BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai 2 (dua) fungsi; individu dan sosial. Dalam fungsinya
sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya, misalnya pendidikan, kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya. Di sisi
lain, manusia juga harus memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup
dan berinteraksi dengan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ini, manusia
akan menjalani proses alam untuk berkembang. Dalam proses berkembang ini, tentu
saja masyarakat memerlukan suatu pedoman yang mengatur lajur dinamika yang ada.
Sehingga aktifitas manusia akan menjadi teratur sesuai dengan aturan yang ada.
Bisa dibayangkan kalau kehidupan bermasyarakat tidak ada aturan. Problem
akan datang silih berganti. Ini sudah menjadi sunnatullah yang tidak bisa
dipungkiri.
Allah Swt telah memuliakan manusia dengan akal dan nurani. Ia sebagai
pengontrol utama atas semua yang berlaku dalam aktifitas manusia. Namun, dalam
prakteknya, posisi dan peran akal –sebagai pengontrol perilaku positif ini-
seringkali terkalahkan oleh nafsu dan kehendak syaitan. Maka tidak mengherankan
ketika kemaksiatan terjadi dimana-mana. Kemaksiatan yang terjadi merupakan
dampak yang ditimbulkan oleh pertentangan yang luar biasa antara akal dan
nafsu. Ketika akal dominan, maka perilaku positif yang akan terjadi.
Sebaliknya, jika nafsu mendominasi akal, kemaksiatan akan merajalela. Oleh
karenanya, manusia perlu mendapatkan blue print aturan yang bisa mengatur dan
mengendalikan kemaksiatan yang timbul. Sehingga peran akal bisa dioptimalkan.
Ketika manusia hidup di dunia, maka di sana ia akan dihadapkan kepada
beragam problematika dan tuntutan hidup. Banyak keinginan dan kesenangan yang
diinginkan. Juga, aktifitas menerjang syariat –seiring dengan tuntutan yang
ada- bukanlah perkara yang mustahil. Ia hidup di tengah masyarakat, ia bergumul
dengan beragam tuntutan hidup, dan ia juga mempunyai hak dan kewajiban. Di
sinilah seringkali manusia tertuntut untuk mencapai taraf dan keadaan yang
ideal. Terutama dalam kehidupan masyarakat, akan sangat mungkin terjadi
benturan (clash) antara individu satu dengan lainnya. Tuntutan dan keinginan
seseorang kadangkala tidak singkron dengan keadaan dan lingkungan. Apalagi,
pada zaman global seperti sekarang ini, persaingan yang terjadi dalam tataran
praksis sangatlah ketat. Siapa yang cepat dan tanggap membaca peluang, maka ia
akan mendapatkannya. Dan implikasinya dalam kehidupan, yang kuat seringkali
menindas yang lemah, kesenjangan antara si kaya dan si miskin menjadi sangat
kentara dan sebagainya.
B. Rumusan masalah
Dari uraian di atas dapat diambil suatu permasalahan terkait masalah
manusia dan kebutuhan hidup dalam kaidah social dan kaidah agama diantaranya
adalah sebagai berikut:
- Bagaimanakah Hubungan interaksi Manusia dalam Kaidah Sosial dan Kaidah Agama terhadap Kehidupan Bermasyarakat?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Manusia Dan Kebutuhan Hidup
Sejak awal sejarah pembentukan umat manusia
dalam konteks interaksi dalam masyarakat persoalan kaidah atau norma merupakan
jelmaan yang dibutuhkan dalam upaya mencapai harmonisasi kehidupan. Secara
empirik sosiologis kaidah atau norma adalah tuntunan atau kunci dalam mencapai
stabilisasi interaksi sehingga pelanggaran akan kaidah atau norma akan dijatuhi
bersifat hukuman atau sanksi sosial.
Kaidah agama maupun kaidah hukum yang
bersumber pula dari kaidah sosial merupakan payung kehidupan dalam masyarakat.
Masyarakat yang tidak beradab adalah masyarakat yang tidak mempunyai kaidah
agama maupun kaidah sosial, atau masyarakat yang mengingkari atau menyimpang
dari kedua kaidah tersebut. Dalam sejarah kehidupan manusia hal ini telah
banyak dibuktikan.
Interaksi kehidupan manusia dalam masyarakat
dalam sepanjang perjalanan hidup tidak ada yang berjalan lurus, mulus dan
aman-amam saja. Sepanjang kehidupan manusia, yang namanya persengketaan,
kejahatan, ketidakadilan, diskriminasi, kesenjangan sosial, konflik SARA dan
sebagainya adalah warna-warni dari realitas yang dihadapi.
Persoalan-persoalan tersebut semakin berkembang dalam modifikasi lain akibat
pengaruh teknologi globalisasi akan semakin canggih setua usia bumi.
Kesepakakatan atau kontrak sosial dari
masyarakat kemudian dikukuhkan dalam bentuk kepastian hukum berupa ketentuan
tertulis. Prosesi pengangkatan kesepakatan dalam kaidah tidak tertulis ke
tertulis adalah proses pemuatan konsep normatif dalam kaidah hukum secara
resmi. Legalitas ini akan didukung oleh lembaga perwakilan dari masyarakat.[1]
Penambahan ketentuan tertulis ini dalam
masyarakat mempunyai arti penting agar sinkronisasi yang sudah tercipta selama
ini merupakan unsur penting dalam menjaga dan memelihara harmonisasi kehidupan
manusia. Sehingga sistem sosial yang selama ini berjalan dapat harmonis dengan
kehadiran hukum positif.
Keberadaan hukum positif dalam masyarakat
pada akhirnya akan mengukuhkan komponen-komponen lain secara yuridis yang
membentuk satu kesatuan dalam suatu sistem hukum Lawrence M.Friedman dalam
bukunya yang berjudul The Legal System.A Social Science Perspective, 1975 ;
menyebutkan bahwa sistem hukum terdiri atas perangkat struktur hukum (berupa
lembaga hukum), substansi hukum (peraturan perundang-undangan) dan kultur hukum
atau budaya hukum. Ketiga komponen ini mendukung berjalannya sistem hukum di
suatu negara.
Hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hukum
akan selalau selaras dengan kehidupan masyarakat. Hukum tidak akan menjauh dari
masyarakat, dan jika hal itu dilakukan maka hukum akan seperti benda asing,
sesuatu yang berada di menara emas, tidak berpijak ke bumi, dan hal itu yang
tidak diiginkan oleh hukum itu sendiri, baik secara yuridis, sosiologis maupun
filosofis.
Pengaturan yang bersifat tertulis merupakan
dokumen sah menurut hukum modern. Dalam konteks ini maka semua pihak yang
terlibat dalam apa-apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan harus tunduk
dan taat asas pada apa-apa yang telah diaturnya. Dengan kondisi ini maka
pihak-pihak yang akan mengurus sesuatu, bersengketa dan mengupayakan hukum ke
tingkat yang lebih atas akan mengikuti pola aturan yang sudah ditetapkan.
Setelah pengaturan dibuat maka terkenallah adagium : semua orang dianggap tahu
hukum.
Secara sosiologis, persoalan penegakan hukum,
law enforcement adalah persoalan yang kompleks jika ingin ditegakkan. Maka
kemudian kita akan membincangkannya dalam koridor pertanyaan-pertanyaan seputar
program sosialisasi, implementasi atau aplikasi, perangkat pendukung (perangkat
lunak maupun keras), koordinasi serta faktor pendukung agar pengaturan itu
berhasil dalam masyarakat, dan semua mematuhinya.[2]
Di masa modern sekarang agama adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa
lupakan, bahkan tidak sesaat-pun manusia mampu meninggalkan agamanya, yang mana
agama adalah pandangan hidup dan praktik penuntun hidup dan kehidupan, sejak
lahir sampai mati, bahkan sejak mulai tidur sampai kembali tidur agama selalu
akan memberikan bimbingan, demi menuju hidup sejahtera dunia dan akhirat.
Seiring dengan berkembangnya zaman, saat ini umat Islam telah tersebar di
berbagai belahan dunia. Tentu saja, hal ini akan memberikan pengaruh besar
secara langsung kepada kondisi sosial kemasyarakatan. Misalnya, dinamika
negara-negara di belahan Asia, berbeda dengan negara-negara Arab Eropa.
Keadaan ini selanjutnya akan memberikan pengaruh kepada masing-masing
individu (muslim) dalam mengejawantahkan nilai-nilai keislaman. Bagi mukallaf
yang berdomisili di negara dengan muslim sebagai kaum mayoritas, pengaplikasian
nilai-nilai keislaman tidaklah menjadi masalah. Lain halnya dengan mereka yang
hidup di negara di mana muslim sebagai kaum minoritas.
Keberadaan syariat Islam adalah sebagai undang-undang global yang
mengatur kehidupan manusia. Syariat bersifat mengikat dan feleksibel. Dengan
kata lain bahwa aturan yang telah ditetapkan syara' harus dijalankan secara
baik sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang ada.
Hal ini tentu saja sangat beralasan karena syara' sangat memperhatikan
kondisi masing-masing individu. Kalau diibaratkan dengan dokter, resep yang diberikan
dokter, tentu saja disesuaikan dengan kondisi fisik masing-masing pasien sesuai
dosisnya. Setelah didiagnosa, maka akan diketahui bagaimana kondisi pasien
bagaimana dan jenis obat apa yang layak diberikan.
Jika kita menelaah lebih dalam tentang syariat Islam, maka nilai
universal yang diusung adalah keadilan. Dengan kata lain bahwa syara telah
memberikan beragam alternatif kepada mukallaf untuk menjawab pelbagai fenomena
hidup. Ketika mukallaf dihadapkan kepada sebuah dilema, maka syara pun telah menawarkan
beragama alternatif untuk menjawabnya. Intinya, syariat merupakan solver ampuh
yang akan selalu relevan sampai kapanpun, dimanapun dan dan dalam kondisi
apapun.
Dalam konteks keindonesiaan misalnya, masyarakat Indonesia sejak dulu
menganut 4 (empat) madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali) yang diperoleh
dari ajaran para ulama yang alim di bidangnya. Al-Quran dan al-Hadits merupakan
2 (dua) referensi utama dalam syariat Islam. Teks yang ada memang sangat
global. Namun, madzhab 4 (empat) telah melakukan elaborasi dan ijtihad yang
kemudian dituangkan dalam bentuk disiplin Ilmu Fikih, Hadits, Tafsir dan
sebagainya. 4 (empat) madzhab ini dianggap efektif dalam memberikan petunjuk
beragama bagi masyarakat Indonesia. Negara Indonesia merupakan negara republik.
Kondisi sosial-kemasyarakatannya pun sangat berbeda dengan kondisi
negara-negara Arab secara umum. Begitu kompleks
Sejak dilahirkan maka, manusia hidup dalam satu lingkungan tertentu yang
menjadi wadah bagi kehidupannya. Lingkungan tersebut merupakan keseluruhan
daripada kondisi maupun benda yang ditempati manusia dan mempengaruhi seluruh
kehidupan manusia. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa lingkungan tersebut
merupakan segala sesatu yang ada disekeliling manusia, baik yang bersifat materiil
maupun non materiil dan juga yang hidup atau tidak hidup. Semua hal-hal
tersebut mempengaruhi kehidupan manusia dan dipengaruhi oleh manusia. Proses
hubungan timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi tersebut membentuk
suatu sistem yang biasanya dinamakan ekosistem.[3]
Masalah sosial akan dapat muncul ketika kenyataan yang ada tidak dapat
dipahami oleh pengetahuan kebudayaan yang dipunyai oleh para individunya atau
dipahami secara berbeda antara masing – masing individu yang terlibat di dalam
interaksi sosial yang ada. Individu – individu yang terlibat di dalam interaksi
yang berusaha untuk memahami kenyataan yang ada tersebut, pada dasarnya adalah
untuk usaha pemenuhan kebutuhan dirinya agar dapat hidup secara
berkesinambungan
Kesamaan pandangan dan pemahaman terhadap dunia sekitar manusia hidup
menjadi patokan bagi kesinambungan kehidupan manusia itu sendiri, artinya bahwa
ketidaksamaan dalam pemahaman tentunya terkait dengan kemampuan atau kekuatan
dari pedoman yang mengatur kelompok sosial yang bersangkutan. Sehingga dengan
demikian, kemampuan kebudayaan dari manusia yang digunakan untuk pedoman
berinteraksi harus dipahami dan diwujudkan melalui pranata sosial yang tersedia
di dalam masyarakat
pranata sosial adalah sistem
hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nilai-nilai serta
prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Oleh
karena itu, ada tiga kata kunci di dalam setiap pembahasan mengenai pranata
sosial yaitu:
- Nilai dan norma
- Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum
- Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.[4]
Menurut
Koentjaraningrat (1979) yang dimaksud dengan pranata-pranata sosial adalah
sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk
memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Pranata
sosial pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang bersifat empirik, karena
sesuatu yang empirik unsur-unsur yang terdapat di dalamnya selalu dapat dilihat
dan diamati. artinya bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dan dipahami
melalui sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu
konsep atau konstruksi pikir. Unsur-unsur dalam pranata sosial bukanlah
individu-individu manusianya itu, akan tetapi kedudukan-kedudukan yang
ditempati oleh para individu itu beserta aturan tingkah lakunya.
Dengan
demikian pranata sosial merupakan bangunan atau konstruksi dari seperangkat
peranan-peranan dan aturan-aturan tingkah laku yang terorganisir. Aturan tingkah
laku tersebut dalam kajian sosiologi sering disebut dengan istilah “norma-norma
sosial”.
Diciptakan
pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang secara
prinsipil tidak berbeda dengan norma-norma sosial, karena pranata sosial
sebenarnya memang produk dari norma sosial. Secara umum, tujuan utama
diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup
manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar
kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berlaku.[5]
Menurut Soerjana
Soekanto (1970), pranata sosial di dalam masyarakat harus dilaksanakan dengan
fungsi-fungsi berikut:
- Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
- Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi masyarakat.
- Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).
Dalam
kehidupan masyarakat banyak ditemui pranata sosial, sehingga sering tidak mudah
untuk membedakan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, untuk pemahaman
lebih lanjut perlu kiranya mengenali karakteristik umum dari pranata sosial
yang dikemukakan oleh Gillin and Gillin, sebagai berikut: (Soemardjan dan
Soemardi, 1964:67-70)
- Pranata sosial terdiri dari seperangkat organisasi daripada pemikiran-pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan. Karakteristik ini menegaskan kembali bahwa pranata sosial terdiri dari sekumpulan norma-norma sosial dan peranan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
- Pranata sosial itu relatif mempunyai tingkat kekekalan tertentu. Artinya, pranata sosial itu pada umumnya mempunyai daya tahan tertentu yang tidak lekas lenyap dalam kehidupan bermasyarakat.
- Pranata sosial itu mempunyai tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan. Tujuan dasarnya adalah merupakan pedoman serta arah yang ingin dicapai. Oleh karena itu, tujuan akan motivasi ataupun mendorong manusia untuk mengusahakan serta bertindak agar tujuan itu dapat terwujud. Dengan tujuan inilah maka merangsang pranata sosial untuk dapat melakukan fungsinya.
- Pranata sosial merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya. Alat-alat perlengkapan pranata sosial dimaksudkan agar pranata yang bersangkutan dapat melaksanakan fungsinya guna mencapai tujuan yang diinginkan.
- Pranata sosial itu mempunyai dokumen, baik yang tertulis maupun tidak. Dokumen ini dimaksudkan menjadi suatu landasan atau pangkal tolak untuk mencapai tujuan serta melaksanakan fungsinya. [6]
Dengan
mendasarkan diri pada tingkat kompleksitas penyebarannya, maka pranata sosial
dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu:
- General social institutions Sesuai dengan namanya, maka pranata sosial ini dapat dikatakan hampir terdapat di setiap bentuk masyarakat, sehingga bersifat universal. Dari kenyataan yang demikian membuktikan bahwa pranata sosial mempunyai nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat terutama untuk kelangsungan hidupnya. Pranata sosial jenis ini dapat dikatakan netral, umum, atau tidak memihak terhadap komponen atau unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Agama merupakan salah satu contoh dari pranata sosial yang bersifat universal atau umum yang menghimpun dari berbagai macam agama tertentu, tanpa memihak terhadap salah satu agama tertentu tersebut
- Restricted social institutions Pranata sosial ini pada umumnya mempunyai corak yang khas atau khusus dalam kehidupan masyarakat. Kenyataan ini dipengaruhi oleh kaidah-kaidah serta peranan-peranan yang terdapat di dalam pranata itu mempunyai kekhususan. Karena sifat yang demikian, maka pola penyebarannya relatif lebih terbatas dibandingkan dengan pranata yang umum. Hal ini juga disebabkan oleh relatif lebih kecilnya kepentingan serta terbaginya minat warga ke dalam pranata lain yang bersifat khusus.
- Orientasi nilainya
1.
Seperangkat kaidah sosial yang terkandung
di dalam setiap pranata sosial mempunyai arti penting atau nilai di dalam
kehidupan masyarakat. Namun, mengingat kaidah sosial itu pada dasarnya dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan yang bersifat hierarkis, maka
nilai-nilai dari kaidah tersebut juga dapat dikelompokkan ke dalam kategori
pokok dan kurang pokok.
Subsidiary social
institutions Pranata sosial sekunder didukung oleh kaidah sosial yang
nilai-nilainya dianggap kurang penting untuk menunjang kelangsungan hidup
manusia. Oleh karena itu, jika di dalam kehidupan masyarakat tidak menggunakan
pranata sekunder tidaklah mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Sehingga
penggunaan pranata ini hanya merupakan tambahan untuk memperoleh kenikmatan
dalam hidup.[7]
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik dalam sebuah
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pranata Sosial merupakan sistim hubungan
sosial yang terorganisir yang mengerjawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum
yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat.
2.
Tujuan utama diciptakannya pranata
sosial, adalah untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi
secara memadai sekaligus untuk mengatur agar kehidupan warga masyarakat
berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
3.
Pranata sosial pada umumnya mempunyai
daya tahan tertentu yang tidak lekas lenyap dalam kehidupan bermasyarakat.
4.
Pranata sosial merupakan alat
perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya.
5.
Pranata sosial mempunyai dokumen, baik
tertulis maupun tidak yang menjadi suatu landasan atau pangkal tolak untuk
mencapai tujuan serta melaksanakan fungsinya
6.
Pranata sosial dalam kehidupan masyarakat
sangat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor,sehingga kemampuan nilai-nilai
untuk memenuhi kebutuhan manusia itu yang turut menentukan luas sempitnya
penyebarannya. Bagaimana persepsi dan kepentingan masyarakat terhadap nilai dan
peranan yang dimiliki oleh pranata sosial, sehingga ada tangapan yang baik
tentang kepentingan yang kuat serta memberikan peluang ntuk dapat diterima
secara menyebar luas di masyarakat.
7. Unsur-unsur dalam pranata sosial bukanlah individu-individu manusianya
itu, akan tetapi kedudukan-kedudukan yang ditempati oleh para individu itu
beserta aturan tingkah lakunya.
DAFTAR PUSTAKA
Narwoko Dwi.I,
Suryanto Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada
Media
O, Richard dan Van
Loon, Borin. 1996. Sosiology for Beginners. Icon Book Ltd: Cambridge: Inggris
(Terjemahan)
Soekanto Soerjono.
2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Soekanto Soerjono.
1984. Teori Sosiologi. Jakarta Timur:Ghalia Indonesia
Sutanto, Phil Astrid
S. 1978. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Bina Cipta.
[1] Narwoko Dwi.I, Suryanto Bagong. 2004. Sosiologi Teks
Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media, hlm. 51
[2] O, Richard dan Van Loon, Borin. 1996. Sosiology for
Beginners. Icon Book Ltd: Cambridge: Inggris (Terjemahan), hlm. 112
[3] Ibid,
hlm. 123
[4] Soekanto Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 43
[5] Soekanto Soerjono. 1984. Teori Sosiologi. Jakarta
Timur:Ghalia Indonesia, hlm. 62
[6] Sutanto, Phil Astrid S. 1978. Pengantar Sosiologi dan
Perubahan Sosial. Bandung: Bina Cipta. Hlm. 67
[7] Ibid,
hlm. 89
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !