BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sebuah pernikahan itu
harus ada yang namanya rukun pernikahan. Adapun dari rukun nikah
tersebut yaitu ada 5
1. Calon Suami
2. Calon istri
3. Wali
4. Dua orang saksi
5. Sighat ijab qabul
Semua rukun tersebut harus dipenuhi semua, sendainya salah satu
rukun tersebut tidak terpenuhi maka pernikahan itu tidak sah.
Dalam Karya tulis ini akan membahas tentang wali dalam pernikahan.
Seberapa pentingkah seorang wali dalam pernikahan itu. Tidak hanya itu tetapi
juga akan membahas tentang macam dan siapa yang wajib untuk menjadi wali dalam
sebuah pernikahan. Untuk lebih jelasnya dalam pembahasan akan dijelaskan lebih
jelas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wali/perwalian dalam Pernikahan
Pernikahan adalah amanah Allah SWT. Untuk menyempurnakan amanah Allah
itu memerlukan 5 rukun diantaranya adanya calon suami, calon istri, wali, dua
orang saksi, dan sighat ijab qobul. Jika salah satu rukun itu tidak terpenuhi
maka pernikahan itu tidak sah. Salah satu masalah yang sering timbul dan
menjadi bahan omongan masyarakat ialah bidang kuasa wali.
Rosulullah SAW. bersabda :
لا Ù†ÙƒØ§Ø Ø§Ù„Ø§Ø¨ÙˆÙ„Ù‰
“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali”
Pengertian perwalian dalam arti umum adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wali. Dan wali mempunyai banyak arti, antara lain :
1. Orang yang menurut hukum (agama,adat) diserahi kewajiban
mengurus anak yatim serta hartanya, sebelum anak itu dewasa.
2. Pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang
mengucapkan janji menikah kepada pengantin laki-laki)
3. Orang saleh (suci), penyebar agama.
4. Kepala pemerintah dan lain-lain.
Adapun pengertian yang lain wali berarti teman karib,pemimpin, pelindung,
atau penolong yang terdiri dari ahli waris laki-laki yang terdekat kepada
pengantin perempuan.
Wali adalah salah satu syarat sah nikah maka bukan semua orang
boleh menjadi wali. Maka dari itu ada syarat-syarat sah menjadi wali yaitu :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Adil
6. Merdeka
Walau orang buta atau bisu jika dia wali maka diharuskan menjadi
walli karena boleh menimbang dan memikirkan hal-hal penting kepada wanita,
selagi ia bisa memahami isyarat serta tulisan dan juga memenuhi syarat-syarat
wali.
Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai
dari orang yang paling berhak yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat
hubungan darahnya. Jumhur ulama’ seperti Imam Malik,Imam Syafi’i mengatakan
bahwa wali itu adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah bukan dari garis
ibu. Adapun tertib wali tersebut yaitu :
1. Ayah
2. Kakek
3. Saudara laki-laki seibu sebapak
4. Saudara laki-laki ayah, paman
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah
7. Paman dari bapak
8. Anak laki-laki dari paman dari bapak
9. Paman dari kakek
10. Anak laki-laki dari paman dari kakek
11. Wali hakim.
Apabila wali pertama tidak ada, hendaklah diambil wali yang kedua,
dan jika wali kedua tidak ada hendaklah diambil wali ketiga dan begitu
seterusnya mengikuti tertib wali. Dan jika masih ada wali yang terdekat dan
hadir pada saat tersebut, perkawinan tidak boleh dilakukan oleh wali yang lebih
jauh,kecuali kalau wali aqrab tersebut ada sebab tidak tentu rimbanya, Imam
Hanafi berpendapat hak kewaliannya berpindah kepada wali berikutnya. Hal ini
ditujukan agar tidak menyebabkan terganggunya perkawinan tersebut. Apabila
suatu saat wali aqrab itu datang dia tidak dapat membatalkan perkawinan tersebut,
karena keghaibannya dianggap sama dengan ketiadaannya. Adapun Imam Syafi’i
berpendapat, keghaiban wali aqrab tidak menyebabkan berpindahnya hak wali
kepada urutan berikutnya tetapi justru jatuh pada hakim. Adapun diantara wali
yang dominan, yaitu ayah dan kakek.2
Dan apabila pengantin perempuan itu tidak mempunyai wali, maka ia
akan dinikahkan secara wali hakim.
B. Kedudukan dan Macam-Macam Wali
1. Wali Mujbir
Wali mujbir adalah orang yang mempunyai hak paksa atau hak ijbar.
Dasar pertimbangan wali mujbir adalah kemaslahatan putrinya yang akan dipaksa.
Artinya bahwa seorang wali mujbir harus yakin bahwa jodoh yang dia paksakan itu
tidak akan menimbulkan masalah bagi putrinya bahkan akan mendatangkan maslahat
bagi putrinya.
Pengertian lain dari wali mujbir yang lainnya bahwa wali mujbir itu
mempunyai bidang kuasa untuk menikahkan anak atau cucunya yang masih perempuan
tanpa meminta izin kepada putrinya terlebih dahulu. Tapi wali mujbir tidak
boleh menikahkan putri yang jandanya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada
siperempuantersebut.
Hak ijbar dari Wali mujbir itu bisa gugur karena mempunyai alasan
yaitu :
• Tidak ada kesepadanan antara mempelai laki-laki dengan gadis yang
dipaksakan perkawinannya
• Adanya pertentangan antara kedua orang yang akan dipaksakan atu
adanya perselisihan antara calon mempelai
• Adanya perselisihan antar mempelai perempuan dengan wali mujbir
yang dinikahkan.
2. Wali adhal atau wali yang dhalim
Seorang wali yang enggan mengawinkan anaknya, padahal tidak
memiliki alasan yang dapat diterima. Siwanita dapat mengajukannya kepada wali
hakim. Dengan demikian hak kewaliannya tidak jatuh kepada wali-wali yang
urutannya dibawahnya tetapi langsung kepada wali hakim. Jadi wali yang enggan
mengawinkan anak di bawah perwaliaanya tanpa alasan-alasan yang dapat diterima
disebut dengan wali adhal atau wali yang dhalim. Hal ini karena pada prinsipnya
para wali tidak boleh menghalangi perkawinan anak dibawah perwaliannya tanpa
alasan-alasan yang prinsipal, tidak boleh mencegah kalau sesuatunya memang
normal, dan tidak boleh menyakiti anak dibawah perwaliannya.
3. Wali hakim atau wali raja
Wali hakim adalah sultan atau raja yang beragama islam yang bertindak
sebagai wali kepada pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali. Tapi karena
sultan atau raja sibuk dengan tugas-tugas negara maka ia menyerahkannya kepada
pendaftar-pendaftar nikah untuk bertindak sebagai wali hakim.
Wali hakim itu diangkat oleh pemerintah khusus untuk mencatat
pendaftaran nikah dan menjadi wali nikah
bagi wanita yang tidak mempunyai atau wanita yang akan menikah itu berselisih
paham dengan walinya.
Sebab-sebab menggunakan wali hakim :
• Tidak ada wali nasab
• Anak tidak sah taraf atau anak angkat
• Wali yang ada tidak cukup syarat
• Wali aqrab menunaikan haji atau umrah
• Wali enggan
Jadi wali yang enggan menikahkan seseorang perempuan tanpa alasan
munasabah mengikut syara’, maka hak wali itu berpindah kepada wali hakim.
4. Wali berada jauh atau ghoib
Mengikut Madzhab Syafi’i kalau wali aqrab ghaib atau berad jauh dan
tidak ada walinya maka yang menjadi wali ialah wali hakim di negerinya, bukan
wali ab’ad. Berdasarkan wali yang ghaib atau berada jauh itu pada prinsipnya
tetap berhak menjadi wali tetapi karena sukar melaksanakan perwaliannya maka
haknya diganti oleh wali hakim.
5. Wakalah wali (wali mewakilkan kepada orang lain)
Apabila seseorang wali aqrab itu berada jauh tidak dapat hadir pada
majlis akad nikah atau wali itu boleh hadir tetapi ia tidak mampu untuk
menjalankan akad nikah itu. Maka wali itu bolehlah mewakilkan kepada orang lain
yang mempunyai kelayakan syar’i. Begitu juga bagi bakal suami. Kalau ia tidak
dapat hadir karena sedang belajar diluar negeri, maka ia boleh mewakilkan
kepada orang lain yang mempunyai kelayakan syar’i untukmenerima ijab tersebut.
Menurut jumhur fuqaha, syarat-syarat sah orang yang boleh menjadi wakil wali
yaitu laki-laki, baligh, merdeka, islam, berakal, Tidak menunaikan ihram atau umrah.
Orang yang menerima wakil hendaklah melaksanakan wakalah itu dengan
sendirinya sesuai dengan yang ditentukan semasa membuat wakalah itu karena
orang yang menerima wakil tidak boleh mewakilkan pula kepada orang lain kecuali
dengan izin memberi wakil atau bila
diserahkan urusan itu kepada wakil sendiri seperti kata pemberi wakil:
“Terserahlah kepada engkau (orang yang menerima wakil) melaksanakan perwakilan
itu, engkau sendiri atau orang lain”. Maka ketika itu, boleh wakil berwakil
pula kepada orang lain untuk melaksanakan wakalah itu. Wakil wajib melaksanakan
wakalah menurut apa yang telah ditentukan oleh orang yang memberi wakil.
C. Kompilasi Hukum Islam
Mengenai perwalian ini, kompilasi hukum islam di Indonesia
memperinci sebagai berikut :
Dalam buku I Hukum Pernikahan, Pasal 19, 20, 21, 22 dan 23
berkenaan dengan wali nikah, disebutkan:
Pasal 19
Wali nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang harus dipenuhi
bagi calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya.
Pasal 20
(1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang
memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil, dan baligh.
(2) Wali nikah terdiri dari: a. wali nasab; b. wali hakim
Pasal 21
(1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan;
kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya
susunan kekerabatan dengan calon mempelai.
(2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang
yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah
yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
(3) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya, maka
yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang
hanya seayah.
(4) Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama yakni
sama-sama derajat kandung atau sama-sama derajat kerabat ayah, mereka sama-sama
berhak menjadi wali nikah dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi
syarat-syarat wali.
Pasal 22
Apabila wali nikah yang paling berhak urutannya tidak memenuhi
syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tunawicara,
tunarungu, atau sudah uzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah
yang lain menurut derajat berikutnya.
Pasal 23
(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali
nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya atau gaib atau adhal atau enggan.
(2) Dalam hal wali adhal atau enggan, maka wali hakim baru
bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali
tersebut.
BAB III
PENUTUP
Wali dalam pernikahan merupakan salah satu rukun yang harus
dipenuhi dalam sebuah pernikahan. Apaila wali tersebut tidak terpenuhi maka
pernikahan itu tidak sah. Didalam pernikahan yang wajib menggunakan wali adalah
dari pihak perempuan. Adapun syarat-syarat dari wali yaitu :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Adil
6. Merdeka
Yang paling pertama kali wajib untuk menjadi wali yaitu dari ayah
kandung mempelai putrinya, tapi apabila tidak ada berpindah pada kakeknya, dan
begitu seterusnya.
Macam-macam wali :
1. Wali Mujbir
2. Wali Adhal
3. Wali Ghaib
4. Wali yang diwakilkan/ wakalah wali
5. Wali Hakim
Wali-wali tersebut mempunyai kedudukan yang berbeda-beda
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman Ghazaly, M.A, 2006, Fiqih Munakahat, Jakarta:Kencana
prenada media group
Rahmat Hakim. 2000. Hukum Perkawinan Islam, Bandung: CV pustaka
setia
Moh. Idris Ramulyo, S.H,M.H. 1996. Hukum Perkawinan Islam, Jakarta:
PT Bumi Aksara
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !