BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Islam merupakan salah satu agama samawi yang
diturunkan kepada manusia yang penurunanaya melalui wahyu, sehingga wajar saja
ketika memiki keistimewaan- keistimewaan dibandingkan dengan agama yang lain,
khususnya dalam ke kekomlitan hukum yang ada dalamnya.
Hukum-hukum yang ada dalam agama islam pada
dasanya terdiri dari dua tingkatan yaitu syariah dan fiqh, beda halnya dalam
syariah tidak perlu adanya ijthad para mujtahid karena sebab dasarnya yaitu
dalil-dalil muhkam, sedangkan fiqh kita tahu banyak sekali permasalahan yang
baru dan belum jelas dan pasti tentang kedudukan hukum tersebut sehingga, para
mujtahidpun mengerahkan tenaga dan pikiranya untuk memperjelas suatu hukum
tersebut, akan tetapi dalam berijtihad para imam sangat mungkin untuk berbeda
karena dasar dan cara istinbathnya yang berbeda. Contohnya istinbathnya imam
Hambali yang akan dipaparkan berikut ini.
B.
Tujuan
Penulisan
Selain bertujuan untuk mendalami pemahaman tentang aswaja, penulisan
makalah ini juga bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
matakuliah aswaja di stai ma’arif metro lampung tahun 2011.
C.
Batasan
Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini penulis memberikan batasan masalah sebagai
berikut.
- Pola Imam Ibnu Hambal Dalam Beristimbat Hukum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pola Imam Ibnu Hambal Dalam
Beristimbat Hukum
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhamad Ibn
Hambal Ibn Asad Ibn Idris Ibn Abdullah Ibn Hasan Al-Syaibaniy. Ia lahir di
Bagdad tahun 164 H / 780 M dan wafat pada tahun 241 H / 855 M, ibunya bernama
Syarifah Maimunah Binti Abdul Hambali Ibn Sawadan Ibn Hindun Al-Syaibaniy, baik
dari ayah dan ibu sama-sama dari bani syaiban, yaitu salah satu kabilah yang
berdomisili di Semenanjung Arabia. Kebesaran Imam Hambali sebenarnya adalah
karena ia sangat menghormati dan mencintai Nabi Muhammad SAW beserta Sunnahnya,
dan karena Ia sangat mencintai nabi hingga ia senantiasa mencari ahli-ahli
hadits dimanapun di dengarnya, untuk itu ia rela pergi dengan melakukan
perjalanan yang jauh demi untuk mencari kebenaran hadits-hadits itu. Karena
itulah ia sangat banyak sekali hadits-hadits yang ia hafal di luar kepala,
berikut rawi-rawinya. Dan semua hadits yang ia dapat selalu dicari rawi dengan
sejarah dan riwayat hidupnya.
Telah kita kenal bahwasanya Ahmad bin Hambal
dikenal luas sebagai pembela hadits Nabi yang gigih. Hal ini dapat dilihat dari
cara-cara yang digunakannya dalam memutuskan hukum. Ia tidak suka menggunakan
akal, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa atau sangat perlu dan sebatas tidak
ditentukan hadits yang menjelaskannya.
Ibn Hanbal sangat berhati-hati tentang riwayat
hadits, karena hadits sebagai dasar tidak akan didapatkan faedahnya tanpa
memiliki riwayatnya. Dalam hal ini beliau berkata-kata “Barangsiapa yang tidak
mengumpulkan hadits dengan riwayatnya serta pembedaan pendapat mengenainya,
tidak boleh memberikan penilaian tentang hadits tersebut dan berfatwa
berdasarkannya”.
Imam Hambali terkenal dengan imam dalam bidang
hadits Rasulullah SAW. Imam hambali belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang
menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar
kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi
gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Hambali adalah
imam negeri hijaz , bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits. Dan apabila
dalam menerima hadist dan sudah di teliti oleh ia diketemukan baik dalam
sejarah maupun rawinya kurang kuat kebenaranya maka ia akan tidak menggunakan
hadits tersebut. Selanjutnya , fiqh Ahmad Ibn Hambal itu pada dasarnya lebih
banyak di dasarkan pada al-Hadits, dalam artian setelah al-quran. Dengan
melihat pemikiran imam Hambali seperti diatas, maka metode istinbath yang
dipakai imam Hambali adalah sebagai berikut :
1.
Al-Quran, dan
Al-Hadits
Apabila ia menemukan nash
maka ia menggunakan nash tersebut, dan ia menfatwakanya, ia mendahulukan nash
atas fatwa sahabat. nash yang dimaksud disisni adalah al-quran dan al-hadist,
kedanya adalah sumber fiqh islam. Seluruh para sahabat dalam berpendapat akan
berbeda akan tetapi dalam berpendapat tetap tidak keluar dari sumber pokok
yaitu al-quran dan al hadist shohih.
Contoh Al-quran
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB (
bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4
y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya : "Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri kamu, kemudian jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan
Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu lebih
baik (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (an-Nisâ': 59)
Contoh Al-hadits
إِنَّمَا لاَعْمَالُ بِاالنِّيَاتِ
Artinya: "Segala sesuatu beasal dari
niat (Bukhori - muslim).
2.
Fatwa sahabat
nabi SAW
Ketika didalam nash tidak
diketemukan maka ia menggunakan fatwa sahabat, dan apabila fatwa sahabat ada
yang menyalahi dan ada perselisihan diantara mereka maka yang ia ambil yaitu
yang dipandang lebih dekat kepada nash, baik al-quran maupun al-hadist. Begitulah
imam hambali dalam menyelesaikan permasalah ketika sudah tidak ditemui dalam
al-quran dan al-hadistmaka perkataan sahabatlah yang akan menjadi hujjah dengan
ketentuan yang ada di atas.
Contoh : Abu Bakar
berpendapat dalam hal peperangan “ Jika orang kafir sudah bersembunyi karena
takut, maka kita tidak boleh membunuhnya ”
3.
Al-hadist
Mursal dan Al-hadist Dho’if
Jika dari ketiganya tidak
diketemukan maka, beliau menetapkanya dari dasar al-hadist mursal dan al-hadist
dhoif, sebab yang dimaksud dengan al hadits dhoif menurut ibn hambal adalah
karena al-hadist ini terbagi menjadi dua, yaitu shohih dan dhoif. Hadits dhoif
didahulukan daripada qiyas, karena ia mengganggap dho’if bukan berarti batil
dalam ilmu mustalahat al-hadist , menurut ibn qoyyim prinsip ini bukan hanya
prinsip imam ahmad ibn hambal saja, akan tetapi abu hanifah, imam hambali dan
as-syafi’I juga berprinsip demikian.
Contoh Mursal :
Artinya : Rasulullah SAW melarang jual beli
dengan cara muzabanah (HR. Muslim).
Contoh hadits Dhoif :
مَنْ أَتَى حَائِضًا اَوْاِمْرَاةً فِى دُبُرِهاَ اَوْ كاَهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Artinya : Barang siapa melakukan hubungan intim
dengan istrinya yang dalam keadaan haid atau melalui jalan belakang atau
mendatangi peramal, maka ia telah kufur dengan apa yang telah diturunkan kepada
nabi Muhammad.
4.
Qiyas
Apabila imam ibn hambal
tidak menemukan dasar hukum dari ke empat dasar istinbath yaitu al-quran,
al-hadist, fatwa sahabat, hadits mursal dan dho’if, baru ia akan menggunakan
al-qiyas atas dasar darurat, ia berkata :
سَاَءلْتُ الشَّافِعِي عِنْ
الْقِيَاسِ فَقَالَ :اِنَّمَايُصَارُاِلَيْهِعِنْدَالضَّرُوْرَةِ
Artinya : “aku bertanya kepada ash-syafi’I
tentang qiyas, maka dia berkata hanya saja diambil qiyas itu ketika darurat”
Contoh : Minum narkotik adalah suatu perbuatan
yang perlu diterapkan hukumnya, sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan
sebagai dasar hukumnya. Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas
dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar
nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasar firman Allah SWT.
Kemudian terkecuali dalam bidang sosial
politik, maslalah al-mursalah tetap ia pakai seperti contoh dalam kasus :
- menetapkan hukum ta’zir bagi mereka yang selalu bernbuat kerusakan.
- menetapkan hukum had yang lebih berat terhadap mereka yang meminum minuman keras di siang hari pada bulan ramadlan.
Dan cara-cara seperti itu , sering diikuti oleh
para pegikutnya. Begitu pula dengan dasar ihtisan, istishab, sadd al-zara’i,
sekalipun sangat jarang digunakan oleh imam ahmad ibn hambal.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan “halal” dan
“haram”, beliau sangat teliti dalam mengkaji beberapa hadits dan sanadnya yang
terkait denganya, tetapi beliau sangat longgar dalam menerima hadist yang
berkaitan dengan masalah akhlaq, fadlail al-amal atau adat istiadat yang
teruji, dengan persaratan sebagai berikut :
“Jika kami telah menerima hadist rosulullah
yang menjelaskan masalah halal dan haram atau perbuatan sunnah dan
hukum-hukumnya maka aku melakkan penelitian al-hadist secara ketat dan cermat
begitu juga sanad-sanadnya, tetapi jika berkaitan dengn fadla’il al-a’mal atau
yang tidak berhubungan dengan hukum, kami sedikit agak longgar”
Sebagai seorang ulama’ besar gudang ilmu, tentu
saja ia banyak sekali dihadapkan kepada berbagai pertanyaan, ia akan
menjawabnya dengan sangat hati-hati sekali, tidak pernah terburu-buru. Dan
secara terus terang, ia mengakui “belum tahu” kalau memang masalah itu belum
diketahuinya, atau belum diselidikinya. Karena itu ia selalu berpesan kapada
murid-muridnya agar selalu berhati-hati dalam berfatwa yang belum jelas dasar
hukumnya.
Imam Hanbali bukan seorang yang fanatik akan
pendapat yang sampai padanya. Sehinga beliau sering melarang penulis fiqih yang
diajarkannya, karena seringnya berubah pandangan. Beliau khawatir bila fiqih
dibukukan, maka hukum-hukum syariat akan beku dan taklid akan merajalela
sepanjang masa. Sedang fiqih seyogyanya selalu mengalami pembaharuan sesuai
dengan tuntutan zaman.
BAB III
PENUTUP
A.
Keimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan
bahwaanya imam Ahmad ibn Hambal merupakn imam yang dilahirkan dari bapak dan
ibu yang notabenya sama-sama dari bani sayban, dan imam yang satu ini memang
sangat teliti dan berhati-hati sekali dalam menyikapi semua permasalahan yang
baru yang pada dasarnya belum ada dasar hukumnya yang pasti, apalagi dalam
penerimaan hadist nabi tidak serta merta semua hadist diterimanya, akan tetapi
ia akan lebih teliti dan cermat dalam meneliti hadis tersebut yang ia terima
baik dari sanad, perowi dan sejarah kehidupanya, dan adapun cara istinbathnya
menggunakan lima dasar yaitu :
- Al-Qur’an
- Al-Hadits
- Fatwa Sahabat
- Hadits Mursal dan Dhoif
- Qiyas
Dan adapun yan lain beliau tetap menggunakan
akan tetapi dalam permasalahan tertentu saja. Dan bisa kami simpulkan juga
semua hadis diterimanya secara longgar walaupun ia kadang tidak menggunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Jaya, Tamar. 1986. Hayat
dan Perjuangan Empat Imam Madzab. CV. Ramadhani : Solo.
Hasbi, Teungku Muhammad
Ash Shiddieqy. 1997. Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab. PT. pustaka Rizki Putra
: Semarang
Http://Mazdhab hambali
istinbat/jurnal/item/metodologi_fiqh Imam Hambali
Zain, Ma’shum. 2008. Arus Pemikiran Empat Madzab. Darul Hikmah : Jawa Timur.
Zain, Ma’shum. 2008. Arus Pemikiran Empat Madzab. Darul Hikmah : Jawa Timur.
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2600185768244631736Zainy, Ma’shum.2008.
Nadhom Baiquniyyah, Pengantar.Darul Hikmah : Jombang
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !