BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, alur perjalanan sejarah Islam yang panjang itu bermula
dari turunnya wahyu di Gua Hira'. Sejak itulah nilai-nilai kemanusiaan yang di
bawah bimbingan wahyu Ilahi menerobos arogansi kultur jahiliyah, merombak dan
membenahi adat istiadat budaya jahiliyah yang tidak sesuai dengan fitrah
manusia. Dengan seruan agama Tauhid (monotheisme) yang gaungnya menggetarkan
seluruh jazirah Arabia, maka fitrah dan nilai kemanusaan didudukkan ke dalam
hakekat yang sebenarnya. Seruan agama tauhid inilah yang merubah wajah Piagam
Madinah dan ke-autentik-annya masyarakat jahiliyah menuju ke tatanan masyarakat
yang harmonis, dinamis di bawah bimbingan wahyu.
Kemudian, hijrah Rasulullah ke Madinah adalah suatu momentum bagi kecemerlangan
Islam di saat-saat selanjutnya. Dalam waktu yang relative singkat Rasulullah
telah berhasil membina jalinan persaudaraan antara kaum Muhajirin sebagai
imigran-imigran Makkah dengan kaum Anshar, penduduk asli Madinah. Beliau
mendirikan Masjid, membuat perjanjian kerjasama dengan non-muslim, serta
meletakkan dasar-dasar politik, social dan ekonomi bagi masyarakat baru
tersebut; suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah dahulu dan masa
kini. Adalah suatu kenyataan bahwa misi kerasulan Nabi Muhammad yang semakin
nampak nyata menggoyahkan kedudukan Makkah dan menjadikan orang-orang Quraisy
Makkah semakin bergetar.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah oleh
sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan Negara kota (city state).
Lalu, dengan dukungan kabilah-kabilah
dari seluruh penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka muncullah
kemudian sosok Negara bangsa (nation state). Walaupun sejak awal Islam tidak
memberikan ketentuan yang pasti tentang
bagiamana bentuk dan konsep Negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan
bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan
termasuk politik dan Negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk itulah Rasulullah menjadi
pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai
pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah yang diilhami al-Qur'an ini kemudian
menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan
hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hokum,
sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik modern disebut manifesto
politik pertama dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keaslian Piagam Madinah
Piagam Madinah ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq (w. 151
H) dan Ibnu Hisyam (w. 213 H), dua penulis muslim yang mempunyai nama besar
dalam bidangnya. Menurut penelitian Ahmad Ibrahim al-Syarif, tidak ada
periwayat lain sebelumnya selain kedua penulis di atas yang meriwayatkan dan
menuliskannya secara sistematis dan lengkap. Meskipun demikian, tidak diragukan
lagi kebenaran dan keautentikan piagam tersebut, mengingat gaya bahasa dan
penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini setaraf dan sejajar
dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan
semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan histories zaman
itu. Keautentikan Piagam Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt,
yang menyatakan bahwa dokumen piagam tersebut, yang secara umum diakui
keautentikannya, tidak mungkin dipalsukan.
Piagam Madinah ini telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa asing,
antara lain ke bahasa Perancis, Inggris, Itali, Jerman, Belanda dan Indonesia.
Terjemahan dalam bahasa Prancis dilakukan pada tahun 1935 oleh Muhammad
Hamidullah, sedangkan dalam bahasa Inggris terdapat banyak versi, diantaranya
seperti pernah dimuat dalam Islamic Culture No. IX Hederabat 1937, Islamic
Review terbitan Agustus sampai dengan November 1941 (dengan topic "The
First Written Constitution of The World"). Selain itu, Majid Khadduri
juga menerjemahkannya dan memuatnya dalam karyanya War and Pearce in the Law
of Islam (1955), kemudian diikuti oleh R. Levy dalam karyanya "The
Social Structure of Islam" (1957) serta William Montgomery Watt dalam
karyanya "Islamic Political Thought" (1968). Adapun
terjemahan-terjemahan lainnya seperti dalam bahasa Jerman dilakukan oleh
Wellhausen, bahasa Itali dilakukan oleh Leone Caetani dan bahasa Belanda oleh
A. J. Wensick serta bahasa Indonesia untuk pertama kalinya oleh Zainal Abidin
Ahmad.
Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan penelitian terhadap
beberapa karya tulis yang memuat Piagam Madinah, bahwa ada sebanyak 294 penulis
dari berbagai bahasa. Yang terbanyak adalah dalam bahasa Arab, kemudian bahasa-bahasa
Eropa. Hal ini menunjukkan betapa antusiasnya mereka dalam mengkaji dan
melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi.
B.
Berbagai Tanggapan Terhadap Isi
Piagam Madinah
- A. Guillaume, seorang guru besar bahasa Arab dan penulis "The Life of Muhamamd". Menyatakan bahwa Piagam yang telah dibuat Muhammad itu adalah suatu dokumen yang menekankan hidup berdampingan antara orang-orang muhajirin di satu pihak dan orang-orang yahudi di pihak lain. Masing-masing saing menghargai agama mereka, saling melindungi hak milik mereka dan masing-masing mempunyai kewajiban yang sama dalam mempertahankan Madinah.
- Robert N. Bella menuliskan dalam bukunya "Beyond Belief' (1976) bahwa Muhammad sebenarnya telah membuat lompatan yang amat jauh ke depan. Dimulai dengan proyek Madinah yang dilandasi pada permulaan berdirinya oleh "Konstitusi Madinah" ini, menurut Bella, Muhammad telah melahirkan sesuatu yang untuk zaman dan tempatnya adalah sangat modern.
- Jimly Asshiddiqie, pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, mengatakan kepada wartawan pada tanggal 30 November 2007 di Jakarta, "Piagam Madinah merupakan kontrak social tertulis pertama di dunia yang dapat disamakan dengan konstitusi modern sebagai hasil dari praktik nilai-nilai demokrasi. Dan hal itu telah ada pula abad ke-6 saat Eropa masih berada dalam abad kegelapan".
- H. R. Gibb dalam komentarnya menyatakan bahwa isi Piagam Madinah pada prinsipnya telah meletakkan dasar-dasar social politik bagi masyarakat Madinah yang juga berfungsi sebagai undang-undang dan merupakan hasil pemikiran serta inisiatif Muhammad sendiri.
- Montgomery Watt lebih tepat lagi menyatakan bahwa Piagam Madinah tidak lain adalah suatu konstitusi yang menggambarkan bahwa warga Madinah saat itu bias dianggap telah membentuk satu kesatuan politikd an satu persekutuan yang diikat oleh perjanjian yang luhur diantara para warganya.
- Tor Andrae dalam bukunya yang berjudul "Muhammad, The Man and HIS Faith", New York, 1960, halaman 136, menyatakan bahwa "Perundang-undangan jamaah (ummah) Madinah adalah naskah konstitusi yang pertama yang sedikit demi sedikit dapat menjadikan Islam sebagai Negara dunia dan agama dunia… barang siapa yang tindakannya berlawanan dengan otoritas keagamaan, maka ia tidak akan mendapat perlindungan dari familinya yang terdekat sekalipun. Islam tidak hanya agama, tetapi juga merupakan persaudaraan. Semata-mata orang beriman itu saling bersaudara…, demikian pernyataan al-Qur'an, Al-Hujurat, 49: 10"
- Jamaluddin Sarur, seorang guur besar Sejarah Islam di Universitas Kairo, yang menyatkan bahwa peraturan yang terangkum dalam Piagam Madinah adalah menjadi sendi utama bagi terbentuknya persatuan bagi segenap warga Madinah yang memberikan hak dan kewajiban yang sama antara kaum Muhajirin, Ansor dan Kaum Yahudi.
C.
Konstitusi dan Piagam Madinah
Hal ini dapat dijelaskan karena
istilah konstitusi atau undang-undang dasar tidak pernah dikenal oleh bangsa
Arab pada abad ke-7 M. artinya, mereka melakukan penemuan yang bersifat
mandiri. Istilah konstitusi memang sudah dikenal sejak Negara-negara kota Yunani menganut paham demokrasi pada abad
ke-6 SM. Namun, seiring perkembangan waktu, istilah ini juga tenggelam ketika
Eropa memasuki abad kegelapan mereka.
Penggolongan Piagam Madinah sebagai konstitusi baru lahir setelah ilmu
yang mempelajari tentang hokum mulai lebih berkembang sejak masa Renaissance di
Eropa sampai masa kini. Berikut ini adalah beberapa definesi konstitusi dari
berbagai sumber, diantaranya;
1.
Konstitusi adalah hokum yang menetapkan
prinsip-prinsip politik fundamental dari sebuah pemerintahan.
2.
Konstitusi adalah segala ketentuan dan
aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar).
Komponen pengaturan system pemerintahan, pembagian kekuasaan dan
wewenang badan-badan pemerintahan terlihat dengan pemberian otonomi penuh
(kecuali dalam masalah pertahanan dan ketahanan Negara) pada masing-masing suku
dan golongan (terutama suku-suku Yahudi yang cukup dominant di Madinah ketika
itu) untuk menjalankan hukumnya sendiri. Ini mirip degnan kebebasan untuk
mengatur perda di Negara kita dan bahkan jauh lebih bebas seperti halnya undang-undang federal di
Negara-negara federasi modern. Hanya masalah-masalah pelik yang tidak bias diselesaikan oleh
pihak-pihak federal bias langsung diputuskan oleh Muhammad. Ini tergambar dalam
suatu peristiwa yang dicatat ketika kaum
Yahudi kebingungan untuk memutuskan hukuman pada dua orang yang terbukti
bersina. Kemudian mereka pun mendatangi Muhammad untuk meminta keptutusan,
tetapi Muhammad menyerahkan keputusan tersebut kembali merujuk pada kitab suci
Yahudi sendiri, dan akhirnya hukuman rajam diberikan pada dua orang pasangan
yang berzina itu dengan dilakukan oleh kaumnya sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa, Piagam Madinah dapat dikatakan sebagai sebuah konstitusi tertulis
pertama di dunia. Lingkup amat dan kemodernan pemikrian ideologis yang
dikandung di dalamnya merupakan suatu kemajuan luar biasa yang hadir sejak
zaman Dahulu, serta masih relevan hingga saat ini.
Penggolongan Piagam Madinah sebagai konstitusi baru lahir setelah ilmu
yang mempelajari tentang hokum mulai lebih berkembang sejak masa Renaissance di
Eropa sampai masa kini.
DAFTAR PUSTAKA
As-Sunnah qobla at Tadwin, DR.
Muhammad Ajjaj Al Khathib, Dar Fikr cet. VI, 1997 M/1418 H
Islam Ahlusunnah Waljama’ah di
Indonesia, pustaka ma’arif NU
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !