BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam lembaran sejarah Islam, setiap akad
kita akan menemukan tokoh besar yang mendapatkan status mujaddid. Ini sesuai
dengan hadits Rasul yang menyatakan bahwa setiap 100 Tahun. Allah akan
mengirimkan pembaru di kalangan umat Islam.[1]
Pada abad ke-12 M/16 H ada seorang ulama yang berhasil memadukan antara syarat
dan sufisme secara praktis dan aplikatif. Ulama tersebut adalah Syekh Abdul
Qodir Al-Jaelani. Jika nama Al-Ghazali di kenal alam studi tasawuf secsara
akademik melalui kitab-kitab teori sufinya, nama Al-Jaelai lebih memberi karena
ajaran amaliyahnya. Sehingga dalam masyarakat muslim, namanya sangat populer,
serta selalu disebut dalam setiap acara-acara keagamaan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik
pertanyaan sebagai berikut :
- Apakah tasawuf itu ?
- Siapakah Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani ?
- Bagaimanakah ajaran tasawuf yang di kembangkan Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani ?
1.3 Tujuan
Agar masyarakat muslim mengetahui
bagaimana tasawuf yang di kembangkan oleh Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Syek Abdul Qadir
Al-Jaelani
Nama lengkapnya
adalah Sayyid Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir Ibn Abi Shalih Musa Zangi
Dausat al-Jaelani. Syekh Abdul Qadir di lahirkan di desa Nif atau Naif.
Termasuk pada distik Jailan (disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan atau Al
Jil), Kurdistan selatan, terletak 150 Km sebelah timur laut kota Baghdad di
Selata laut kaspa, Irak.
Ia dilahirkan pada
waktu fajar, senin, 1 Ramadhan 470 H. Bertepatan dengan tahun 1077 M. Syekh
Abdul Qodir al-Jaelani merupakan mujtahid abad ke-14.
Keistimewaan Syekh
Abdul Qodir Al-Jaelani sudah tampak ketika dilahirkan. Konon, ketika
mengandung, ibunya sudah berusia 60 tahun. Sebuah usia yang sangat rawan untuk
melahirkan. Bahkan, ketika di lahirkan yang bertepatan dengan bulan ramadhan.
Syek Abdul Qadir Al-Jaelani tidak mau menyusu sejak terbit fajar hingga
maghrib.
Menurut Muslim
Jerman, Mehmed Ali Aini menyebut Al-Jailani sebagi orang yang suci terbesar di
dunia Islam.[2] Namun kebesaran Al-Jailani
bukan semata-ma karena faktor nasab dan keturunan. Ia termasuk pemuda yang
cerdas. Pendiam, berbudi pekerti, jujur dan berbakti kepada orang tua. Selain
itu kemashuran namanya karena kepribadiannya dalam menguasai beberapa ilmu
pengetahuan, terutama dalam bidang agama. Ia menguasai ilmu fiqih dan ushul
fiqih. Kaidah menguasai mazhab Hanafi ia pernah menjadi mufti Mazhab Syafi’i di
Baghdad. Ia juga dikenal sebagai seorang yang alim dan wara’. Hal ini sesuai
dengan ajaran sufi yang di pelajarinya. Ia suka tirakat, melakukan riyadhah dan
mujahadah melawan.
2.2 Sejarah Timbulnya Tarekat
Harun Nasution
menyatakan bahwa setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya di
katakan sesat, tasawuf berkembang di dunia Islam, tetapi berkembangnya melalui
sistem tarekat.
Asal kata tarekat
dalam bahasa arab ialah thariqah yang berarti jalan, keadaan, aliran,
atau gari pada sesuatu.[3]
Jadi tarekat dapat diartikan dengan
jalan yang harus ditempuh oleh seseorang calon sufi yang tujuannya berada
sedekat mungkin dengan Allah SWT.
Tharikat kemudian
mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarekat mempunyai Syekh, Upacara
ritual, dan bentuk dzikir yang berbeda-beda.[4]
Di tijjau dari
segi Historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu
lembaga, sulit di ketahui dengan pasti. Namun Dr. Kamil Musthofa Asy-Syiti
dalam thesisnya tentang gerakan tasawuf, mengungkapkan tokoh Islam pertama yang
memperkenalkan sistem tariqat
adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani di
Baghdad.
Ajaran tarekatnya
menyebar luas di Aljazair, Ghinia dan Jawa Tarekat yang di dirikan Syekh Abdul
Qadir Al-Jaelani bernama tarekat qadariyah menekankan pada dzikir (terutama
melantunkan asma Allah berualng-ulang) dalam pelaksanaannya terdapat berbagai
tingkatan penekanan dan intensitas. Ada dzikir yang terdiri atas satu, dua,
tiga, dan empat. Dzikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang-ulang
asma Allah melalui tarikat napas panjang yang kuat, seakan dilela dari tempat
yang tinggi, di ikuti dan penekanan dan jantung dan tenggorokan, kemudian
dihentikan sehingga napas kembali normal.
Dalam
perkembangannya tarekat-tarekat diseluruh dunia dibagi menjadi kelompok
mukhtabaroh dan ghoiru mukhtabaroh.
Kelompok tarekat
yang tergolong muktaroh antara lain qodariya Naqsabandiyah, Syaziliah dan
lain-lain.
Mukhtabaroh adalah
tarekat-tarikat yang ajarannya sesuai dengan doktrin islam (Al-Qur’an dan
As-sunnah).
2.3 Amalan-amalan yang di
kerjakan Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani.
Syekh Abdul Qadir
Al-Jaelani di kenal sebagai pelaku sufi yang mukhlis (ikhlas). Ia rutin
mengamalkan wirid dan dzikir, kegiatan wirid dan dzikir biasanya dilakukan
setelah sholat sunnah, baik siang ataupun malam hari.
Namun demikian ia
juga sering melakukannya setelah sholat fardhu.
Sholat-sholat
sunnah yang sering dikerjakan Al-Jaelani ini setiap hari meliputi :
- Sholat witir (3 ra’aat)
- Sholat witir ( raka’at)
- Sholat fajar
- Sholat Isyroq (setelah matahari terbit)
- Sholat Isti’adah
- Sholat Istikharah
- Sholat Dhua
- Sholat Kaffarah li al-gaul
- Sholat Tasbih
Sedangkan dzikir kesehariannya antara lain
:
- Membaca Al-Qur’an paling sedikit 200 ayat
- Surat Al-Ikhlas 100 kali
- Sholawat 100 kali
- Sayyidaul Istighfar 100 x
- Tahlil 100 x
Menurut Syekh
Abdul Qadir Al-Jaelani maqam-maqam yang harus dilewati seorang pencari
kesadaran (Mutasawwif) illahiyyah adalah :
-
Maqam taubat
-
zuhud
-
Tawakkal
-
Syukur
-
Sabar
-
Ridho
-
Jujur
-
Ma’rifat
Pada perkembangan
pengikut Abdul Qadir Al-Jaelani sering menggunakan manabit sebagai rasa untuk
menghormatinya.
2.4 Karya-karya Syekh Abdul
Qadir Al-Jaelani
Karya-karya yang
paling masykur adalah Al-Ghunya li Thalibi Thariqi al-Haqq (kecukupan bagi para
pencari kebenaran), didalamnya termuat khotbah-khotbah sang sufi mengenai
ibadah dan akhlak, cerita-cerita tentang etika, serta keterangan mengenai 73
aliran-aliran Islam yang terbagi menjadi 10 bagian.
Beberapa karya
lainnya adalah Al-Fath al-Rabbany yag berisi 62 Khotbah (1150 – 1152 M).
Karya utuhnya
mengenai seluk beluk tasawufnya berjudul Sirr al-Asrar fi ma yahtaju ilayhi
al-arbr (rahasia terdalam dari segala rahasia dalam menjelaskan yang di
perlukan oleh ahli kebajikan).
Di dalamnya
dibahas secara menyeluruh tentang syarikat, tarikat, dan hakekat. Berisi satu
mukaddimah dengan 24 pasal baik teologi kalam, ushul fiqih, maupun tasawuf.
Kitab ini menjadi rujukan pokok pengajian tasawuf pada ribath Qodariyah
nasabandiyah Jabal Qubais, Mekah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Analisis
Pada zaman
sekarang ini banyak orang yang menempuh jalan sufi, yang pada hakikatnya
terkadang mereka belum mengetahui ilmu-ilmu tasawuf dan syariat yang
benar-benar. Akibatnya mereka mengkira-kira cara beribadah orang lain, sebagai
contoh yang terjadi pada murid-murid Syekh Ismail Minangkabau. Mereka mencela
dzikir Allah, mereka orang yang tidak masuk tarekat. Padahal hal yang semacam
itu ada dalam ajaran tarekat yang di kembangkan al-Jaelani.
Maka di dari itu
lalu kita akan mencela orang lain, pikirkanlah terlebih dahuu dan jangan
gegabah mengambil keputusan. Makalah ini dibuat agar kita semakin mempertebal
iman kita dan selalu melakukan perbuatan amaliah sesuai dengan ahli sunnah wal
jama’ah.
3.2 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan
:
Syeikh Abdul Qodir
Al-Jaelani bernama lengkap Sayyid Muhyidin Abu Abdul Qodir ibn Ala’ Shahih
Musa Zhangi Dausat Al-Jailani (1077
M). Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani di
sebut juga dengan Quthulaul Auliya’ serta Ghatsul a’dam. Konsep tasawuf yang di
kembangkan adalah sistem tarekat. Salah satu tarekat yang terpelopor adalah
tarekat naqsabandiyyah.
Tarekat
naqsabandiyah menekankan pada dzikir kepada Allah dan Sunnah-sunnah Rasulullah
SAW.
Dalam
perkembangannya, Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani banyak mendapat pengikut, hal ini
karena Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani mampu menyelaraskan antara Syariah dan
tarekat.
3.3 Saran
Di abad 21 ini
banyak sekali orang-orang yang mengambil jalan sufi tetapi belum mengetahui
benar tentang ajaran tasawuf atau ilmu syari’at, tetapi tiba-tiba taklid dan
ikut melakukan riyadah tarikat, untuk hal semacam ini sebaiknya jangan
mengikuti sebab dikhawatirkan ia tidak pernah tahu, apakah tarikat itu
benar-benar berjalan diatas al-Qur’an dan As-sunnah atau malah mungkin
menyimpang (penuh dengan bid’ah).
DAFTAR PUSTAKA
Abu daud, Sunan,
Jilid II
Ali Aini, Mehmed,
(UN Grand Saint del Islam) Abdul Al-Kadir Guilani, Paris, 1961
Bachtiar, Amsal,
Tarekat Qodariyah :
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !