baik berupa
potensi biologis maupun psikologis dan terus berkembang untuk mencari
nilai-nilai kebaikan. Ilmu kalam dengan perkembangannya menimbulkan
permasalaan, kemudian berkembang menjadi beberapa aliran, hal ini disebabkan
karena perbedaan-perbedaan yang dimulai oleh para ulama kalam.
Disini kita tidak akan mengklaim
aliran yang mana benar, akan tetapi kita akan mengali lebih dalam tentang
pemikiran-pemikiran yang mereka jalani, Aliran-aliran tersebut masing-masing
mempunyai landasan yang dijadikan dasar mereka dalam ber-hujjah. Baik
itu Al-Qur’an maupun Hadits.
Diantara aliran-aliran tersebut adalah
aliran Salafiyah yang tokohnya Ibnu Hanbal dan Ibnu Taimiyah untuk
lebih jelasnya kita akan mengkaji pemikiran-pemikiran ini dari awal. Sejarah,
dan tokoh-tokoh serta pemikiran-pemikirannya, yang mereka yakini. dan tentunya
kita harus bisa mengambil Ibrah dari berbagai hal yang positif darinya.
B. Tujuan
- Untuk menambah wawasan bagi mahasiswa tentang masalah Salafiyah dan Perkembanganya.
- Untuk Memenuhi salah satu tugas mandiri pada Mata Kulaih Aswaja 2 .
BAB II
PEMBAHASAAN
Kata
salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman,
keutamaan dan kebaikan. Berkata Ibnul Mandzur (Lisanul Arab 9/159): “Salaf
juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang, orang-orang
yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu dan memiliki umur lebih serta
keutamaan yang lebih banyak”. Oleh karena itu, generasi pertama dari Tabi’in
dinamakan As-Salafush Shalih. Adapun secara istilah, maka dia adalah
sifat pasti yang khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain
mereka diikutsertakan karena mengikuti mereka. Al-Qalsyaany berkata dalam
Tahrirul Maqaalah min Syarhir Risalah (q 36): As-Salaf Ash-Shalih
adalah generasi pertama yang mendalam ilmunya lagi mengikuti petunjuk Rasulullah
dan menjaga sunnahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih mereka untuk
menegakkan agama-Nya dan meridhoi mereka sebagai imam-imam umat.
Adapun
nisbat Salafiyah adalah nisbat kepada Salaf dan ini adalah
penisbatan terpuji kepada manhaj yang benar dan bukanlah madzhab
baru yang dibuat-buat. Salafiyah adalah sikap atau pendirian
para ulama Islam yang mengacu kepada sikap atau pendirian yang dimiliki para
ulama generasi salaf itu. Kata salafiyah sendiri berasal dari bahasa
Arab yang berarti ‘terdahulu’, yang maksudnya ialah orang terdahulu yang hidup
semasa dengan Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in
Menurut
Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf
terkadang untuk merujuk generasi sahabat, tabi’ tabi’in, para pemuka abad
ketiga hijriah, dan para pengikutnya pada abad keempat yang terdiri
dari ataspara muhadditsin dan lainnya. Salaf berarti pula
ulama-ulama saleh yang hidup pada tiga abad islam. Sedangkan menurut
As-Syahrastani, ulama salaf adalah ulama yang tidak mengunakan ta’wil
(dalam menafsirkan ayat-ayat mutasabihat) dan tidak mempunyai tasybih (anthropomorphisme).
W. Montgomery watt menyatakan bahwa gerakan salafiyah berkembang
pertama di bagdad pada abad ke-13.
A.
AKIBAT TIMBULNYA
SALAFIYAH
Salafiyah bukan sikap yang Apatis,
Skeptis dan Pessimis, melainkan suatu kesadaran dan pengakuan akan adanya
batas-batas kemampuan daya kerja akal manusia dan lapangannya dalam bidang
metafisika, dan alam ghaib yang apabila dilampaui maka Ia akan sesat.
Aliran
salaf telah membicarakan berbagai persoalan Teologi islam, seperti
sifat-sifat Tuhan, perbuatan manusia, kemakhlukan Qur’an atau bukan, dan
sifat-sifat atau ayat-ayat yang mengesankan penyerupaan (tasybih)
Tuhan dengan manusia. Kesemuanya bisa digolongkan menjadi satu persoalan saja,
yaitu “keesaan” (ketauhidan) yang mempunyai tiga segi, yaitu “keesaan dzat” dan
“sifat”, “keesaan penciptaan” dan “keesaan ibadah” (pengabdian diri kepada
tuhan). Masing-masing dari ketiga macam keesaan tersebut kiranya perlu
dibicarakan.
Dalam
sejarah tokoh salafiyah (Ibnu Taimiyah) menjadi orang ulama besar banyak
pengatahuannya dalam fikih madzhab hambali dan juga dalam ilmu ushuluddin.
Neliau bisa mengajar dan bertabliogh di masjid-msjid bani umayyah di damsyik
dan mempunyai banyak murid.
Akan
tetapi sangat di sayangkan, bahwa beliau terpengaruh dengan paham-paham kaum
musyabihah dan mujasimah yang menyerupakan tuhan dengan makhluk dan juga banyak
mengelurkab fatw-fatwa dalam fikih yang berbeda jauh dengan fatwa-fatwa dalam
madzhab hambali sendiri dan juga dari madzhab-madzhab hanafi, maliki, dan
syafi’i.dalam buku karangan seperti dalam al-munazaharah fil aqidah
al-wasithiyah dan al-aqidah al-hamiwiyah al-kurba ia menerangkan bahwa dasar
madzhabnya ialah mengartikan ayat-ayat dan hadits-hadits nabi yang bertalian
dengan sifat tuhqn menurut srti lafadnya yang lahir yakni secara harfiyah.
Tokoh salafiyah mengatakan Tuhan memmpunyai muka, tangan,
mata, rusuk, duduk bersela, datang dan pergi dan cahaya langit dan bumi karena
hal itu semuanya tersebut dalam Al-Qur’an, kata salafiyah. [1]
Berikut ini merupakan pandangan Ibn Taimiyah tentang
sifat-sifat Allah. percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang ia
sendiri atau Rosul-Nya menyimfati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1. Sifat salbiyah, yaitu
qidam, baqa, muhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, wahdanniyah.
2. Sifat ma’nawi, yaitu qudrah,
iradah, samea, bashar, hayat, ilmu, dan kalam.
3. Sifat khabariah
(sifat-sifat yang diterangkan Al-Qur’an dan Hadis walaupun akal bertanya
tentangnya). Seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah dilangit; Allah
diatas Arasy; Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman
diakhirat kelak; wajah, tangan dan mata Allah
4. Sifat dhafiah, meng-idhafat-kan
atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk, rabb al-amin, khaliq
al-kaum. Dan falik al-habb wa al-nawa.
B. ANTISIPASI DAN
ALTERNATIF MENGATASI SALAFIYAH
Fatwa dan i’itiqad faham
salafiyah itu bertentangan dengan kaum Ahlusunah Wal Jamaah baik kaum salaf dan
kaum khalaf tidak mengartikan perkataan “istiwa” dalam ayat-ayat itu dengan
dududk bersela serupa duduknya manusia, perkataan / fatwa itu tidak benar, dan
keliru menururt faham ahlususnha wal jamaah, oleh karena itu faham salafiyah
bukan pengikut ulama-ulam salaf dan bukan juga pengikut ulama-ulama khalaf. Ini
harus di terpakan benar-benar karena di indonesis terdengar desas-desus bahwa
ibnu taimiyah itu peganuat faham salaf.
Kalau di teliti dengan cara
mendalam maka cara-cara ulama salaf dan ulama khalaf tidak berbeda, keduanya
sama-sama mentakwilkan aya-ayat musyabih, tetapi cara mentakwilkan
berlain-lain.
Menurut faham Salafiyah berziarah
kubur di makan nabi di madinah hukumnya haram dan perjalanan itu kalau
dilakuakan dengan maksiat, menurut ibnu taimiyah. Fatwa ibnu taimiyah di
tentang oleh kaum ahlusunah wal jamaah sebab sudah 14 abad umat islam melakukan
ziarah kubur di makam Nabi Muhammad SAW. Terutama sedudah menunaikan ibadah
haji.
Kaum Ahlususnah Wal Jamaah
beri’itiqad bahwa berziarah ke makam Nabi di Madinah adalah sebesar- besar
ibadah yang mengharmkan diri kita kepada Allah SWT. [2]
C. PERKEMBANGAN SALAFIYAH
Perkembangannya,
dakwah Salafi banyak mengalami pasang
surut. Namun setidaknya di Indonesia
dakwah ini telah mempengaruhi kelahiran berbagai organisasi pergerakan yang concern pada upaya tajdid, semisal Muhammadiyah
(1912) dan PERSIS (1920), sekalipun kalangan yang mengklaim paling Salafi
menganggap pemikiran keduanya sudah terpengaruh oleh pemahaman Aqlaniyah
Mu’tazilah yang (mereka anggap) sesat. Dan sebagaimana kita ketahui, kedua
organisasi ini memiliki pengaruh yang cukup luas dengan basis massa yang cukup kuat. Namun demikian, bukan
berarti selain dua organisasi tersebut tidak ada lagi organisasi yang mengusung
dakwah Salafi dalam pengertian dakwah yang mengedepankan pemurnian agama dan
mengembalikan standarisasi pemahaman umat kepada al-Qur’an dan Hadits.
ANALISIS
Salafiyah merupakan genre keagamaan
dalam tradisi Islam klasik yang kini banyak hadir kembali di sejumlah negara
muslim dengan spirit militansi yang luar biasa. Tak kecuali di Indonesia yang
berpenduduk mayoritas muslim di era keterbukaan pada saat ini
Menurut
Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf
terkadang untuk merujuk generasi sahabat, tabi’ tabi’in, para pemuka abad
ketiga hijriah, dan para pengikutnya pada abad keempat yang terdiri
dari ataspara muhadditsin dan lainnya. Salaf berarti pula ulama-ulama saleh yang hidup pada
tiga abad islam. Sedangkan menurut As-Syahrastani, ulama salaf adalah ulama yang
tidak mengunakan ta’wil (dalam menafsirkan ayat-ayat mutasabihat) dan
tidak mempunyai tasybih (anthropomorphisme).
Aliran
salaf telah membicarakan berbagai persoalan Teologi islam, seperti
sifat-sifat Tuhan, perbuatan manusia, kemakhlukan Qur’an atau bukan, dan
sifat-sifat atau ayat-ayat yang mengesankan penyerupaan (tasybih)
Tuhan dengan manusia. Kesemuanya bisa digolongkan menjadi satu persoalan saja,
yaitu “keesaan” (ketauhidan) yang mempunyai tiga segi, yaitu “keesaan dzat” dan
“sifat”, “keesaan penciptaan” dan “keesaan ibadah” (pengabdian diri kepada
tuhan). Masing-masing dari ketiga macam keesaan tersebut kiranya perlu
dibicarakan.
BAB III
KESIMPULAN
Salafiyah telah membicarakan berbagai persoalan Teologi
islam, seperti sifat-sifat Tuhan, perbuatan manusia, kemakhlukan Qur’an atau
bukan, dan sifat-sifat atau ayat-ayat yang mengesankan
penyerupaan (tasybih) Tuhan dengan manusia. Kesemuanya bisa
digolongkan menjadi satu persoalan saja, yaitu “keesaan” (ketauhidan) yang
mempunyai tiga segi, yaitu “keesaan dzat” dan “sifat”, “keesaan penciptaan” dan
“keesaan ibadah” (pengabdian diri kepada tuhan). Masing-masing dari ketiga
macam keesaan tersebut kiranya perlu dibicarakan. Tokoh salafiyah mengatakan
Tuhan memmpunyai muka, tangan, mata, rusuk, duduk bersela, datang dan pergi dan
cahaya langit dan bumi karena hal itu semuanya tersebut dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
KH. Sirajudin Abbas, I’itiqad Ahlususnah Wal Jamaah, Cet ke
32, 2006, Pustaka Tarbiyah, Jakarta
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !