BAB I
PEMBAHASAN
Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai system kepercayaan,
bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang bersumber
pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu
kebenaran lewat akal piker (logos) tidak berlaku, yang berlaku
hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos (dongeng-dongeng).
Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli piker yang menentang adanya
mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tentang misteri alam semesta ini
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikain ini sebagai
suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal
piker dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaya para ahli piker
untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan berpikir ini kemudian banyak orang
yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal piker secara
murni. Maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle, yang nantinya
dapat dijadkan sebagai landasan peradaban dunia.
Terdapat tiga factor yang menjadikan filsafat Yunani lahir, yaitu;
- Bangsa Yunani yang kaya akan mitos (dongeng)
- Karya sastra Yunani yang dapat diangganp sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani
- Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di Lembah Sungai Nil.
A.
Yunani Kuno
Periode Yunani Kuno ini laim disebut periode filsafat alam. Dikatakan
demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli piker
alam, di mana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di
sekitarnya.
Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah
kota perantau Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap
alam yang penuh nuansa dan ritue dan berusaha mencari jawaban atas apa yang
dibelakang semua misteri itu.[1]
1.
Thales (625-545 SM)
Thales sebagai salah satu dari tujuh orang
bijaksana (Seven Wise Men of Greece). Aristoteles memberikan gelar The
Father of Philosophy.[2]
Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi
yang mempertanyakan asal mula, sifat dasar dan struktur komposisi dari alam
semesta. Menurut pendapatnya, semua yang berasal dari air sebagai materi dasar
kosmis. Juga mengembangkan astronomi dan
matematika dengan mengemukakan pendapat, bahwa bulan bersinar karena
memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, dan adalah
bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki adalah sama besarnya.
Dengan demikian, Thales merupakan ahli matematika yang pertama dan juga sebagai
the father of deductive reasoning (bapak penalaran deduktif).
2.
Anaximandros (640-546 SM)
Ia adalah orang pertama yang mengarang suatu
traktat dalam kesusastraan Yunani, dan berjasa dalam bidang astronomi,
geografi. Sehingga ia sebagai orang pertama yang membuat peta bumi.
Pemikirannya, dalam memberikan pendapat
tentang arche (asas pertama alam semesta), ia tidak menunjuk pada salah
satu unsure yang dapat diamati oleh indera, akan tetapi ia menunjuk dan memilih
pada sesuatu yang tidak dapat diamati indera, yaitu to apeiron, sebagai
sesuatu yang tidak terbatas, abad sifatnya, tidak berubah-ubah, ada pada
segala-galanya dan sesuatu yang paling dalam.
3.
Pythagoras (± 572-497 SM)
Pemikirannya, substansi dari semua benda
adalah bilangan, dan segala gejala alam merupakan pengungkapan inderawi dari
perbandingan-perbandingan matematis. Bilangan merupakan inti sari dan dasar
pokok dari sifat-sifat benda (number rules the universe = bilangan
memerintah jagat raya).
4.
Xenophanes (570-? SM)
Pendapatnya yang temuat dalam kritik terhadap
Homerus dan Herodotus, ia membantah adanya antropomorfisme Tuhan-Tuhan, yaitu
Tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan) manusia.
5.
Heraclitos (535-475 SM)
Pemikiran filsafatnya terkenal dengan
filsafat menjadi. Ia mengemukakan bahwa segala sesuatunya (yang ada itu) sedang
menjadi dan selalu berubah. Sehingga ucapannya yang terkenal; Panta rhei kai
uden menci, artinya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai, dan
tidak satu orang pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali. Alasannya, oleh
karena air sungai yang pertama telah mengalir, berganti dengan air yang berada
di belakangnya. Demikian juga, dengan segala yang ada, tidak ada yang tetap,
semuanya berubah. Akhirnya, dikatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah
menjadi, maka filsafatnya dikatakan filsafat menjadi.
6.
Parmenides (540-473 SM)
Menurut pendapatnya, apa yang disebut sebagai
realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Hal ini berbeda dengan pendapat
Heracleitos, yaitu bahwa realitas adalah gerak dan perubahan.
7.
Zeno (± 490-430 SM)
Menurut Aristoteles, Zenolah yang menemukan
dialektika, yaitu suatu argumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengandaian
atau hipotesa, dan dari hipotesa tersebut di tarik suatu kesimpulan.
8.
Empedocles (490-435 SM)
Empedocles sependapat dengan Parmenides,
bahwa alam semesta di dalamnya tidak ada hal yang dilahriakn secara baru dan
tidak ada hal yang hilang. Ia tidak setuju dengan konsep ruang kosong, akan
tetapi ia mempertahankan adanya pluralitas dan perubahan dari hasil pengamatan
indera. Realitas tersusun oleh empat unsure; yaitu, Api, udara, tanah dan air.
9.
Anaxagoras (± 499-420 SM)
Pemikirannya, realitas bukanlah satu, akan
tetapi terdiri dari banyak unsure dan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu atom. Atom
ini sebagai bagian yang terkecil dari materi sehingga tidak dapat terlihat dan
jumlahnya tidak terhingga.
10. Democritos (460-370 SM)
Pemikirannya, bahwa realitas bukanlah satu,
tetapi terdiri dari banyak unsure, dan jumlahnya tak terhingga. Unsure-unsur
tersebut merupakan bagian materi yang sangat kecil, sehingga indera kita tidak
mampu mengamatinya dan tidak dapat dibagi lagi. Unsure-unsur tersebut dikatakan
sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain karena tiga hal; bentuknya,
urutannya dan posisinya. Atom-atom ini tidak dijadikan dan tidak dapat
dimusnahkan, tidak berubah, dan tidak berkualitas.
B.
Yunani Klasik
Aliran yang mengawali periode Yunani Klasik ini adalah Sofisme. Penamaan
aliran Sofisme ini berasal dari kata sophos yang artinya cerdik pandai.
Keberadaan Sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik,
retorika dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di
masyarakat sehingga keberadaan Sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan
peradaban Athena.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa, Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai system kepercayaan,
bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang bersumber
pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu
kebenaran lewat akal piker (logos) tidak berlaku, yang berlaku
hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos (dongeng-dongeng).
Terdapat tiga factor yang menjadikan filsafat Yunani lahir, yaitu;
- Bangsa Yunani yang kaya akan mitos (dongeng)
- Karya sastra Yunani yang dapat diangganp sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani
- Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di Lembah Sungai Nil.
Aliran yang mengawali periode Yunani Klasik ini adalah Sofisme. Penamaan
aliran Sofisme ini berasal dari kata sophos yang artinya cerdik pandai.
Keberadaan Sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik,
retorika dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di
masyarakat sehingga keberadaan Sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan
peradaban Athena.
DAFTAR PUSTAKA
Asmoro Achmadi, Filsafat
Umum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. 2003
Brouwer, et. al., Sejarah
Modern dan Sezamannya, Alumni, Bandung, 1986
Bertens, Sejarah Filsafat
Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1975
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !