BAB I
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Bahaiyah
Kepercayaan
Bahaiyah timbul dalam kalangan kaum Syi’ah Imamiyah di Iran pada abad ke XIX.
Ada seorang Syi’ah
namanya Mirza ‘Ali Muhammad mendakwakan dirinya “Al Bab”. Arti Al Bab ialah
“pintu”.
Dalam istilah kaum
Syi’ah, pintu ialah pintu yang menghubungkan manusia dengan “Imam yang lenyap”
yang akan keluar akhir zaman.
Jadi, Mirza Ali
Muhammad mendakwakan dirinya bahwa ialah yang menjadi pintu bagi kaum Syi’ah
atau bagi seluruh umat Islam yang akan menghubungkan mereka dengan Imam yang
lenyap yang di tunggu kedatangannya pada akhir zaman.
Perkataan “al Bab”
di ambil dari sabda Nabi Muhammad SAW :
Artinya : “Akulah
kota ilmu dan Ali pintunya”.
Jadi pintu yang
sebenarnya adalah Ali, menurut paham Syi’ah. Lantas mirza Ali Muhammad yang di
lahirkan di Sirazi, (Persia) mendakwakan dirinya “al Bab”, dan pengajaran
dinamainya “Babbiyah”. Didakwakannya baha ia selain Imam Mahdi yang di tunggu
(oleh kaum Syi’ah) juga adalah sebagai Khalifah dari Musa, Isa dan Muhammad SAW.
Kelanjutan dari
dakwanya ini ia menerangkan bahwa agama yang tiga semuanya benar, semuanya
datang dari Allah. Karena itu ketiganya harus disatukan, tidak ada Yahudi,
tidak ada Nasrani dan tidak ada Islam. Yang ada ialah “dinullah” (Agama Tuhan).
Ia menyeru manusia
kepada memeluk “agama internasional”. Fatwanya itu menimbulkan heboh di Iran,
sehingga Mirza Ali Muhammad ini ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Syiah
di Tirbriz pada tahun 1853 M.
Sesudah itu murid
dan penganut paham. Mirza Ali Muhammad ini cerai-berai, berserakan lari
puntang-panting, ada yang ke Istambul, ke Adernah, ke Cyprus dan ke ‘Aka di
Palestina.
Murid-muridnya
cerai berai berani itu terus mengembangkan paham Mirza Ali Muhammad di mana
mereka menetap, sehingga tersiar jugalah pengajiannya disekitar Palestina dan
Turki, yang di sebut dengan “Mazhab Babiyah”.
Diantara penganut
paham Babiyah ini adalah seorang bernama Mirza Husein Ali Bahaullah di ‘Aka
Palestina (lahir 1817 M. dan meninggal 1892 M). Ia mendakwakan dirinya wakil
dari Mirza Ali Muhammad al-Bab. Ia mengembangkan ajarannya di ‘Aka sampai akhir
umurnya.
Wakil atau
Khalifah Mirza Ali Muhammad itu, yang bernama Mirza menukar nama Mazhabnya
dengan Bahaiyah, bangsakan kepada dirinya yang bernama Bahaullah.
Jadi kalau
tersebut dalam buku-buku agama ada nama-nama Babiyah, ada nama Bahaiyah maka
itu adalah sama.
Sesudah Mirza
Husein ‘Ali meninggal tahun 1892 M, maka ajarannya diperluas oleh anaknya
bernama Abdul Baha’, dan anaknya ini berjasa mengembangkan paham Bahaiyah ke
Eropah dari Amerika sehingga sekarang paham Bahaiyah agak terdengar di
gelanggangan internasional.
Banyak buku-buku
dalam bahasa Inggris yang terbitkan oleh kaum Bahaiyah di London dan di
Amerika.
Walaupun paham
Bahaiyah ini tidak begitu laku dalam dunia Islam tetapi dalam buku ini
dicantumkan juga guna persediaan payung sebelum hujan dan untuk senjata
penolaknya kalau kebetulan ia datang.
B. I’tiqat Kaum Bahaiyah yang Bertentangan dengan I’tiqat Ahlussunah
Waljama’ah
- Usaha Menyatukan Agama
Kaum Bahaiyah
berusaha menyatukan agama Yahudi,
Nasrani dan Islam, dengan alasan bahwa semuanya itu agama yang datang dari
Tuhan.
Mereka, memajukan
rumusan, bahwa agama yang tiga itu lebih baik disatukan benar, sehingga dapat
dipeluk oleh orang Yahudi, Nasrani dan Islam, yaitu agama internasional.
Dengan jalan
begini permusuhan di dunia akan habis dan peperangan tidak akan ada, karena
orang semuanya satu agama dan sama-sama berTuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
demikian kata Bahaiyah.
Ajaran Bahaiyah
ini dipraktekkan bisa membawa kepada hilangnya semua agama itu, karena
sendi-sendinya sudah digoncangkan dan ajaran-ajarannya sudah di kacaukan.
Ajaran Islam
meminta supaya semuaya masuk Islam, karena agama Islam itulah yang agama akhir
zaman.
Tuhan berfirman :
Artinya : “Bahwasanya Agama pada sisi
Allah ialah Islam”. (Ali-Imran : 19)
- Paham Serba Tuhan
Di dalam majalah
“Nurul Islam” yang diterbitkan oleh Al-Azhar University di Kairo, diterangkan
bahwa kaum Bahaiyah juga menganut paham serba Tuhan.
Dalam Kitab kaum
Bahaiyah yang bernama ‘Al Bayan”, diterangkan sebuah firman Tuhan, entah
darimana didepanny, tidak disebutkan dalam kitab itu, Bunyinya :
Artinya : “Yang
sebenarnya hai makhluk-Nya, bahwasanya engkau adalah Aku”.
Jadi, kelihatannya
dalam ucapan ini bahwa kaum Najariyah menganut paham Wahdatul Wujud, yaitu
persatuan antara makhluk dan Tuhan sebagai yang dianut oleh Ibnu Arabi
al-Hallaj, Syeikh Siti Jenar dan Hamzah Fansuri Tuhan dan makhluk tak mungkin
bersatu.
- Rasul Manifestasi dari Tuhan
Kaum Bahaiyah
mengi’tiqadkan bahwa Rasul-rasul Allah manifestasi dari Tuhan, yakni
Rasul-rasul ituah perwujudan (penjelmaan) Tuhan.
Akan tetapi
Al-Bab, yaitu Mirza Ali Muhammad dan Khalifah Mirza Husein Ali adalah
perwujudan Tuhan yang lebih sempurna, lebih dari Musa, lebih dari Isa dan lebih
dari Muhammad SAW.
Jadi, pada
hakekatnya Tuhan dan Mirza Ali Muhammad adalah satu, sebagaimana persatuannya
antara Tuhan dengan anaknya dan Ruhul Kudus dalam agama Nasrani.
Dalam suatu siarannya, kaum Bahai
mengatakan :
“Sekarang kami
sampaikan kepada saudara berita yang sangat baik. Bergembiralah bahwa Tuhan
telah mengirimkan lagi kepada kita Matahari kebenaran. Ia telah mewujudkan
diri-Nya dalam seorang Besar untuk menyelematkan kita dari semua kesengsaraan
dan duka cita kita. Perwujudan Tuhan zaman ini bernama Bahaullah, yang berarti
kemuliaan atau Cahaya, Tuhan”.
Paham ini adalah
paham yang sangat keliru, yang di tentang oleh paham Islam, karena Tuhan itu
menurut paham Islam adalah Esa, Tunggal, tidak berdua dan tidak bertiga.
Nabi-nabi, Rasul-rasul adalah hamba-Nya atau makhluk-Nya, yang di titahkan-Nya
untuk menyampaikan suruhan aatu larangan-Nya.
Barangsiapa yang
mempercayai bahwa Tuhan dua, atau tiga, atau melahirkan diri pada seseorang
maka keluarlah orang ini dari paham Islam dan keluar pula dari paham
Ahlussunnah wal jama’ah.
Firman Allah dalam Al-Qur’an.
Artinya : “Dan
Tuhan kamu adalah Yang Esa, tiada tuhan Selain Ia”. (Al-Baqarah : 163)
I’tiqad kaum
Bahaiyah yang mengatakan bahwa Rasul-Rasul dan IA sendiri Mirza Ali Muhammad
atau Mirza Husein Ali, semuanya itu perwujudan Tuhan di atas dunia, adalah
i’tiqad yang sesat yang menyelesaikan yang harus dijauhi oleh seluruh umat
Islam.
- Jihad Haram
Kaum Bahaiyah
mengharamkn perang dengan senjata, walaupun perang itu untuk mempertahankan
diri atau mempertahankan agama. Mereka hanya menganjurkan Jihad dengan lisan
saja.
Umapama dikatakan
kepada kaum Bahaiyah, bahwa Nabi Muhammad SAW acap kali perang dengan kafir
Quraisy dan orang-orang Yahudi, maka mereka menjawab bahwa hal itu dibolehkn
pada zaman dulu, zaman Kuno, tetapi pada zaman sekarang, pada abad ke XIX abad
sekarang ini, maka perang itu tak dibutuhkan lagi.
Paham inilah yang
membawa terkenalnya paham Bahaiyah di Eropa dan Amerika, karena paham ini
sesuai dengan selera kaum imperialis yang menjajah negeri-negeri Asia Afrika.
Pada ketika itu
kaum Impelialis Barat sedang menjajah hampir seluruh negeri Islam, dan ummat
Islam di dunia sedang sedang mempersiapkan perlawanan senjata dengan kaum
imperialis untuk mengusir mereka.
- Hampir serupa Dengan I’tiqad Syi’ah
Banyak fatwa dan
pengajaran-pengajaran kaum Bahaiyah yang serupa dengan paham dan pengajaran
Syi’ah. Memang asal mulanya kelahiran Bahaiyah adalah dari kalangan kaum Syi’ah
di Iran, walaupun kaum Syi’ah yang berkuasa menghukum mati pembangun yang pertama
dari paham Bahaiyah ini, yaitu Mirza Ali Muhammad.
Oleh karena itu
ummat Islam harus waspada dengan paham Bahaiyah yang sekarang mulai tumbuh
dalam kalangan orang-orang kita yang intelektuil, akibat pembacaan buku-buku
Bahaiyah yang terbit di Eropa, khususnya dari London.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan
Makalah di atas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa : Ada seorang Syi’ah namanya Mirza ‘Ali Muhammad mendakwakan
dirinya “Al Bab”. Arti Al Bab ialah “pintu”.
Dalam istilah kaum
Syi’ah, pintu ialah pintu yang menghubungkan manusia dengan “Imam yang lenyap”
yang akan keluar akhir zaman.
Jadi, Mirza Ali
Muhammad mendakwakan dirinya bahwa ialah yang menjadi pintu bagi kaum Syi’ah
atau bagi seluruh umat Islam yang akan menghubungkan mereka dengan Imam yang
lenyap yang di tunggu kedatangannya pada akhir zaman.
Sesudah Mirza
Husein ‘Ali meninggal tahun 1892 M, maka ajarannya diperluas oleh anaknya
bernama Abdul Baha’, dan anaknya ini berjasa mengembangkan paham Bahaiyah ke
Eropah dari Amerika sehingga sekarang paham Bahaiyah agak terdengar di
gelanggangan internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Sirajuddin
Abbas, K.H., I’tiqad Ahlussunah
wal-jama’ah, Pustaka Tarbiyah Baru, Jakarta, 2008.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !