BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan agama harus
dimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil. Pendidikan tidak hanya
berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan
dapat menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah
penanaman jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga
nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama.
Menurut pendapat para
ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah
kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman
yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada
pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada
umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral
yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak
lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan
kepribadian.
BAB II
PEMBAHASAN
PERANAN AGAMA DALAM BIMBINGAN KONSELING
(Oleh : Takdir Firman Nirwana, S.Psi.)
“Tiadakah mereka melakukan perjalanan
di muka bumi, sehingga mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka merasa, dan
mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Sungguh, bukanlah matanya
yang buta, tetapi yang buta ialah hatinya, yang ada dalam (rongga) dadanya.”
(Al Hajj : 46)
Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan
membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati
dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi
pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta
tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa.
“Dan
demi nafs dan yang menciptakannya, maka diilhamkan-Nya kepada jiwa tersebut
kefasikan dan ketakwaanya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa
itu, dan merugilah orang yang mengotorinya” (Asy-Syam:7-10)
A. Ajaran Islam Yang Berkaitan
Dengan Bimbingan Konseling
Bebicara tentang agama terhadap kehidupan
manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas
dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan
yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni
dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa
manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam
ayat berikut ini :
“Demi
masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan
amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling
menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi
bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus
memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan
kehidupan yang sebenarnya.
“Berkata
orang-orang tiada beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah
mukjizat dari Tuhannya?”
Jawablah
:”Allah membiarkan sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang
bertobat kepada-Nya.” (Ar-Ra’d :27)
Dari ayat-ayat tersebut dapat
dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa,
tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukan agar manusia
selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing
kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan
pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa
psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau
menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang
dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat
bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada
proses bimbingan,. Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk
bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang
tertuang pada ayat-ayat berikut :
“Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami
kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak
putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi
saksi). Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan
:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)”. (Al-A’Raf :172)
“Dan hendaklah ada diantara
kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali
Imran:104)
“Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)
Ada beberapa
ayat yang lebih khusus menerangkan tugas seseorang dalam pembinaan agama bagi
keluarganya.
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim:6)
“Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat” (As-Syu’ara:214)
Sedangkan pada beberapa Hadits yang
berkaitan dengan arah perkembangan anak diantaranya :
“Tiap-tiap
anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang
menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Baihaqi)
“Seseorang
supaya mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik
daripada bersedekah satu sha” (HR At Turmudzi)
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah budi
pekertinya” (HR Ibnu Majah)
Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan
konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan
potensial para siswa pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa
tipe konseling berikut ini :
- Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
- Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
- Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
- Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan
demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama
konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan
seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu.
Dalam konsep Islam, pengembangan
diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu
mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu
pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT.
“…niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)
B. Pendekatan Islami Dalam
Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan Islami dapat dikaitkan
dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang
meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan
dengan klien dan konselor.
Bagi pribadi muslim yang berpijak
pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya
adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan
kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan
konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Selalu memiliki Prinsip
Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.
2. Memiliki Prinsip Kepercayaan,
yaitu beriman kepada Malaikat.
3. Memiliki Prinsip Kepemimpinan,
yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4. Selalu memiliki Prinsip
Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al-Qur’an Al Karim.
5. Memiliki Prinsip Masa Depan,
yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6. Memiliki Prinsip Keteraturan,
yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Jika konselor memiliki prinsip
tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan
mengarahkan counselee kearah kebenaran, selanjutnya dalam
pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju
pada kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission
statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah
metode pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima
waktu”, dan ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan
disimbolkan dengan “puasa”. Prinsip dan langkah tersebut penting bagi
pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan
spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal
tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang
melakukan bimbingan dan konseling.
“Dan hendaklah ada diantara
kamu suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, dan menyuruh orang melakukan
yang benar, serta melarang yang mungkar. Merekalah orang yang mencapai
kejayaan.” (Ali Imran : 104)
Pada ayat tersebut memberi
kejelasan bahwa pelaksanaan bimbiungan dan konseling akan mengarahkan seseorang
pada kesuksesan dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai
tersendiri dari Allah SWT. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui
pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie), manusia disebut “homo divians” yaitu
mahluk yang berke-Tuhan-an, berarti manusia dalam sepanjang sejarahnya
senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang
menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium
trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh agama-agama besar di
dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut mahluk beragama (homo
religious), oleh karena itu memiliki naluri agama (instink religious), sesuai
dengan firman Allah SWT :
“Maka hadapkanlah wajahmu
kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan
manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu.
Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
(Ar-Rum : 30)
Pada diri counselee juga
ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan
agama, dengan demikian pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu
(counselee) kearah agamanya, dalam hal ini Agama Islam.
Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa
manusia memerlukan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan
muncullah berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan
(bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga
berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, diantaranya
bimbingan, konseling dan terapi.
Selanjutnya ditemukan bahwa agama, terutama Agama
Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi dimana
filosopinya didasarkan atas ayat-ayat Alquran dan Sunnah Rosul. Proses
pelaksanaan bimbingan, konseling dan psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa
kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di ridai Allah SWT.
Daftar Pustaka
Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab. 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam
Perspektif Islam, Jakarta : Kencana.
Andi Mappiare AT. 2002. Pengantar Konseling dan
Psikoterapi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ary Ginanjar Agustian. 2001. Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi dan Spiritual– ESQ.Jakarta : Penerbit Arga.
Sahilun A. Nasir. 2002. Peranan Pendidikan Agama
Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta :Kalam Mulia.
Zakiah Daradjat. 2001. Kesehatan Mental.
Jakarta : Toko Gunung Agung.
“Tiadakah mereka melakukan perjalanan di muka bumi, sehingga mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka merasa, dan mempunyai telinga yang dengan
itu mereka mendengar? Sungguh, bukanlah matanya yang buta, tetapi yang buta
ialah hatinya, yang ada dalam (rongga) dadanya.” (Al Hajj : 46)
Pendidikan agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil.
Pendidikan tidak hanya berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak
yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang
abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman jiwa percaya kepada Tuhan,
membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan
oleh ajaran agama.
Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan
seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari
pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam
kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap
kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang
baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai
dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan
dalam pembinaan kepribadian.
Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia
yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun
dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri
serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
“Dan demi nafs dan yang
menciptakannya, maka diilhamkan-Nya kepada jiwa tersebut kefasikan dan
ketakwaanya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
merugilah orang yang mengotorinya” (Asy-Syam:7-10)
A. Ajaran
Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling
Bebicara tentang
agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam.
Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan
manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor
yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang
berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton.
Seperti tertuang dalam ayat berikut ini :
“Demi masa. Sungguh manusia
dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling
menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan
kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan kata lain manusia
diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas
manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal
dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
“Berkata orang-orang tiada
beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat dari
Tuhannya?”
Jawablah :”Allah membiarkan
sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepada-Nya.”
(Ar-Ra’d :27)
Dari
ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan
adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya.
Ayat ini menunjukan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun
orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi,
baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat
dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW,
menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam
yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam
pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan,.
Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang
beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat
berikut :
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan
sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka
pahala yang tidak putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan-keturunan
anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab :
Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan yang demikian itu
agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’Raf :172)
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)
Ada beberapa ayat yang lebih
khusus menerangkan tugas seseorang dalam pembinaan agama bagi keluarganya.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”. (At Tahrim:6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”
(As-Syu’ara:214)
Sedangkan pada
beberapa Hadits yang berkaitan dengan arah perkembangan anak diantaranya :
“Tiap-tiap anak itu
dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya
beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Baihaqi)
“Seseorang supaya mendidik
budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik daripada bersedekah
satu sha” (HR At Turmudzi)
“Muliakanlah anak-anakmu
dan perbaikilah budi pekertinya” (HR Ibnu Majah)
Selanjutnya yang berkaitan
dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan
nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa jenjang
pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
- Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
- Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
- Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
- Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan
akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya
timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan
mengenai apakah yang harus diperbuat individu.
Dalam
konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat
disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga
menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia
disisi Allah SWT.
“…niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)
B.
Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan
Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan
bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan
seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor.
Bagi
pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja
keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang
telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah.
Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki
ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.
Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada
Allah SWT.
2.
Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3.
Memiliki Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4.
Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al-Qur’an
Al Karim.
5. Memiliki Prinsip
Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6.
Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Jika
konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan
konseling tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran, selanjutnya dalam
pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju
pada kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission statement
yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode
pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan
ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan
dengan “puasa”. Prinsip dan langkag tersebut penting bagi pembimbing dan
konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ)
yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan
memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang melakukan
bimbingan dan konseling.
“Dan hendaklah ada diantara
kamu suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, dan menyuruh orang melakukan
yang benar, serta melarang yang mungkar. Merekalah orang yang mencapai
kejayaan.” (Ali Imran : 104)
Pada ayat
tersebut memberi kejelasan bahwa pelaksanaan bimbiungan dan konseling akan
mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri
akan mendapat nilai tersendiri dari Allah SWT. Para pembimbing dan konselor
perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie), manusia disebut
“homo divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, bebarti manusia dalam
sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau
hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya
tarik kepadanya (mysterium trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian
oleh agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang
disebut mahluk beragama (homo religious), oleh karena itu memiliki naluri agama
(instink religious), sesuai dengan firman Allah SWT :
“Maka hadapkanlah wajahmu
kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan
manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu.
Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
(Ar-Rum : 30)
Pada diri counselee
juga ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan
dengan agama, dengan demikian pembimbing dan konselor dapat mengarahkan
individu (counselee) kearah agamaya, dalam hal ini Agama Islam.
Dengan
berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan
untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk
pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan (bimbingan), yang sedang
(konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga berkembanglah psikologi
yang memiliki cabang-cabang terapan, diantaranya bimbingan, konseling dan
terapi.
Selanjutnya ditemukan bahwa
agama, terutama Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan,
konselingdan terapi dimana filosopinya didasarkan atas ayat-ayat Alquran dan
Sunnah Rosul. Proses pelaksanaan bimbingan, konseling dan psikoterapi dalam
Islam, tentunya membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di
ridai Allah SWT.
BAB II
KESIMPULAN
Pendidik agama Islam berperan membentuk
manusia-manusia yang percaya dan taqwa
kepada allah SWT,menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan agama harus dimulai dari rumah tangga, sejak sianak
masih kecil yaitu dengan cara menanamkan jiwa percaya kepada tuhan,membiasakan
mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan
kaedah-kaedah yang ditentukan oleh ajaran agama.
A.
Ajaran islam yang berkaitan dengan
bimbingan konseling
Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang
membimbing dan mengarahkan manusia
kearah kebaikan yang hakiki dan juga para nabi sebagai figure konselor yang
sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan jiwa
manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaitan. Kemudian dari pada
itu pendidik-pendidik dan
pengajar-pengajar agama dapat dikatakan sebagai “ bimbinga “ dalam bahasa
pisikologi.
B.
Pendidikan Islam dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling
Para konselor harus memiliki 6 prinsip yaitu:
Prinsip landasan dan prinsip dasar, Prinsip kepercayaan, Prinsip kepemimpinan, Prinsip pembelajaran,
Prinsip masa depan, Prinsip keteraturan.
Atau lebih dikenal dengan sebutan rukun iman,
dengan mengamalkan hal tersebut akan memberikan kepercayaan bagi counselee yang
melakukan Bimbingan Konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh dan Muhbib
Abdul Wahab. 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta :
Kencana.
Andi Mappiare AT. 2002.
Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ary Ginanjar Agustian.
2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual– ESQ.Jakarta
: Penerbit Arga.
Sahilun A. Nasir. 2002. Peranan
Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta :Kalam Mulia.
Zakiah Daradjat. 2001. Kesehatan
Mental. Jakarta : Toko Gunung Agung.
Zakiah Daradjat.
2002. Psikoterapi Islami. Jakarta : Bulan Bintang.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !