BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada awalnya ilmu kalam lahir banyak persoalan yang timbul dikalangan
masyarakat, karena itulah muncul berbagai pendapat dan pemikiran, sehingga
terbentuk aliran-aliaran pemikiran para ulama. termasuk aliran teologi yang
untuk menyelesaikan masalah-masalah kalam tersebut.
Salafiyah merupakan genre keagamaan dalam tradisi Islam klasik yang kini
banyak hadir kembali di sejumlah negara muslim. Kehadiran kelompok Islam yang
menisbahkan diri sebagai pengikut jejak generasi panutan pasca Nabi yang saleh
(salaf al-shalih) itu, tak jarang menampilkan corak keagamaan yang keras.
Lebih-lebih ketika kelompok Islam lainnya yang serumpun juga bermunculan ke
permukaan dengan tampilan keagamaan yang tak kalah keras.
Disini kita tidak akan mengklaim aliran yang mana benar, akan tetapi
kita akan menggali lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran yang mereka jalani,
Aliran-aliran tersebut masing-masing mempunyai landasan yang dijadikan dasar
mereka dalam ber-hujjah. Baik itu Al-Qur’an maupun Hadits.
Diantara aliran-aliran tersebut adalah aliran Salafiyah yang tokohnya
Ibnu Hanbal dan Ibnu Taimiyah untuk lebih jelasnya kita akan mengkaji
pemikiran-pemikiran ini dari awal. Sejarah, dan tokoh-tokoh serta
pemikiran-pemikirannya, yang mereka yakini.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis membatasi rumusan permasalahan
kepada tiga malah pokok permasalahan, diantaranya :
1.
Bagaimana Pengertian dan Sejarah Gerakan
Salafiyah?
2.
Bagaimana Pokok-pokok Ajaran dari Gerakan
Salafiyah ?
3.
Siapa Tokoh-tokoh dari Gerakan Salafiyah?
C.
Metode Penulisan
Adapun metode penulisan dalam makalah ini memakai metode kepustakaan
yang mengambil dari berbagai sumber seperti: buku, internet untuk dijadikan
referensi, dan yang berkaitan pada masalah pokok pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Sejarah Gerakan
Salafiyah
Sebelum kita mengetahui sejarah gerakan Salafiyah, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu pengertian Salafiyah itu sendiri. Kata
"Salaf" adalah kependekan dari "Salaf al-Ṣāliḥ" (السلف الصالح),
yang berarti "terdahulu". Dalam terminologi Islam, secara umum
digunakan untuk menunjuk kepada tiga generasi terbaik umat muslim: Sahabat,
Tabi'in, Tabi'ut tabi'in. Ketiga generasi ini dianggap sebagai contoh bagaimana
Islam dipraktekkan.
Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu,
iman, keutamaan dan kebaikan. Adapun secara istilah, adalah sifat pasti yang
khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka
diikutsertakan karena mengikuti mereka.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gerakan Salafiyah yaitu
suatu gerakan yang mempunyai sikap atau pendirian yang mengacu kepada sikap
atau pendirian yang dimiliki para ulama generasi salaf itu, yaitu Sahabat,
Tabi’in, Tabi’ut tabi’in.
Aliran Salaf terdiri dari orang-orang Hanabilah yang muncul pada abad IV
Hijriah dengan memperhatikan dirinya dengan pendapat-pendapat Imam Ahmad bin
Hanbal, yang dipandang oleh mereka telah menghidupkan dan mempertahankan
pendirian ulama salaf. Karena pendapat ulama salaf ini menjadi motif
berdirinya, maka orang-orang Hanabilah menamakan dirinya “aliran Salaf”.
Kelompok Hanabilah terkadang bertentangan dengan kelompok lain seperti
Asy’ariyah dan menamakan dirinya orang yang mewakili ulama salaf karena memperdulikan
dirinya dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.
Pada abad ke VII H, aliran salaf tersebut mendapat kekuatan baru dengan
munculnya Ibnu Taimiyah di Syiria. Kemudian pada abad ke XII H, dikembangkan
oleh Muhammad bin Abdul Wahab di Saudi Arabia.
B.
Pokok-pokok Ajaran Gerakan
Salafiyah
1.
Masalah Aqidah
Aliran Salaf mengakui keesaan Tuhan, mereka berusaha untuk mensucikan
Tuhan dari segala sesuatu yang menyerupaiNya tanpa menhilangkan sifat-sifat
yang dimilikiNya. Tuhan tetap mempunyai beberapa sifat dan Nama tanpa
mempermasalahkan lebih jauh. Begitu pula tentang keyakinan sepenuhnya terhadap
kerasulan Muhammad saw dan syafa’atnya bagi orang-orang yang beriman dikemudian
hari.
Selanjutnya mereka juga meyakini adanya hari kebangkitan sebagaimana
yang diberitahukan oleh Al Qur’an dan hadis-hadis Nabi tanpa mempertanyakan
lebih jauh. Begitu pula terhadap rukun Iman yang lain, mereka yakini
sepenuhnya.
2.
Masalah Muamalat
Hukum mengenai masyarakat yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw.
berdasarkan pada:
- Al Qur’an dan Sunnah mewajibkan permusyawaratan dalam menetapkan hukum.
- Al Qur’an memerintahkan berbuat adil, kebajikan, menciptakan rasa persamaan dan persaudaraan dengan memperhatikan prikemanusiaan.
- Al Qur’an dan Sunnah mencegah peperangan yang bersifat permusuhan antara satu golongan dengan yang lain.
- Al Qur’an dan Sunnah berusaha memperbaiki nasib kaum wanita dan orang-orang yang miskin.
- Al Qur’an dan Sunnah sudah menjelaskan perbedaan hak dalam masyarakat.
Adapun praktek dasar tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah,
sahabat-sahabat dan tabi’in serta tabi’ tabi’in, dan dapat disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat tanpa menyalahi prinsip tersebut di atas.
3.
Masalah Ilmu
- Orang-orang Salaf hanya mempelajari dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat.
- Mereka menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak ada sumbernya dari Al Qur’an dan Sunnah.
- Mereka hanya menunjukkan ilmu yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis.
- Mereka menghindari tentang hal mempersoalkan masalah qadar
Oleh karena itu, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al
Qur’an, hadis dan apa yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.
C.
Tokoh-tokoh Gerakan Salafiyah
Ada dua tokoh yang sangat besar pengaruhnya dalam mengembangkan aliran
ini:
1.
Ibnu Taimiyah
Nama lengkapnya Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah, lahir
pada tahun 661 H di Harran, sebuah kota di Iraq. Tampilnya Ibnu Taimiyah pada
abad VII H merupakan kekuatan baru bagi aliran Salafiyah, karena selain
menghidupkan prinsip pemikiran Salafiyah, juga mengembangkan ajaran-ajaran
khususnya dalam hal keyakinan atau aqidah.
a.
Sistem pemikirannya
Kita telah mengetahui bahwa aliran Mu’tazilah dalam memahami aqidah-aqidah
Islam menggunakan metode filsafat dan banyak pula yang mengambil
pikiran-pikiran filsafat, meskipun sikap itu timbul karena keinginan hendak
mempertahankan Islam dari serangan-serangan lawannya yang bersifat pula.
Aliran-aliran yang datang kemudian, yaitu aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah,
juga tidak terhindar dari metode tersebut, meskipun tidak sama tingkatan
pemakaiannya.
Ibnu Taimiyah membagi metode ulama-ulama Islam dalam lapangan aqidah
menjadi empat :
1)
Aliran filsafat yang mengatakan bahwa al
Qur’an berisi dalil “khatabi dan iqnal” (dalil penenang dan pemuas hati, bukan
pemuas pikiran) yang sesuai untuk orang banyak, sedang filosof-filosof
menganggap dirinya ahli pembuktian rasionil (burhan) dan keyakinan, suatu cara
yang lazim dipakai dalam lapangan aqidah.
2)
Aliran Mu’tazilah terlebih dahulu
memegang dalil akal yang rasionil, sebelum mempelajari dalil-dalil al Qur’an.
Mereka memang mengambil kedua macam dalil tersebut, akan tetapi mereka lebih
mengutamakan dalil-dalil akal pikiran, sehingga mereka harus menakwilkan
dalil-dalil Qur’an untuk disesuaikan dengan hasil pemikiran, apabila terjadi
perlawanan, meskipun mereka tidak keluar dari aqidah-aqidah Qur’an
3)
Golongan ulama yang percaya kepada
aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang disebutkan oleh Qur’an sebagai suatu berita
yang harus dipercayai, tetapi tidak dijadikan pangkal penyelidikan akal
pikiran. Boleh jadi yang dimaksud ialah bahwa pangkal penyelidikan akal oleh
golongan tersebut bukan dari Qur’an, meskipun untuk maksud memperkuat isi Qur’an,
dan boleh jadi pula yang dimaksud dengan golongan ini ialah aliran Maturidiyah
4)
Golongan yang mempercayai aqidah dan
dalil-dalilnya yang disebut dalam Qur’an, tetapi mereka juga menggunakan dalil
akal pikiran di samping dalil-dalil Qur’an. Boleh jadi yang dimaksud Ibnu
Taimiyah disini ialah aliran Asy’ariyah.
Menurut ibnu Taimiyah, metode aliran Salaf berbeda sama sekali dengan
metode keempat-empat golongan tersebut. Aliran salaf hanya percaya kepada
aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang ditunjukkan oleh nash, karena nash tersebut
adalah wahyu yang diturunkan oleh Tuhan kepada Nabi Muhammad saw. Aliran salaf
tidak percaya kepada metode logika rasionil yang asing bagi Islam, karena
metode ini tidak terdapat pada masa sahabat dan tabi’in.
Jadi jalur untuk mengetahui aqidah-aqidah dan hukum-hukum dalam Islam
dan segala sesuatu yang bertalian dengan itu, baik yang pokok ataupun bukan,
baik aqidah itu sendiri, maupun dalil-dalil pembuktiannya, tidak lain sumbernya
ialah Qur’an dan hadis Nabi sebagai penjelasnya. Apa yang telah ditetapkan oleh
Qur’an dan di jelaskan oleh Sunnah Nabi harus diterima dan tidak boleh ditolak.
Akal pikiran tidak mempunyai kekuasaan untuk menakwilkan Qur’an atau
menafsirkannya ataupun menguraikannya, kecuali dalam batas-batas yang di
izinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan pula hadis-hadis. Kekuasaan akal
pikiran sesudah itu tidak lain hanya membenarkan dan tunduk kepada nash, serta
mendekatkannya kepada alam pikiran. Jadi fungsi akal pikiran tidak lain hanya
menjadi saksi pembenar dan penjelas dalil-dalil Qur’an, bukan menjadi hakim
yang akal mengadili dan menolaknya. Demikianlah metode aliran Salaf yang
meletakkan akal pikiran di belakang nash-nash agama yang tidak boleh berdiri
sendiri.
b.
Ajaran-ajarannya
Adapun ajaran yang ditanamkan oleh Ibnu Taimiyah adalah terkait dengan
masalah aqidah, yakni:
1)
Keesaan Zat dan Sifat
Semua kaum muslimin sepakat pendapatnya tentang Keesaan Tuhan, tidak ada
yang menyerupai-Nya. Akan tetapi menurut Ibn Taimiyah, konotasi (kandungan)
perkataan ‘Keesaan’ (tauhid) dan perkataan-perkataan lainnya yang ada
hubungannya dengan perkataan tersebut, yaitu ‘penyucian’ (tanzih),
‘penyerupaan’ (tasybih), dan ‘penjisiman’ (tajsim anthropomorph) dapat
berbeda-beda menurut perbedaan orang yang memakainya, sebab tiap-tiap golongan
mengartikannya dengan arti yang berlainan.
2)
Keesaan Penciptaan
Dasar Keesaan Penciptaan ialah bahwa Tuhan menjadikan langit dan bumi, apa
yang ada di dalamnya atau yang terletak di antara keduanya, tanpa sekutu dalam
menciptakannya, dan tidak ada pula yang mempersengketakan kekuasaanNya, tidak
ada kemauan makhluk yang mempersengketakan kemauan Tuhan, atau bersama-sama
dengan Dia dalam menciptakan segala sesuatu, bahkan segala sesuatu dan semua
pekerjaan datang dari Tuhan, dan kepadaNya pula kembali.
Kelanjutan dari kepercayaan tersebut ialah persoalan ‘ Jabar dan Ikhtiar
’ dan ‘apakah perbuatan Tuhan terjadi karena untuk mencapai sesuatu tujuan
tertentu atau tidak’.
3)
Keesaan ibadah
Keesaan ibadah artinya seseorang manusia tidak mengarahkan ibadahnya
selain kepada Tuhan, dan hal ini baru terwujud apabila dua hal berikut dipenuhi
:
a)
Hanya menyembah Tuhan semata-mata dan
tidak mengetahui Ketuhanan selain bagi Allah.
b)
Kita menyembah Tuhan dengan cara yang
telah ditentukan (disyaratkan) oleh Tuhan melalui rasul-rasulNya. Baik ibadah
yang wajib, atau sunah maupun mubah, harus dimaksudkan untuk ketaatan dan
pernyataan syukur semata-mata kepada Tuhan, Kelanjutan dari kedua hal tersebut
ialah :
v
Larangan mengangkat manusia, hidup
atau mati, sebagai perantara kepada Tuhan.
Dalam hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan sebagai berikut :
“Kita tidak boleh meminta
sesuatu kepada Nabi-nabi dan orang-orang saleh sesudah mereka wafat. Meskipun
mereka hidup dikuburnya dan andaikan mereka dapat mendo’akan untuk orang-orang
yang masih hidup, namun seseorang tidak boleh minta kepada mereka. Seorang
Salaf tidak berbuat demikian, karena perbuatan itu mendapatkan syirik dan
berarti menyembah selain Tuhan. Lain halnya dengan permintaan kepada mereka
waktu hidupnya, maka tidak mendatangkan syirik”.
Minta pertolongan (istighatsah) kepada selain Allah juga tidak boleh,
sebab yang berhak dimintai pertolongan hanya Zat yang sanggup mengadakan
perubahan dan hal ini hanya dimiliki oleh Tuhan semata-mata.
v
Larangan memberikan nazar kepada
kuburan atau penghuni kuburan atau penjaga kuburan.
Perbuatan ini haram karena tidak ada bedanya dengan nazar kepada patung
berhala. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan sebagai berikut :
“Siapa yang percaya bahwa
kuburan mempunyai daya guna atau mendatangkan pahala, maka ia bodoh atau sesat”
Bahkan ia lebih keras lagi mengatakan sebagai berikut :
“Siapa yang percaya bahwa
nazar itu merupakan kunci untuk mendapatkan kebutuhan dari Tuhan dan dapat
menghilangkan bahaya, membuka rizqi atau menjaga pagar batas, maka ia menjadi
musyrik yang harus dihukum mati”.
v
Larangan ziarah ke kubur-kubur
orang saleh dan nabi-nabi.
Kelanjutan yang logis dari kedua hal tersebut di atas ialah larangan
ziarah kubur orang-orang saleh dengan maksud minta berkah atau mendekatkan diri
kepada Allah. Sedang kalau untuk maksud mencari suri tauladan dan nasehat (al
‘izhah wa al I’tibar), maka dibolehkan, bahkan dianjurkan. Ibnu Taimiyah
mengatakan bahwa ziarah ke kubur Nabi untuk minta berkah juga tidak boleh
karena :
§
Nabi melarang kuburnya dijadikan
masjid, supaya jangan menjadi tempat ziarah orang. Karena itu kuburnya terletak
di rumah isterinya, yaitu Siti Aisyah. Nabi sendiri pernah berkata ketika
hendak meninggal dunia : “Tuhan mengutuki orang-orang Yahudi dan Masehi, karena
menjadikan kubur nabi-nabinya sebagai masjid”.
§
Sepeninggal Nabi,
sahabat-sahabatnya apabila hendak memberi salam dan berdoa, mereka menghadap
kiblat. Juga apabila mereka hendak bepergian atau datang dari bepergian, mereka
hanya mengarahkan diri ke kubur Nabi.
2.
Muhammad bin Abdul Wahab
Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan di ‘Ujainah, yaitu sebuah dusun di
Najed, daerah Saudi Arabia sebelah timur. Salah satu tempat belajarnya ialah
kota Madinah, pada Sulaiman al Kurdi dan Muhammad al Khayyat al Sindi.
a.
Ajaran-ajarannya
1)
Ketauhidan
Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian sebagai berikut :
a)
Penyembahan kepada selainTuhan adalah
salah, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh.
b)
Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan
mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk golongan musyrikin.
c)
Termasuk dalam perbuatan musyrik
memberikan pengantar kata dalam shalat terhadap nama Nabi-nabi atau wali atau
malaikat (seperti sayyidina Muhammad).
d)
Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang
tidak didasarkan atas Qur’an dan Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal
pikiran semata-mata..
e)
Termasuk kufur dan Ilhad juga mengingkari
‘qadar’ dalam semua perbuatan dan penafsiran Qur’an dengan jalan takwil.
f)
Dilarang memakai buah tasbih dan dalam
mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa (wirid) cukup dengan menghitung keratan
jari.
g)
Sumber syari’at Islam dalam soal halal
haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber lain sesudahnya ialah Sunnah Rasul.
Perkataan ulama mutakallimin dan fuqaha tentang haram dan halal tidak menjadi
pegangan, selama tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
h)
Pintu Ijtihad tetap terbuka dan siapapun
juga boleh melakukan ijtihad asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.
2)
Masalah Bid’ah
Hal-hal yang dipandang bid’ah oleh mereka dan harus diberantas, ialah
antara lain: berkumpul bersama-sama dalam acara maulid, orang wanita mengiringi
jenazah, mengadakan halakah (pertemuan) zikir, bahkan mereka merampas buku-buku
yang berisi tawashullat, seperti Dalailul Khairat, dan sebagainya. Mereka tidak
cukup sampai di situ, bahkan kebiasaan sehari-hari juga dikatagorikan dalam
bid’ah, seperti : rokok, minum kopi, memakai pakaian sutera bagi lelaki,
begambar (foto), mencelup (memacari) jenggot, memakai cincin dan lain-lainnya
yang termasuk dalam soal-soal yang kecil dan yang tidak mengandung atau
mendatangkan paham keberhalaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa, gerakan Salafiyah yaitu suatu gerakan yang mempunyai sikap atau
pendirian yang mengacu kepada sikap atau pendirian yang dimiliki para ulama
generasi salaf itu, yaitu Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut tabi’in.
Aliran Salaf terdiri dari orang-orang Hanabilah yang muncul pada abad IV
Hijriah dengan memperhatikan dirinya dengan pendapat-pendapat Imam Ahmad bin
Hanbal, yang dipandang oleh mereka telah menghidupkan dan mempertahankan
pendirian ulama salaf. Karena pendapat ulama salaf ini menjadi motif
berdirinya, maka orang-orang Hanabilah menamakan dirinya “aliran Salaf”.
Pokok-pokok ajaran Salafiyah, yaitu mengenai masalah-masalah aqidah,
muamalat, dan ilmu. Mengenai tokoh-tokoh aliran atau gerakan Salafiyah, yaitu
Ibn Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab.
B.
Saran
Pemakalah menyeru kepada semua yang berada di atas landasan dakwah agar
mengelakkan diri kita daripada cepat menuduh orang lain yang berbeda pendapat
dengan kita dengan tuduhan “LIBERAL” dan sebagainya. Ingatlah pesanan
asy-Syahid Imam Hassan al-Banna: “Jauhilah daripada mengumpat peribadi orang,
mengecam pertubuhan-pertubuhan, dan janganlah bercakap melainkan apa yang
memberi kebaikan”. Dan nasihatnya lagi: “Sesungguhnya kewajiban-kewajiban kita
adalah lebih banyak daripada masa yang ada pada kita; oleh itu gunakanlah masa
dengan sebaik-baiknya dan ringkaskanlah perlaksanaannya”.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, A,
Pengantar Theology Islam. Jakarta: PT. Al Husna Zikra. Cet. VI. 1995
http://id.wikipedia.org/wiki/Salafiyah
http://latenrilawa-transendent.blogspot.com/2010/04/silabi-ilmu-kalam-aliran-salafiyah.html
http://nuris23.wordpress.com/salafiyah-yang-dibina-oleh-dr-aminullah-el-hady/
ijin copy bang
ReplyDeleteijin copy
ReplyDelete