BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam merupakan
suatu hal yang paling utama bagi warga suatu negara, karena maju dan
keterbelakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat
pendidikanw arga negaranya. Pendidikan agama adalah modal dasar yang merupakan
tenaga penggerak yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa,
karena dengan terselenggaranya pendidikan agama secara baik akan membawa dampak
terhadap pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
Pendidikan Islam bersumber
kepada Al-Qur’and an hadits untuk membentuk manusia yang seutuhnya, yakni
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Allah SWT.
Dengan demikian proses
kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup
manusia dan kemampuan belajar yang dilandasi oleh nilai-nilai Islami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa khalifah Abu Bakar
as-Siddiq (632-634)
Setelah wafat, sebagai
pemimpin umat Islam adalah Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah. Khalifah
adalah pemimpin yang diangkat setelah Nabi SAW wafat untuk menggantikan Nabi
dan melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.[1]
Masa awal kekhalifahan Abu
Bakar diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku
sebagai Nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Untuk memerangi para
pemberontak dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah.
Dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat
dekat Rasulullah dan para hafidz Al-Qur’an. Oleh karena itu, Umar bin Khatab
menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an,
kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan semua tulisan al-Qur’an.
Lembaga untuk belajar membaca
menulis ini disebut dengan kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan
yang di bentuk setelah masjid, kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa
Abu Bakar[2] dan pusat pembelajran pada
masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidikan
adalah para sahabat Rasul. Lembaga pendidikan Islam adalah masjid.
B. Masa Umar bin Khattab
(13-23 H/634-644 M)
Abu Bakar telah menyaksikan
persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Nabi wafat, berdasarkan
hal nilah Abu Bakar menunjuk Umar bin Khatab. Pada masa khalifah Umar bin
Khatab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam
memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa Umar bin Khatab
meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir.
Pada masa khalifah Umar bin
Khatab, sahabat-sahabat tidak diperbolehkan untuk keluar daerah. Jadi, diantara
umat Islam yang ingin belajar hadits harus pergi k e Madinah, karena penyebaran
ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di
Madinah.[3]
Dengan meluasnya wilayah Islam
sampai keluar jazirah Arab, untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para
penglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendakknya
mereka dirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah
pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab melakukan penyuluhan pendidikan di
kota Madinah, juga menerapkan pendidikan
di masjid-masjid dan pasar-pasar serta menunjuk guru untuk mengajarkan isi dari
al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti fikih Islam.
Di antara sahabat-sahabat yang
ditunjuk oleh Umar bin Khatab ke daerah adalah Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran
bin al-Hashim. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi
Jabalah dikirim ke Mesir.
C. Masa khalifah Utsman bin
Affan (23-35 H/ 644-656 M)
Nama lengkapnya adalah Utsman
bin Abil Ash bin Umaiyah. Beliau masuk Islam atas seruan Abu Bakar. Utsman
diangkat sebagai khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh
khalifah Umar bin Khatab menjelasng beliau akan meninggal. Penitia yang enam
adalah Utsman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi
Waqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf.
Khalifah Utsman memerintahkan
kepada tim untuk penyalinan al-Qur’an, adapun tim tersebut adalah Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits.
Bila terjadi pertikaian
bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an
ini diturunkan menurut dialek mereka sesuai dengan lisan Quraisy. Zaid bin
Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy.
D. Masa Khalifah Ali bin Abi
Thalib (35-40 H/656-661 M)
Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Mutalib adalah putra dari paman Rasulullah dan suami dari Fatimah akan
Rasulullah. Ali terkenal sebagai anak yang mula-mula beriman kepada Rasulullah.
Ali adalah khalifah yang
keempat setelah Utsman bin Affan. Pada pemerintahanna sudah diguncang
peperangan dengan Aisayah beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena
kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Utsman, peperangan di antara
mereka disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta.
Muawiyah sebagai gubernur di
Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut
dengan peperangan Shiffin, karena terjadi di Shiffin.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan pada masa Abu Bakar
tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa Rasulullah. Pada masa khalifah
Umar bin Khatab, pendidikan sudah lebih meningkat di mana pada masa Khalifah
Umar guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk megajar ke daerah-daerah yang
baru ditaklukkan. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, pendidikan diserahkan
pada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah
dibolehkan ke daerah-daerah untuk mengajar. Pada masa khalifah Ali bin Abi
Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini disebabkan pemerintahan Ali
selalu dilanda konflik yang berujung kepada kekacauan.
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001
Asama Hasan Fahmi, Sejarah
dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta. Bulan Bintang, tt
Sukarno dan Ahmad Supardi. Sejarah
dan Filsafat Islam. Bandung, Angkasa. tth
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !