BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penyusunan
Makalah
Kaum Musyabbihan
atau Mujassimah ini berasal dari
orang-orang yang menganut Mazdhab Hambali, dan kaum Musyabbihah juga digelari
sebagai kaum Musybih (menyerupakan) karena mereka menyimpulkan Tuhan dengan
makhluknya.
Agar lebih memahami tentang kaum
Musyabbihah selanjutnya akan di bahas dalam makalah yang berjudul ‘I’tiqad kaum
musyabbihah (Mujassimah).
B.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu
guna memenuhi tugas dalam mata Kuliah Aswaja. Selain itu pula untuk menambah
wawasan dan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHSAN
A.
Latar Belakang Berdiri dan
Tokoh-Tokohnya
Kaum Musyabbihan artinya kaum yang
menyerupakan. Kaum Musyabbihah digelari kaum Musybih (menyerupakan) karena
mereka menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Mereka mengatakan bahwa Tuhan
Allah bertangan, bermuka, berkaki, bertubuh seperti manusia.[1]
Ada juga orang yang menamakan ini dengan
“Kaum Mujassimah”, yakni kaum yang menumbuhkan, karena mereka menumbuhkan
Tuhan, mengatakan Tuhan bertubuh yang terdiri dari darah, daging, bermuka,
bertangan, berkaki, dan bahkan ada yang mengatakan, bahwa Tuhan itu berkelamin
laki-laki.
Ada juga orang yang menami mereka dengan
“Kaum Hasyawiyah”. Hasyawiyah artinya percakapan omong kosong, percakapan di luar
batas, percakapan hina-dina. Jadi mereka itu adalah “Kaum Omong Kosong”.
Kebanyakana Kaum Musyabbihah atau
Mujassimah ini berasal dari orang-orang yang menganut madzhab Hanbali, tetapi
Imam Ahmad bin Hanbal tidak berkeyakinan dan tidak beri’tiqad sebagaimana
mereka. Imam-imam dan Guru-guru Besar kaum Musyabbihah diantaranya adalah :
1) Abu Abdillah bin Hamid bin
Ali-al-Bogdadi al-Waraq (meninggal 403 H)
2) Qadhi Abu Ja’la Muhammad bin
Husein bin Khalaf bin Farra’ al-Hanbali (meninggal 458 H)
Beliau ini banyak mengarang kitab
Ushuluddin yang banyak memperkatakan tentang Tasybih.
Ada ulama Islam mengatakan : Bahwa : “Aib
yang di buat Abu Ja’la ini tidak dapat dibersihkan dengan air sebanyak air laut
sekalipun”. Rupanya cacat fahamnya terlalu besar.
3) Abu Hasan Ali bin Ubaidillah
bin Nashar az-Zugwani al-Hanbali (meninggal 527 H).
Beliau ini pengarang sebuah buku dalam
Ushuluddin yang bernama “al-Idah”, dimana banyak diterangkan soal tasybih dan
tajsim.
B.
Pokok Ajarannya
1. Tuhan Allah bermuka dan
Bertangan
Kaum Musyabbihah memfatwakan bahwa Tuhan Allah bermuka dan bertangan.
Mereka mengemukakan dua dalil dari ayat Al-Qur’an, begini bunyinya :
Dan Firman Tuhan lagi :
Artinya : “Tangan
Tuhan di atas tangan mereka”. (Al-Fath : 10)
Kaum Musyabbihah mengatakan bahwa dalam
ayat-ayat ini nyata benar bahwa Tuhan mempunyai mukadan itulah yang kekal dan
mempunyai tangan yang lebih tinggi dari tangan manusia.
Seorang ulama’ Islam dari kaum Ahlussunnah
Wal Jama’ah bernama Jamaluddin Ibn al-Jazi al-Hanbali (ini bukan Ibn Qaim
al-Jauzi), telah mengarang sebuah kitab untuk menolak faham Kaum Musyabbihah
ini diberi nama “Daf’u sybahid tasybih war rad’alal Mujassimah” (Penolakan
syubahat tasybih dan penentang kaum Mujassimah)
Kaum Musyabbihah mengartikan ayat-ayat ini
menurut lahirnya saja. Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah menolak faham ini, karena
dalam ayat Qur’an yang lain (Asy-Syura : 11 bahwasanya “tiada yang menyerupai
Tuhan suatu juga”. Kalau ia bermuka dan bertangan maka serupalah dengan
makhluk-Nya, yaitu manusia.
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah perkataan “wajhu” di sini dengan “Dan yang kekal
adalah Zat-Nya yang Qadim” yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
Ayat-ayat kedua menurut Ahlussunah wal
jama’ah berarti : “Kekuasaan Tuhan di atas dari kekuasaan manusia”.
Perkataan “Yaddu” disini diartikan
kekuasaan. Dengan menta’wilkan ayat-ayat ini semacam itu maka sesuailah
fahamnya dengan ayat Syura : 11 tadi, yang mengatakan bahwa tiada yang
menyerupai Tuhan suatu juga.
a.
Tuhan Allah Duduk Bersela
Dia Atas ‘Arsy
Kaum Musyabbihah berpendapat bahwa Tuhan
itu duduk bersela diatas ‘Arsy.
Dalil yang dikemukakan ialah :
Artinya : Ar-Rahman
itu duduk bersela diatas ‘Arsy” (Thaha : 5)
Mereka mengartikan perkataan “Istawa” dengan duduk bersela serupa
selanya manusia.
Kaum Ahlussunnah wal jama’ah mengartikan
perkataan “Istawa”dengan menguasi
atau memerintahi.
Jadi arti ayat ini menurut Ahlussunnah wal jama’ah
begini : “Tuhan yang Rahman menguasai ‘Arsy”.
b.
Tuhan diatas Langit
Kaum Mujassimah atau Kaum Musyabbihah
mengatakan bahwa Tuhan Allah diatas, di atas Langit.
c.
Tuhan Allah bertubuh serupa
Nur
Kaum Musyabbihah mengatakan bahwa Tuhan
itu bertubuh seperti makhluk-Nya dan Tubuh-Nya itu berkilau serupa Nur, cahaya.
I’tiqad kaum Musyabbihah yang mengatakan
bahwa Tuhan itu cahaya adala sesat lagi menyesatkan, karena kalau Tuhan itu
cahaya tentulah tak akan ada siang dan malam, karena Tuhan itu ada pada waktu
siang dan waktu malam, dan bersama siang malam.
Kaum Musyabbihah mengartikan ayat-ayat
secara yang tersurat saja, tanpa memperhatikan yang tersirat dalam arti
ayat-ayat itu. Inilah pangkal kesalahan kaum Musyabbihah atau Mujassimah.
BAB III
ANALISIS
Kaum Musyabbihah memfatwakan bahwa Tuhan
Allah bermuka dan bertangan. Kaum Musyabbihah digelari kaum Musybih
(menyerupakan) karena mereka menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Mereka
mengatakan bahwa Tuhan Allah bertangan, bermuka, berkaki, bertubuh seperti
manusia Kebanyakana Kaum Musyabbihah atau Mujassimah ini berasal dari
orang-orang yang menganut madzhab Hanbali, tetapi Imam Ahmad bin Hanbal tidak
berkeyakinan dan tidak beri’tiqad sebagaimana mereka
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah menolak faham
ini, karena dalam ayat Qur’an yang lain (Asy-Syura : 11 bahwasanya “tiada yang
menyerupai Tuhan suatu juga”. Kalau ia bermuka dan bertangan maka serupalah dengan
makhluk-Nya, yaitu manusia.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari Pembahasan di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa : Kaum Musyabbihan
atau Mujassimah ini berasal dari
orang-orang yang menganut Mazdhab Hambali, dan kaum Musyabbihah juga digelari
sebagai kaum Musybih (menyerupakan) karena mereka menyimpulkan Tuhan dengan
makhluknya.
Kaum Musyabbihah digelari kaum Musybih
(menyerupakan) karena mereka menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Mereka
mengatakan bahwa Tuhan Allah bertangan, bermuka, berkaki, bertubuh seperti
manusia.
Dengan menta’wilkan ayat-ayat ini semacam
itu maka sesuailah fahamnya dengan ayat Syura : 11 tadi, yang mengatakan bahwa
tiada yang menyerupai Tuhan suatu juga.
-
Tuhan Allah Duduk Bersela
Dia Atas ‘Arsy
-
Tuhan diatas Langit
-
Tuhan Allah bertubuh serupa
Nur
DAFTAR
PUSTAKA
Sirajuddin Abbas, K.H., I’tiqad Ahlussunah wal-jama’ah, Pustaka
Tarbiyah Baru, Jakarta,
2008.
Syahrastani, Al-Syaikh, Al-‘Allamah,
Al-Milal wa An-Niha, Dzar Al-Fikr, Beirut,
Vol. I, tt.
Yusran Asmun, Drs., Pengantar Studi Sejarah kebudayaan dan Pemikiran Islam, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta
1996.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !