BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aliran Murji’ah
Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u,
yang berarti menunda atau menangguhkan. Salah satu aliran teologi Islam yang
muncul pada abad pertama Hijriyah. Pendirinya tidak diketahui dengan pasti,
tetapi Syahristani menyebutkan dalam bukunya Al-Milal wa an-Nihal
(buku tentang perbandingan agama serta sekte-sekte keagamaan dan filsafat)
bahwa orang pertama yang membawa paham Murji’ah adalah Gailan ad-Dimasyqi.[1]
Dalam perjalanan sejarah, aliran ini terpecah menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Tokoh-tokoh kelompok moderat
adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah (Imam Hanafi),
Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits. Kelompok moderat tetap teguh berpegang pada
doktrin Murji’ah diatas. Kelompok ekstrem terbagi lagi ke dalam beberapa
kelompok, seperti Al-Jahamiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah,
Al-Ghailaniyah, As-Saubaniyah, Al-Marisiyah, dan Al-Karamiyah.
Al-Jahamiyah di pelopori oleh Jahm bin Safwan. Menurut paham ini, iman
adalah mempercayai Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan segala sesuatu yang
datangnya dari Allah SWT. Sebaliknya, kafir yaitu tidak mempercayai hal-hal
tersebut diatas. Apaila seseorang sudah mempercayai Allah SWT, rasul-rasul-Nya
dan segala sesuatu yang datang dari Allah SWT, berarti ia mukmin meskipun ia
menyatakan dalam perbuatannya hal-hal yang bertentangan dengan imannya, seperti
berbuat dosa besar, menyembah berhala, dan minum-minuman keras. Golongan ini
juga meyakini bahwa surga dan neraka itu tidak abadi, karena keabadian hanya
bagi Allah SWT semata.
As-Shalihiyah diambil dari nama tokohnya, Abu Hasan As-Shalihi. Sama
dengan pendapat Al-Jahamiyah, golongan ini berkeyakinan bahwa iman adalah
semata-mata hanya ma’rifat kepada Allah SWT, sedangkan kufur (kafir) adalah
sebaliknya. Iman dan kufur itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
Al-Yunusiyah adalah pengikut Yunus bin An-Namiri. Menurut golongan ini,
iman adalah totalitas dari pengetahuan tentang Tuhan, kerendahan hati, dan
tidak takabur; sedang kufur kebalikan dari itu. Iblis dikatakan kafir bukan
karena tidak percaya kepada Tuhan, melainkan karena ketakaburannya. Mereka pun
meyakini bahwa perbuatan jahat dan maksiat sama sekali tidak merusak iman.
Al-Ubaidiyah di pelopori oleh Ubaid Al-Muktaib. Pada dasarnya pendapat
mereka sama dengan sekte Al-Yunusiyah. Pendapatnya yang lain adalah jika
seseorang meninggal dalam keadaan beriman, semua dosa dan perbuatan jahatnya
tidak akan merugikannya. Perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak
iman. Sebaliknya, perbuatan baik, banyak atau sedikit, tidak akan memperbaiki
posisi orang kafir.
B. Ciri-Ciri
Murjiáh
Murji`ah memiliki sekian banyak ciri, dan ada beberapa
ciri yang paling menonjol, di antaranya sebagai berikut.
1.
Mereka berpendapat, iman hanya
sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran dengan hati, atau hanya
penetapan dan pembenaran.
2.
Mereka berpendapat, iman tidak
bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang yang beriman tidak
bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
3.
Mereka mengharamkan istitsn`
(mengucapkan ‘saya beriman insya Allah’) di dalam iman.
4.
Mereka berpendapat, orang yang
meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak
berkurang imannya dan tidak merubahnya.
5.
Mereka membatasi kekufuran hanya
pada pendustaan dengan hati.
6.
Mereka mensifati amal-amal
kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran, seperti menghina dan
mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam).
Aliran
Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul
dari golongan yang tak sepaham dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya
yang bertolak belakang dengan Khowarij. Pengertian murji'ah sendiri
ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan
Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa
besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa
hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam
kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.
Secara garis
besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah:
1.
Pengakuan iman cukup hanya dalam
hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam
perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima
kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan
satu kesatuan.
2.
Selama meyakini 2 kalimah
syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap
perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya
di akhirat.
C.
Ciri-Ciri Seseorang Terlepas Dari Murji’ah,
Menurut Ahlus-Sunnah
Para
ulama Ahlus-Sunnah telah menyebutkan sejumlah ciri yang dapat diketahui bahwa
seseorang terlepas dari bid’ah Irja`, di antaranya ialah:
1.
Mengatakan bahwa iman itu adalah
perkataan dan perbuatan.
Imam Ibnul-Mubarak rahimahullah pernah ditanya: “Engkau berpendapat Irja`?,” maka ia menjawab,“Aku mengatakan bahwa iman itu perkataan dan perbuatan. Bagaimana mungkin aku menjadi Murji`ah?!”
Imam Ibnul-Mubarak rahimahullah pernah ditanya: “Engkau berpendapat Irja`?,” maka ia menjawab,“Aku mengatakan bahwa iman itu perkataan dan perbuatan. Bagaimana mungkin aku menjadi Murji`ah?!”
2.
Mengatakan bahwa iman itu
bertambah dan berkurang.
Imam Ahmad ditanya tentang orang yang mengatakan: “Iman itu bertambah dan berkurang,” maka ia menjawab,“Orang ini telah berlepas diri dari Irja`.”
Imam Ahmad ditanya tentang orang yang mengatakan: “Iman itu bertambah dan berkurang,” maka ia menjawab,“Orang ini telah berlepas diri dari Irja`.”
3.
Mengatakan bahwa maksiat mengurangi iman dan
membahayakannya.
4.
Mengatakan bahwa kekufuran dapat
terjadi dengan perbuatan sebagaimana dapat terjadi dengan keyakinan dan
perkataan. Dan ada di antara amal yang menjadi kufur karena melakukan amal
tersebut tanpa keyakinan, dan menganggap halal perbuatan tersebut.
D. Ciri-Ciri Murji’ah Menurut Ahli Bid’ah Terdahulu
Dahulu
para ahli bid’ah –dari kalangan Khawarij dan selainnya- menuduh Ahlus-Sunnah
wal- Jama’ah dengan irja`, dikarenakan perkataan mereka (Ahlus-Sunnah) bahwa
pelaku dosa besar tidak dikafirkan, kecuali jika dia menghalalkan perbuatan
tersebut. Dan mereka berpendapat, orang yang meninggalkan shalat karena malas
atau meremehkannya tidaklah kafir yang dapat mengeluarkannya dari agama.
Di
antara dali-dalil yang menunjukkan hal itu ialah sebagai berikut.
Pertama. Atsar yang dikeluarkan Ishaq bin Rahawaih dari Syaibân bin Farrûkh, ia berkata: "Aku bertanya kepada ‘Abdullah Ibnul-Mubârak: 'Apa pendapatmu tentang orang yang berzina dan meminum khamr atau selain itu. Apakah ia dikatakan mukmin?’. ‘Abdullah Ibnul Mubârak menjawab,‘Aku tidak mengeluarkannya dari iman,’ maka Syaibân berkata,‘Apakah pada saat tua nanti engkau menjadi Murji`ah?,’ lalu ‘Abdullah Ibnul-Mubârak menjawab,‘Wahai, Aba ‘Abdillah! Sesungguhnya Murji`ah tidak menerimaku, karena aku mengatakan iman itu bertambah, sedangkan Murji`ah tidak mengatakan demikian'.”
Pertama. Atsar yang dikeluarkan Ishaq bin Rahawaih dari Syaibân bin Farrûkh, ia berkata: "Aku bertanya kepada ‘Abdullah Ibnul-Mubârak: 'Apa pendapatmu tentang orang yang berzina dan meminum khamr atau selain itu. Apakah ia dikatakan mukmin?’. ‘Abdullah Ibnul Mubârak menjawab,‘Aku tidak mengeluarkannya dari iman,’ maka Syaibân berkata,‘Apakah pada saat tua nanti engkau menjadi Murji`ah?,’ lalu ‘Abdullah Ibnul-Mubârak menjawab,‘Wahai, Aba ‘Abdillah! Sesungguhnya Murji`ah tidak menerimaku, karena aku mengatakan iman itu bertambah, sedangkan Murji`ah tidak mengatakan demikian'.”
Kedua.
Apa yang disebutkan oleh al-Qâdhi Abul-Fadhl as-Saksaki al-Hanbali (wafat 683
H) dalam kitabnya, al-Burhân: Bahwa ada sekelompok ahlul bid’ah yang dinamakan
dengan al-Mansuriyyah -mereka adalah sahabat dari ‘Abdullah bin Zaid-, mereka
menuduh Ahlus-Sunnah sebagai Murji`ah, karena Ahlus-Sunnah mengatakan, orang
yang meninggalkan shalat, apabila ia tidak mengingkari kewajibannya maka ia
tetap seorang muslim; demikian menurut pendapat yang shahîh dari madzhab Imam
Ahmad.
Mereka
(ahlu bid’ah) mengatakan: “Ini menunjukkan bahwa iman menurut mereka (Ahlus
Sunnah) adalah perkataan tanpa amal.”
ANALISIS
Kata Murji’ah berasal dari kata
bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti menunda atau menangguhkan.
Salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad pertama Hijriyah.
Pendirinya tidak diketahui dengan pasti, tetapi Syahristani menyebutkan dalam
bukunya Al-Milal wa an-Nihal (buku tentang perbandingan agama serta
sekte-sekte keagamaan dan filsafat) bahwa orang pertama yang membawa paham
Murji’ah adalah Gailan ad-Dimasyqi.
As-Shalihiyah diambil dari nama
tokohnya, Abu Hasan As-Shalihi. Sama dengan pendapat Al-Jahamiyah, golongan ini
berkeyakinan bahwa iman adalah semata-mata hanya ma’rifat kepada Allah SWT,
sedangkan kufur (kafir) adalah sebaliknya. Iman dan kufur itu tidak bertambah
dan tidak berkurang.
Aliran Murji'ah adalah aliran Islam
yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya
yang bertolak belakang dengan Khowarij. Pengertian murji'ah sendiri
ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan
Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa
besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa
hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam
kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.
BAB II
KESIMPULAN
Aliran
Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari
golongan yang tak sepaham dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya
yang bertolak belakang dengan Khowarij. Pengertian murji'ah sendiri
ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan
Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa
besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa
hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam
kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.
Secara garis besar, ajaran-ajaran
pokok Murji'ah adalah:
·
Pengakuan iman cukup hanya dalam
hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam
perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima
kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan
satu kesatuan.
·
Selama meyakini 2 kalimah
syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap
perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya
di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Fachrudin, Dr. Fuad Mohd. Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam.
CV. Yasaguna.1990.
Nasution, Harun.Teologi Islam. Penerbit UI. 2008
'Abdul-Akhir Hammad
al-Ghunaimi,Al-Minhah Ilâhiyah fî Tahdzîb
Syarh ath-Thahâwiyah, Darush-Shahabah.1978.
Syaikul-Islam Ibnu
Taimiyyah. Majmu’ Fatâwa, Dar
El-Maárif.2001.
Asy-Syahrastani.
Al-Milal Wan Nihal, Dar
El-Maárif.2000.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !