PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Negara Indonesia akhir-akhir ini banyak
diwarnai dengan munculnya kehebohan mengenai video-video mesum yang beredar
dari berbagai kalangan baik dari pejabat, artis, pegawai negeri sipil PNS dan
paling parah yang mengakibatkan kita miris dengan keadaan bangsa ini ialah hal
tersebut sudah terjadi dikalangan lingkungan pelajar mulai mahasiswa, hingga
siswa atau siswi SMA sederajat dan SMP sederajat. Sungguh dapat dikatakan
bangsa kita sedang mengalami apa yang dinamakan degradasi moral.
Contoh konkritnya ialah Pada tahun 2002,
pernah dipublikasikan hasil survei Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta
Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) terhadap mahasiswa Jogjakarta. Penelitian
itu dilakukan selama tiga tahun, mulai Juli 1999 hingga Juli 2002, dengan
melibatkan sekitar 1.660 responden yang berasal dari 16 perguruan tinggi, baik
negeri maupun swasta di Jogjakarta. Dari 1.660 responden itu, 97,05 persen
mengaku sudah hilang keperawanannya saat kuliah, karena pernah melakukan seks
berpasangan atau berzina. Ditinjau dari tempatmereka melakukan seks
bebas, sebanyak 63 persen melakukan seks bebas di tempat kos priapasangannya.
Sebanyak 14 persen dilakukan di tempat kos putri atau rumahkontrakannya.
Selanjutnya 21 persen di hotel kelas melati yang tersebar di Jogjakarta dan2 persen
lagi di tempat wisata yang terbuka. Data di atas menujukkan bahwa tempat
kos-kosan telah menjadi sarang kumpul kebo (seks bebas).
Kemudian
ditemukannya penelitian di Kab. Ponorogo bahwa 80% remaja putri melakukan
hubungan seksual pranikah sedangkan pada remaja pria, data angka presentasenya
sedikit lebih besar lagi, data ini hasil survey acak selama kurun waktu 6
bulan yang dilakukan oleh Kantor pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak Kabupaten Ponorogo pada tanggal 17 Desember 2010.[1]
Dulunya bangsa kita terkenal dengan
keramahannya kesantunannya serta menjaga adat ketimuran yang menghargai
kesusilaan. Nampaknya sekarang hal tersebut sudah tidak berlaku lagi, hal ini
diperparah tindakan dari pemerintah baik yang berupa sanksi dan berupa
pencegahan seakan-akan berjalan ditempat tidak menghasilkan suatu yang
signifikan. Mengenai hukum positif Indonesia tidak tegas mengenai aturan hal
tersebut sehingga banyak sekali orang yang melakukan perzinahan, di dalama
hukum nasional kita peraturan mengenai perzinahan merupakan tindak pidana
perkosaan pencabulan dan merupakan delik aduan.
Sehingga kumpul kebo di negara kita ini
seakan-akan dihalalkan dan banyak dilakukan oleh masyarakat. Sungguh ironis
melihat perbuatan itu terjadi sehingga moral generasi bangsa kita semakin
terjerumus dalam hal-hal yang sesat yang tidak memandang agama sebagai pegangan
dan pedoman hidup. Hukum Islam yang bertujuan untuk kebahagian hidup manusia di
dunia dan akhirat serta kemaslahatan hidup umat manusia baik rohani
maupun jasmani, individu dan sosial[2]
mengatur dengan jelas dan terang masalah perzinahan.
Dimana dalam hukum Islam perbuatan zina
merupakan perbuatan yang keji sehingga harsu di hukum dengan berat karena merusak
sistem kemasyarakatan dan mengancam keselamatannya. Zina merupakan pelanggaran
atas sistem kekeluargaan , sedangkan keluarga merupakan dasar untuk berdirinya
masyarakat. Membolehkan zina berarti membiarkan kekejian dan hal ini dapat
meruntuhkan masyarakat.[3]
Oleh karena itu sebenarnya hukum positif belum
mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan bangsa khususnya bidang tindak
pidana perzinahan sehingga ketentuan yang tertuang dalam aturan KUHP perlu
direvisi dengan memasukkan nilai-nilai yang ada di budaya masyarakat
adat-istiadat serta agama yang ada di Indonesia. Dalam hal ini, penulis
tertarik mengkaji mengenai bagaimana analisis yuridis tindak pidana perbuatan
zina (perzinahan) dalam perspektif hukum Islam
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan
di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
analisis yuridis tindak pidana perbuatan zina (perzinahan) dalam perspektif
hukum Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Pandangan Zina dalam Hukum positif dan Hukum Islam
Pengertian zina dalam hukum pidana Islam tidak
seperti pandangan yang dikemuakan oleh sistem hukum yang lain salah satunya
ialah sistem hukum barat atau hukum positif negara Indonesia yang menyebut zina
sebagai perbuatan berhubungan antara laki-laki dan perempuan layaknya suami
isteri, dimana salah satunya atau kedua-duanya sudah menikah. Pengertian
tersebut jelas berbeda dengan pengertian menurut hukum Islam.[4]
Menurut pandangan hukum Islam, zina secara harfiah
berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah
adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang
satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. Para fuqaha
(ahli hukum Islam) mengartikan zina, yaitu melakukan hubungan seksual dalam
arti memasukkan zakar (kelamin Pria) kedalam vagina wanita yang dinyatakan
haram, bukan karena syubhat, dan atas dasara syahwat[5].
Zina menurut
hukum Islam tidak terbatas pada orang yang sudah menikah saja, tetapi berlaku
bagi siapa saja yang berhubungan badan sementara mereka bukan suami istri, baik
sudah menikah atau belum menikah. Siapa pun yang terbukti secara meyakinkan
telah melakukan perzinahan, maka ia terkena had[6]
zina. Hanya saja, ada perbedaan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang
yang telah atau pernah menikah dengan orang yang belum pernah menikah. Berbeda
dengan hukum positif yang hanya menjatuhkan hukuman bagi pezina yang sudah
kawin, kemudian bagi yang belum kawin atau atas dasar suka sama suka atau
lazimnya dikalangan masyarkat menyebut dengan kumpul kebo tidak diberi hukuman.
Dalam hukum Islam perbuatan zina sangatlah berat hukumannya dan merupakan
perbuatan yang keji atau buruk yang harus dihindari.
B.
Dasar
Hukum Zina dalam hukum Islam
Dalam dasar hukum mengenai perzinahan di dalam
hukum Islam juga terjadi perbedaan dengan hukum postif. Dimana didalam hukum
positif perbuatan zina (perzinaan) diatur di dalam kitab undang-undang hukum
pidana (KUHP) tepatnya mengenai Bab kejahatan terhadap kesusilaan. Pada pasal
284 KUHP[7]
ayat (1) “ Diancam pidana penjara paling lama Sembilan bulan :
a.
seorang
pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui, bahwa pasal 27 BW
berlaku baginya.
b.
seorang
wanita telah nikah yang melakukan zina
c.
seorang
pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui bahwa yang
turut bersalah telah nikah dan pasal 27 BW berlaku baginya
d.
seorang
wanita tidak nikah yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui
olehnya, bahwa yang turut bersalah telah nikah dan pasal 27 BW berlaku baginya”.
Pada ayat (2) : “tidak dilakukan penuntutan
melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka
berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai
atau pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu juga.”
Dari rumusan
ketentuan Pasal 284 KUHP tersebut maka unsur-unsur perzinahan adalah sebagai
berikut : adanya persyaratan telah kawin; adanya pengaduan dari suami atau
isteri yang tercemar; dan si turut serta harus mengetahui bahwa pasangannya
terikat perkawinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 284 KUHP, apabila laki-laki dan
perempuan yang kedua-duanya belum menikah dan melakukan hubungan seks di luar
ikatan pernikahan yang sah maka tidak dapat dikategorikan sebagai perzinahan
dan tidak dapat dijerat oleh hukum. Dengan kata lain, ketentuan Pasal 284 KUHP,
baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan peluang kepada
persetubuhan di luar nikah antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing
tidak terikat pernikahan dengan orang lain[8].
Berbeda pengaturan dengan yang ada di dalam
hukum Islam. Di dalam hukum Islam sumber hukum Islam ialah AlQuran, As
Sunnah/Al Hadist dan Al Ra’yu. Dalam AlQuran diantaranya diatur di dalam surat
An-Nuur ayat 2, An-Nisaa’ ayat 15, Al-Israa’ ayat 32, dan An-Nuur ayat 30-31.
Garis hukum yang termuat didalam surat-surat tersebut ialah sebagai berikut[9]
:
- Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina hukuman dari tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali cambukan
- Pelaksanaan hukuman cambuk bagi pezina dalam poin 1 diatas, tidak boleh ada belas kasihan kepada keduanya yang mencegah kamu untuk menjalankan hukum Allah jika kamu beriman kepada allah dan hari akhirat.
- Pelaksanaan hukuman kepada pezina harus disaksikan oleh sekumpulan orang-orang beriman.
- Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji dalam bentuk zina harus disaksikan oleh 4 orang saksi.
- Janganlah kamu mendekati zina karena zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suaru pekerjaan yang buruk.
- Wanita yang beriman harus menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.
Dasar hukum tentang perbuatan zina di dalam
hadis cukup banyak diantaranya ialah hadis riwayat (HR) Abu Hurairah ra,
Sayyidina Umar bin Khattab ra. Ibnu Abbas, Zaid bin Khalid ra, Abdullah bin
Umar ra, Ubadah bin ash-Shamit ra. Garis hukum yang termuat didalam
hadist-hadist tersebut ialah sebagai berikut[10]
:
1.
Rasullah
SAW telah menentukan bahwa anak Adam cenderung terhadap perbuatan zina.
Kemaluanlah yang menentukan dalam berbuat zina atau tidak.
2.
Seorang
pezina tidak akan berzina jika ketika itu dia berada dalam keimanan.
3.
Sesungguhnya
Allah mengutus Rasullaah SAW mengatur tentang hukuman rajam. Kemudan Rasul
melakukannya dan diikuti oleh para sahabat.
4.
Hukuman
rajam yang terdapat dalam Alquran harus dilaksanakan oleh manusia kepada pezina
yang pernah kawin, baik laki-laki maupun perempuan bila terbukti bukti
yang nyata dan atau dia telah hamil atau pengakuannya sendiri.
5.
Rasulullah
SAW menjatuhkan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama
setahun kepada pemuda yang melakukan zina dengan istri orang, sedang
istri orang tersebut dihukum rajam.
Dasar hukum
antara hukum positif dan hukum Islam jelas berbeda, dimana dalam hukum postif
memberikan peluang terjadinya perzinahan dengan sanksi yang tidak tegas dan
hanya diberikan pada yang sudah nikah sementara yang belum tidak dikenai
sanksi. Dalam hukum Islam jelas diatur dengan baik dari Alquran dan Hadis
Rasulullah SAW untuk menjauhi zina karena merupakann perbuatan yang buruk dan
keji sehingga sanksinya berat sekali dalam hukum Islam berupa rajam dan cambuk
100 kali serta diasingkan.
C.
Pembuktian
Tindak Pidana perbuatan Zina (Perzinahan) dalam hukum Islam
Zina dalam hukum Islam merupakan kejahatan
yang serius dengan ancaman hukum yang serius pula. Oleh karenanya, pembuktian
zina harus dapat menghasilkan titik terang yang meyakinkan hakim untuk dasar
dapat melaksanakannya had zina. Apabila hakim ragu-ragu, maka had
tidak bisa dilakukan[11].
Ada tiga macam cara pembuktian zina yaitu :
1.
Pembuktian
dengan saksi
Para Ulama telah sepakat bahwa tindak pidana
zina tidak bisa dibuktikan kecuali dengan empat orang saksi. Karena apabila
kurang kesaksiannya tidak bisa diterima. Hal tersebut sesuai dengan dsar hukum
yang ada di Alquran dan Hadis Rasulullah SAW. Saksi haruslah memeliki
syarat-syarat yang harus dipenuhi baik syarat-syarat umum atau syarat-syarat
khusus untuk tindak pidana zina yakni[12]
:
- Syarat-syarat umum terdiri dari: Baliq (dewasa), Berakal, Kuat ingatan, Dapat berbicara, Dapat melihat, Adil, Islam , Tidak ada penghalang persaksian.
- Syarat-syarat Khusus untuk tindak pidana Zina terdiri dari : Laki-laki, Harus menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Peristiwa Zina belum kadaluwarsa, Persaksian harus dalam satu majelis, Bilangan saksi harus empat orang, Persaksian harus meyakinkan, diterima, dan dianggap sah oleh hakim.
2.
Pembuktian
dengan pengakuan
Pengakuan dapat digunakan sebagai alat bukti
untuk tindak pidana pebuatan zina dengan syarat-syarat sebagai berikut[13]
:
- Pengakuan harus dinyatakan empat kali atau berulang-ulang
b.
Pengakuan
harus terperinci dan menjelaskan tentang hakikat perbuatan, sehingga dapat
menghilangkan syubhat (ketidakjelasan) dalam perbuatan zina.
- Pengakuan harus sah atau benar, yang dinyatakan oleh orang yang berakal dan mempunyai kebebasan.
- Pengakuan dinyatakan dalam siding pengadilan atau luar siding pengadilan.
Dalam pembuktian zina dalam pengakuan ini
apabila pembuat pengakuan menarik pengakuannya atau lari ketika akan
dilaksanakan hukuman, maka tidak dijatuhi hukuman.
3.
Pembuktian
dengan Qarimah
Qarimah
adalah tanda yang dianggap sebagai alat bukti dalam perbuatan zina yakni
timbulnya kehamilan pada seorang wanita yang tidak bersuami, atau tidak
diketahui suaminya. Apabila terdapat syubhat dalam terjadinya zina
maka tidak dijatuhi hukuman kepadanya. misal : hamilnya wanita karena perkosaan
atau mengaku dipaksa atau selama ia tidak mengaku berbuat zina maka tidak
dijatuhi hukuman.
Dalam hukum Islam, penerapannya tidak
sembarangan untuk dilakukan. Dalam tindak pidana perbuatan zina untuk
membuktikannya cukup sulit karena juga harus memenuhi syarat-syarat. Artinya
hukum Islam menjaga hak-hak individu apabila individu tersebut benar-benar
tidak melakukan zina melainkan diperkosa atau difitnah oleh orang lain. Hukum
Islam menegaskan bahwasanya dalam menentukan seseorang melakukan perbuatan zina
harus dibuktikan terlebih dahulu melalui keterangan saksi, pengakuan dan adanya
tanda atau kehamilan dalam rahim seorang wanita.
D.
Macam-macam
Sanksi/Hukuman perbuatan Zina (Perzinahan) dalam Hukum Islam
Dari sumber hukum Islam aquran dan hadis
hukuman zia itu ada dua macam, terganutng kepada keadaan pelakunya pakah ia
belum berkeluarga (ghair muhshan) atau sudah berkeluarga (muhshan).
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai kedua macam sanksi/hukuman yaitu[14]
:
1.
Hukuman
untuk Zina Ghair Muhshan ada dua macam yaitu hukuman dera (cambuk) seratus kali
dan hukuman pengasingan.
- Hukuman dera atau cambuk dilakukan pada jejaka atau gadis yang melakukan perbuatan zina yang jelas diatur dalam Alquran surat An-Nuur ayat 2[15] : “perempuan yang berzina dan laki-lak yang berzina makaderalah tiap-tiap seorang dari keduanyaseratus kali, dan janganlah belas kasihan keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.
Hukuman dera (cambuk) menurut hukum Islam ialah merupakan
kehendak Allah atau masyarakat, sehingga pemerintah atau individu tidak berhak
memberikan pengampunan.
- Hukuman pengasingan ini didasarakan pada hadis Ubadah Ibn Ash-Shami ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda: ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan ke luar bagi mereka (pezina) “ . Jejaka dengan gadis hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam.
2.
Hukuman
untuk Zina Muhshan
Zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang sudah berkeluarga, hukumannya berupa dera seratus kali dan
rajam. Hukuman dera seratus kali didasarkan pada surat An-Nuur ayat 2. Hukuman
rajam adalah hukuman mati dengan jalan dilempari dengan batu atau sejenisnya.
Hukuman rajam merupakan hukuman yang telah diakui dan diterima oleh hamper
semua fuqaha[16]
E.
Pelaksanaan
Hukuman perbuatan Zina dalam hukum Islam
Apabila tindak pidana zina sudah bisa
dibuktikan dan tidak ada syubhat maka hakim harus memutuskannya dengan
menjatuhkan hukuman had, yaitu rajam bagi muhshan dan dera (cambuk)
seratus kali ditambah pengasingan selama satu tahun bagi pezina ghair muhshan.
Dalam pelaksanaan hukuman terdapat pertanyaan siapakah yang melaksanakan
hukuman caranya hukum rajam dan dera bagaimana.
Dalam hukum
Islam menurut para fuqaha sepakat bahwa pelaksanaan hukuman harus
dilakukan oleh imam atau wakilnya (pejabat yang ditunjuk). Dalam jaman
Rasulullah SAW selalu memerintahkan kepada para sahabat untuk melaksanakan
hukuman. Pelaksanaan hukuman rajam dengan cara pezina baik laki-laki atau
perempuan dipendam kedalam tanah sampai bagian dada kemudian dilempari batu
sampai mati, lemparan pertama dilakukan oleh saksi yang memberikan kesaksian
setalah itu diteruskan oleh imam dan pejabat kemudian masyarakat. Hukuman ini
bebas dilakukan kapanpun baik siang atau malam baik panas atau dingin namun
bagi wanita hamil ditunda hingga melahirkan[17].
Hukuman dera (cambuk) dilaksanakan dengan
menggunakan cambuk seratus kali dan dilakukan oleh algojo seperti di
provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan dihadiri oleh masyarakat, dimana
dilakukan dalam keadaan berdiri kemudian dicambuk tanpa belas kasihan sampai
seratus kali.
F.
Tujuan
dan hikmahnya Hukum Islam terhadap perbuatan Zina
Hukuman terhadap pelaku zina demikian berat,
mengingat dampak negatif yang ditimbulkan akibat perbuatan zina, baik
terhadap diri, maupun keluarga, dan masyarakat begitu besar yang antara
lain sebagai berikut[18]
:
1.
Penyakit
kelamin seperti virus HIV/AIDS penyakit gonorcho atau syphilis,
merupakan jenis penyakit yang mencemaskan. Penyakit tersebut berjangkit melalui
hubungan kelamin dan HIV/AIDS belum ditemukan obatnya.
2.
Perbuatan
zina, menjadikan seseorang enggan melakukan pernikahan sehingga dampal negatif
akibat keengganan seseorang untuk menikah cukup kompleks, baik terhadap
mental maupun fisik seseorang
3.
Keharmonisan
hubugan keluarga sebagai suami istri berkurang atau rusak karena ada yang
berzina.
4.
Di
negara manapun yang menghormati nilai-nilai kesusilaan, masyarakatnya akan
mencela dan memberikan sanksi moral berupa cemoohan, pergunjingan dan
dikucilkan serta diasingkan termasuk di Indonesia.
Perbuatan zina
dalam hukum Islam jelas perbuatan yang buruk dan keji sehingga sanksi dan
hukumannya berat. Namun hukum Islam sebenarnya mengajarkan kita bagaimana
sebagai manusia untuk menjaga fitrahnya bahwa manusia itu makhluk yang sempurna
dan mempunyai akal sehingga masalah moral dan kesusilaan haruslah dijaga dengan
baik. Negara Indonesia seharusnya sudah harus memulai mengatur dengan tegas
permasalah perzinahan dan mengambil nilai-nilai yag terkandung di dalam hukum
Islam.
Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP yang baru
sebenarnya sudah memuat mengenai perzinahan dalam pasal 485 yang mengatur bahwa
tidak hanya yang sudah berkeluarga yang dikenai sanksi melainkan yang belum ada
ikatan pernikahan dikenai sanksi jika terbukti melakukan perbuatan zina.
Kemudian dalam pasal 487 mengatur mengenai hidup besama atau lazimnya orang
awam menyebut kumpul kebo dikenai sanksi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut analisis yuridis tindak pidana
perbuatan zina (perzinaan) dalam perspektif hokum Islam, Zina tidak terbatas
pada orang yang sudah menikah saja, tetapi berlaku bagi siapa saja yang
berhubungan badan sementara mereka bukan suami istri, baik sudah menikah atau
belum menikah. Siapa pun yang terbukti secara meyakinkan melalui pembuktian
dengan saksi, pembuktian atas pengakuan pelaku zina dan pembuktian Qarimah
atau tanda kehamilan telah melakukan perzinahan dikenai hukuman cambuk seratus
kali dan pengasingan bagi yang belum berkeluarga, yang sudah berkeluarga
dikenai hukuman rajam. Di dalam hukum Islam dasar hukumnya ialah AlQuran, As
Sunnah/Al Hadist dan Al Ra’yu.
B.
Saran
Seharusnya pemerintah dan dewan perwakilan
rakyat memandang perzinahan merupakan masalah yang berat dan harus dikenai
sanksi yang keras karena demi menciptakan generasi bangsa yang baik dan
melanjutkan peradaban negara Indonesia yang menjaga norma kesusilaan,
adat-istiadat dan bangsa yang beradab berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang
sesuai dialam falsafah bangsa kita Pancasila. Sehingga sudah sepatutnya dan
selayaknya RUU KUHP yang baru disahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman
Budiono, 2005. Pengantar Ilmu hukum. Bayumedia Publishing. Malang.
Ahmad Wardi
Muslich. 2005. Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika. Jakarta.
Asadulloh Al Faruk.
2009. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Ghalia Indonsia. Bogor
A.Ridwan Halim,
2007. Pengantar Hukum Indonesia dalam Tanya jawab jilid 1. Ghalia
Indonesia. Bogor selatan.
C.S.T Kansil, 1989.
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Dudu Duswara
Machmudin, 2000. Pengantar Ilmu Hukum sebuah sketsa. PT. Refika
Adiatama. Bandung.
Hartono
hadisoeprapto. 2011. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Liberty.
Yogyakarta.
Moeljatno. 2007.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta.
Moh. Daud Ali.
2000. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia.
RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Satjipto Rahardjo,
1986. Ilmu Hukum, Alumni. Bandung.
Sudikno
Mertokusumo. 1999. Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta.
Zainuddin Ali.
2007. Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika. Jakarta.
Yuda Bakti
Ardiwisastra. 2000. Penafsiran dan Konstruksi Hukum, Alumni. Bandung.
Makalah Lidya
Suryani Widayati. 2009. Revisi Pasal Perzinaan dalam Rancangan KUHP: Studi
Masalah Perzinaan di Kota Padang dan Jakarta. Jurnal Hukum No. 3 VOL. 16
JULI 2009: 311 – 336.
Makalah
SUSIATININGSIH, SUSIATININGSIH (2006) Tindak Pidana Perzinaan Menurut Pasal
284 KUHP (Analisa Yuridis Normatif Berdasarkan Hukum Pidana Islam).
Undergraduate thesis, University of Muhammadiyah Malang.
___________2005. Rancangan
Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2010/12/22/80-gadis-tak-lagi-perawan
(online) diakses tanggal 11 Oktober 2012.
http///www.wikipedia.com
(online) diakses tanggal 11 Oktober 2012.
[1] http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2010/12/22/80-gadis-tak-lagi-perawan/ (online) diakses tanggal 11 Oktober
[2] Moh. Daud Ali. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2000. Hlm 54
[4] Asadulloh al Faruk. Hukum Pidana dalam Sistem Hukum
Islam. Ghalia Indonesia. Bogor. 2009. Hlm 24
[6] Had ialah bentuk jamaknya dari hudud yakni peraturan Allah
yang bersifat membatasi par excellence : yaitu hukuman mati, baik dengan
lemparan batu atau rajam bagi pezina. Hadd adalah suatu hak atau tuntutan dari
allah (haqq Allah), sehingga tidak ada kemungkinan pemaafan atau penyelesain
yang ramah tamah. Joseph Schacht. Pengantar hukum Islam. Nuansa.
Bandung. 2010. Hlm249-250
[7] Moelyatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jakarta. Pt Bumi AKsara. 2007. Pasal 284 ayat 1 dan 2
[8] Lidya Suryani Widayati. Revisi Pasal Perzinaan dalam
Rancangan KUHP: Studi Masalah Perzinaan di Kota Padang dan Jakarta. Jurnal
Hukum No. 3 VOL. 16 JULI 2009: 311 – 336
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !