Headlines News :

Lomba Blog BPJS Ketenagakerjaan

Home » » sunah dan bid'ah

sunah dan bid'ah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sunnah merupakan hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an. Mengkaji dan mempelajari sunnah itu sangat penting karena merupakan pelengkap dari pada al-Qur’an.
Memahami sunnah intinya agar dapat membedakan antara sunnah atau bukan sunnah (Bid’ah).
Bid’ah berarti mengada-ada, maka dari itu intinya memahami dan mengkaji tentang bid’ah agar bisa membedakan mana yang bid’ah khasanah dan dholalah.

B.     Makna Sunnah dan Bid’ah
-          Sunnah bermakna jalan atau tata cara.
-          Dan bid’ah bermakna sesuatu yang di ada-adakan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sunnah
Secara etimologis, kata sunnah berarti jalan atau tata cara yang telah mentradisi. Sunnah juga berarti praktek yang di ikuti, arah, model perilaku atau tindakan, ketentuan dan peraturan.
Di sisi lain sunnah juga diartikan sebagai penengah di antara beberapa extoimitas, atau midle way (jalan tengah).
Di dalam al-Qur’an kata sunnah di sebut sebanyak enam belas kali termasuk sunah (bentuk pluralnya). Kata sunnah dalam Al-Qur’an di gunakan untuk beberapa konteks yang secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua hal yakni yang berkenaan dengan ketetapan orang-orang terdahulu (sunnah Al-Awwalin) dan ketetapan Allah SWT (Sunatullah).
-          Sunnah Al-Awwalin adalah berarti kejadian yang menimpa pada orang-orang terdahulu.
-          Sunnatullah mengandung arti ketentuan Allah, cara-cara atau aturan yang berlaku bagi makhluk-Nya.
Kata sunnah juga banyak di jumpai dalam sabda Nabi Seperti :

Artinya : “Barang siapa yang enggan dengan sunnahku maka ia tidak termasuk golonganku”. (H.R. Ahmad).
Sunnah dalam hadits ini berarti tata cara, yakni barang siapa yang tidak mengambil tata cara Nabi berarti bukan termasuk golongan nabi.[1]
Kata sunnah juga di gunakan sebagai istilah teknis dalam berbagai disiplin ilmu ke Islaman. Ulama’ Muhaditsin memberikan terminologis sunnah sebagai berikut :
Segala sesuatu yang berasal dari nabi Muhammad SAW berupa perkataan, ketetapan, karakeristik, etik dan fisik atau sejarah, baik sebelum kenabian, seperti menyendiri di gua hiro maupun sesudahnya.
Di sisi lain para ulama’ usuliyyin mendefinisikan sunnah sebagai berikut : segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi selain Al-Qur’an berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan yang menghasilkan dalil bagi hukum syari’at. Sedangkan ulama’ fiqih memberikan definisi sunnah adalah segala sesuatu yang di tetapkan dari Rasulullah yang tidak termasuk kategori fardhu dan tidak wajib.
Perbedaan definisi di kalangan ulama’ mengenai sunnah tersebut muncul karena perbedaan sudut pandangan mereka dalam memahami kedudukan Rasulullah, ulama’ muhaditsin melihat pengertin sunnah bahwa Rasulullah adalah sosok pemimpin dan pemberi tauladan yang baik, sehingga mereka  mengambil apa saja yang berkaitan dengan Nabi, baik berupa sejarah, budi pekerti, berita-berita, sabda-sabda maupun tindakannya, baik yang mengandung ketentuan hukum maupun tidak.
Di sisi lain ulama’ Usuliyyin semata-mata meninjau sunnah dalam perspektif bahwa Rasulullah adalah legistor syari’ah. Yang menetapkan dasar hukum bagi para Mujtahid dan yang menjelaskan kaedah hidup bagi manusia. Oleh karena itu mereka hanya memperhatikan sabda, perbuatan dan persetujuan beliau dalam konteks legislasi hukum dan pengukuhannya.
Dalam pengertian khusus termasuk sunnah di tujukan kepada perkataan, perbuatan dan takrir (ketentuan) Rasulullah. Oleh karena itu sunnah identik dengan hadits.
Kadang-kadang sunnah di tujukan kepada realitas praktis dalam menerapkan syari’at pada masa kenabian. Artinya kondisi yang di praktikan oleh umat Islam pada periode awal.

B.     Bid’ah
1.      Pengertian Bid’ah
Menurut para ulama’, Bid’ah berarti segala sesuatu yang di ada-adakan dalam bentuk yang belum ada dari Nabi Muhammad SAW, sahabat, generasi sesudahnya. Artinya segala perbuatan yang di ada-adakan dalam ajaran agama tanpa ada landasan syari’at.[2]
Menurut Imam Syafi’i : Bid’ah adalah segala hal yang baru yang terdapat setelah masa Rasulullah, khulafatur Rasiddin, Ibn Rojab al-Hanbali seorang fuqaha mengatakan/mendefinisikan bahwa bid’ah adalah sesuatu yang baru yang tidak ada dasar syari’atnya. Sedangkan Syatibi seorang fuqaha juga menyatakan bahwa : bid’ah adalah sesuatu thariqah atau metode yang di ciptakan menyerupai syari’at dalam ajaran agama untuk di kerjakan sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Menurut Ushul Fiqh, Bid’ah di klasifikasikan menjadi dua bagian :
  1. Bid’ah meliputi segala sesuatu yang di ada-adakan dalam bidang ibadah saja. Bid’ah dalam pengertian ini adalah segala urusan yang sengaja di ada-adakan dalam yang di pandang menyamai syari’at agama, dan mengerjakan secara berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah SWT.
  2. Bid’ah yang meliputi segala urusan yang sengaja di ada-adakan dalam agama, baik yang berkaitan dengan urusan-urusan ibadah maupun urusan adat.
Para ulama’ mengklasifikasikan bid’ah menurut bahasa menjadi dua bagian : yakni :
-    Bid’ah hasanah (inovasi yang baik) dan
-    Bid’ah sayyiah (inovasi yang jelek).
Bid’ah hasanah di klasifikasikan lagi menjadi :
-          Bid’ah wajibah
-          Bid’ah mandubah dan
-          Bid’ah mubah
Bid’ah sayyiah di klasifikasikan menjadi dua yakni :
-          Bid’ah makruhah dan
-          Bid’ah muharomah
Bid’ah wajibah adalah segala perbuatan yang masuk dalam kategori kaedah wajib dan masuk juga dalam kehendak agama. Misalnya : mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushab atau menetapkan kaedah untuk menggali hukum Al-Qur’an . perbuatan ini dianggap sebagai bid’ah karena tidak ada praktek dan contoh pada masa Rasulullah SAW.
Bid’ah mandhubah adalah segala perbautan yang masuk dalam kategori kaedah nadb (sunnah) misalnya : mengerjakan sholat tarawih secara berjama’ah pada bulan Ramadhan. Perbuatan ini masuk dalam kategori bid’ah, karena tidak pernah di lakukan oleh Rasulullah SAW. Inovasi shalat tarawih berjama’ah tersebut pertama kali di lakukan oleh Umar Ibn Khotob.
Bid’ah Mubahah adalah segala perbuatan yang termasuk dalam kategori perbuatan yang di bolehkan (mubah) seperti menggunakan pengeras suarat untuk adzan.
Bid’ah makruhah adalah segala perbuatan/pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori perbuatan yang di benci (makruh) misalnya : menambah-nambah perbuatan sunnah yang sudah ada batasnya.
Bid’ah mukaramah  adalah segala perbuatan yang termasuk kedalam kategori yang di haramkan, seperti melakukan perbuatan –perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Bid’ah ini di sebut bid’ah Hakikiyah (Bid’ah dalam ibadah).
Sementara para ulama yang memandang bid’ah dari aspek syari’at membagi bid’ah kedalam dua jenis, yakni : bid’ah Al-Adiyah (bid’ah dalam kebiasaan/adat sehari-hari) dan bid’ah ta’abudiyah (bid’ah dalam ibadah).
Bid’ah al-Adiyah adalah adat kebiasaan dunia yang telah di serahkan oleh Rasulullah kepada umatnya di laksanakan atau di tinggalkan, sebagai mana sabdanya : “Kamu lebih tahu dengan urusan duniamu” (H.R. Muslim). Jadi menurut kelompok ini bid’ah dalam arti sebenarnya adalah hanya terbatas pada hal-hal yang menyangkut ibadah.
Kelompok ini memandang bahwa pengertian bid’ah wajibah dan mandhubah, sebagai mana di kemukakan oleh paa ulama’ dalam aspek kebahasaan, di anggap sebagai al-Maslahah al-Mursalah. Oleh karena itu, mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an dan sunnah tidak dianggap sebagai perbuatan bid’ah, tetapi merupakan salah satu bentuk al-Maslahah al-Mursalah.
Menurut Al-Syatibi, bid’ah dapat di golongkan atas dua macam, yakni : bid’ah haqiqiyah (bid’ah hakiki) dan bid’ah idafiyah (bid’ah karena hal lain).
Bid’ah haqiqiyah adalah segala sesuatu yang tidak ada dasar rujukannya dalam syari’at baik dari Al-Qur’an, sunnah, ijma’ maupun dalil-dalil lain, yang biasa di gunakan sebagai pedoman ulama’ dalam menetapkan hukum, contoh : menghalalkan yang haram dan sebaliknya dan menciptakan ibadah di luar ketentuan syara’.
Bid’ah idafiyah yaitu sesuatu yang di anggap sebagai bid’ah berdasarkan salah satu sisinya ; artinya dari sisi pertama tidak termasuk bid’ah tetapi dari sisi lain merupakan bid’ah, seperti : ibadah merupakan sunnah Rasulullah tetapi mengkususkan satu hari untuk ibadah, adalah bid’ah.
Menurut Izzat Ali Id Aliyah, bid’ah dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk yaitu :
    1. Bid’ah I’tiqadiyah (bid’ah dalam keyakinan) yaitu bid’ah karena menganut keyakinan yng tidak sesuai dengan keyakinan yang di bawa oleh Rasulullah seperti : bid’ahnya keyakinan kelompok mujassimah (golongan yang menganut paham antaropomorfisme). Kaum khawarij dan lain-lain.
    2. Bid’ah Qualiyah (bid’ah ucapan) yakni suatu bid’ah karena mengubah atau memalsukan ucapan nabi SAW seperti mengubah hadits tentang kewajiban membayar zakat yang di tetapkan Rasulullah.
    3. Bid’ah amaliah (bid’ah dalam perbuatan), yaitu bid’ah karena menentang perbuatan Rasulullah SAW dalam hadits-haditsnya.

ANALISIS


  1. Sunnah merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an, sunnah di pandang sebagai pelengkap hukum yang kedua setelah al-Qur’an oleh sebab itu, mengklasifikasi dan mendalami isi sunnh di pandang sangat perlu sekali agar mengetahui perilaku Rasulullah sebagai uswatun khasanah, sehingga kita bisa meniru serta mengikutinya dengan benar dan hakiki.
  2. Bid’ah merupakan hal yang sangat membahayakan umat Islam bila tidak bisa menganalisa dengan seksama. Oleh sebab itu dengan adanya mempelajari dan mengkaji tentang bid’ah hendaklah kita bisa membedakan dan menikah mana yang bid’ah merupakan hasanah dan menikah mana yang bid’ah merupakan hasanah dan dolalah.
-          Mengkaji materi tentang bid’ah di pandangan sangat perlu sekali bagi kita supaya tidak terbelenggu dalam syari’at yang bukan sebenarnya. Menurut syari’at agama kita.

BAB III
KESIMPULAN


  1. Sunnah : secara etimologis berarti jalan atau tata cara yang telah mentradisi.
  2. Dalam al-Qur’an kata sunnah di gunakan untuk beberapa konteks yang secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua hal yaitu :
a.       Sunnah al-awwalin adalah sunnah yang berarti ke jadikan yang menimpa pda orang-orang terdahulu.
b.      Sunnatullah yang mengandung arti ketentuan Allah SWT (cara atau aturan yang berlaku bagi makhluknya).
  1. Para ulama’ usuliyyin mendefinisikan sunnah sebagai berikut :
-          Sunnah adalah segala sesuaty yang di sandarkan kepada nabi SAW selain al-Qur’an berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang menghasilkan dalil-dalil bagi huum syariat. Sedangkan ulama’ fiqih memberikan definisi sebagai berikut : sunnah adalah segala sesuatu yang di tetapkan dari Rasulullah yang tidak termasuk kategori fardhu dan tidak wajib.
  1. Menurut para ulama’, bid’ah berarti segala sesuatu yang di ada-adakan dalam bentuk yang belum ada dari Nabi Muhammad SAW, sahabat, generasi sesudahnya. Artinya segala perbuatan yang di ada-adakan dalam ajaran tanpa ada landasan syari’at.
  2. Para ulama’ mengklasifikasikan bid’ah menurut bahasa menjadi dua bagian :
a.       Bid’ah hasanah,  yaitu inovasi yang baik
b.      Bid’ah sayyiah, yakni inovasi yang jelek.

DAFTAR PUSTAKA


Islam Ahlu sunnah wal jama’ah di Indonesia, Pustaka Ma’arif NU
Drs. Mustadjib M.A. dkk, Aqidah Akhlak H. UT, 1996
KBBI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1990


[1] K.H. Muhammad Ahmad – Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadits : CVPustaka Setia, Bandung, 2000, Hlm. 12
[2] Drs. Mahjuddin, M.Pd.I, Masailul Fiqhiyyah berbagai kasus yang dihadapi ”Hukum Islam” Masa Kini : Kalam Mulia, Jakarta, 2009, hlm. 32
Share this article :

1 comment:

kirimkan komentar anda di sini

Blog Archive

Followers

Search This Blog

Blogger Themes

Random Post

Bagaimana Pendapat Anda dengan Blog ini?

Trending Topik

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified
SELAMAT DATANG
script>
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Berbagai Kumpulan Makalah - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template