BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi
Secara etimologi isitlah demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani
terbentuk dari dua kata, yaitu demos artinya rakyat dan kratos, kratein,
krachten artinya kekuatan atau kekuasaan. Dengan dipadukannya kedua kata
tersebut melahirkan pengertian rakya berkuasa, pemerintahan dari rakyat.
Demokrasi oleh Abraham Lincoln (1809-1865) didefinisikan secara
sederhana dan cukup popular, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Dalam definisi lain demokrasi dibatasi sebagai government or rule
by people.
Dari arti terminology yang dimaksud dengan demokrasi ialah suatu
system pemerintahan di mana rakyat diikut sertakan dalam pemerintahan Negara.
Dalam sejarah perkembangannya
ternyata sekarang ini hamper semua Negara kecuali Negara yang
menggunakan system monarkhi absulut menamakan system pemerintahannya degnan
diberi atribut; demokrasi. Hanya saja untuk memberikan cirri yang khas dari
pelaksanaan demokrasi yang mereka terapkan, di mana masing-masing Negara dalam
pelaksanaannya memiliki karakter yang berbeda maka di belakang kata Demokrasi
diberi predikat seperti Demokrasi Nasional, Demokrasi Liberal, Demokrasi
Rakyat, Demokrasi Totaliter, Demokrasi Soviet, Demokrasi Proletar, Demokrasi
Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila dan sebagainya.
Alfian menegaskan bahwa pada hakekatnya konsep demokrasi mengandung
pengertian utama, yaitu bahwa kedaulatan politik itu berada di tanganrakyat.
Yang menjadi perbedaan ialah dalam cara bagaimana kedaulatan rakyat itu diatur dan
dilaksanakan.
Bila dicermati secara sungguh-sungguh ternyata hanya ada dua macam
demokrasi saja, yaitu demokrasi totaliter dan demokrasi konstitusional.
Demokrasi Konstitusional mencita-citakan pemerintahan yang terbatas
kekuasaannya, suatu Negara Hukum (Rechsstaat) yang tunduk kepada Rule of Law.
Sebaliknya Demokrasi yang mendasarkan dirinya atas Komunisme mencita-citakan
pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (Machsstaat) dan yang
bersifat totaliter (M. Budiardjo, Op, Cit; 52)
B. Kriteria Negara Demokrasi
Suasana kehidupan bernegara yang demokratis dapat diukur dengan
beberapa criteria, antara lain seperti yang dikemukakan oleh beberapa ilmuwan
berikut ini:
1. Amien Rais mengemukakan bahwa untuk menilai suatu Negara itu
demokratis atau tidak adalah:
a. Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan
b. Persamaan kedudukan di depan hokum
c. Distribusi pendapatan secara adil
d. Kesempatan memperoleh pendidikan
e. Kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan
berkumpul dan kebebasan beragama
f. Kesediaan dan keterbukaan informasi
g. Mengindahkan fatsoen politik
h. Kebebasan individu
i. Semangat kerjasama
j. Hak untuk protes (Moh. Mahfud MD, 1999)
2. G. Gingham Powell Jr, memberikan criteria Negara yang demokratis
adalah:
a. Pemerintah mengklaim mewakili hasrat para warganya
b. Klaim itu didasarkan pada adanya pemilihan kompetitif secara
berkala antara calon alternative.
c. Partisipasi orang dewasa sebagai pemilih dan calon yang dipilih
d. Pemilihan umum yang bebas
e. Para warganegara memiliki kebebasan-kebebasan dasar yaitu
kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berorganisasi
serta membentuk partai politik.
C. Ciri-Ciri Demokrasi Konstitusional
Demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang mencita-citakan
tercapainya pemerintahan yang kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi, suatu
pemerintahan yang tunduk pada rule of law. Miriam Budiardjo memberikan
cirri-ciri pemerintahan yang demokratis sebagai suatu pemerintahan yang
terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap
warganegaranya.
Dua sifat yang khas, yang merupakan cirri dari demokrasi
konstitusional. Kedua cirri yang khas itu adalah:
1. Pemerintahan yang
kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi (UUD)
2. Pemerintahan yang tunduk sepenuhnya pada rule of law
Prof. Ismail Suny menyatakan bahwa suatu masyarakat baru dapat
disebut berada dibawah rule of law bila ia memiliki syarat-syarat esensial
tertentu, antara lain harus terdapat kondisi-kondisi minimum dari suatu system
hokum di mana hak-hak asasi manusia dan human dignity (harga diri pribadi)
dihormati (Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila; 11). International
Commision of Jurist dalam Konggresnya yang berlangsung di Athena pada tahun
1955 menetapkan kondisi-kondisi minimum tersebut sebagai berikut:
1. Keamanan pribadi harus dijamin, tak seorangpun dapat ditahan
atau dipenjarakan tanpa suatu keputusan hakim
atau untuk maksud-maksud preventif
2. Tidak boleh ada hak-hak fundamental yang ditafsirkan untuk
menjadikan sesuatu daerah atau sesuatu alat perlengkapan Negara mengeluarkan
peraturan supaya mengambil tindakan dengan maksud membatasi atau meniadakan
hak-hak fundamental itu.
3. Setiap orang harus dijamin kebebasan menyatakan pendapatnya
melalui semua media komunikasi, terutama pers.
4. Kehidupan pribadi orang haruslah tak dapat dilarang, rahasia
surat menyurat haruslah dijamin
5. Kebebasan beragama haruslah dijamin
6. Hak untuk mendapatkan pengajaran haruslah dijamin kepada
semuanya, tanpa adanya diskriminasi
7. Setiap orang berhak bebas berkumpul dan berserikat secara damai
dan teristimewa untuk menjadi anggota dari suatu partai politik yang dipilihnya
sendiri.
8. Setiap orang berhak untuk mengambil bagian secara langsung, atau
melalui wakil-wakil yang dipilihnya dibidang kehidupan politik negaranya.
9. Kemauan rakyat adalah kekuasaan penguasa
10. Kebebasan pengadilan dan jaminan tak memihaknya adalah
kondisi-kondisi yang tak dapat ditiadakan dalam suatu Negara merdeka dan
demokratis
11. Pengakuan terhadap hak menentukan diri sendiri merupakan suatu
achievement yang besar dari zaman kita dan merupakan salah satu prinsip
fundamental dari hokum Internasional. Dan yang tidak melaksanakannya dikutuk
secara drastic.
12. Keadilan menghendaki bahwa seseorang atau suatu golongan atau
partai minoritas tidak aakn ditiadakan dari hak-haknya yang alamiah dan
teristimewa dari hak-hak fundamental manusia dan warganegara atau dari
pelayanan yang sama karena sebab-sebab ras, warna, golongan, kepercayaan
politik, kasta atau turunan.
13. Adalah kewajiban penguasa untuk menghormati prinsip-prinsip ini
14. Diskriminasi yang didasarkan atas ras dan warna adalah
bertentangan dengan keadilan, Piagam PBB, pernyataan umum tentang hak-hak asasi
manusia dan tidak sesuai dengan hatinurani dunia yang beradab. (Ismail Suny,
Op, Cit; 11-13)
Sementara dalam konggres International Commission of Jurist yang berlangsung pada tahun 1965 di
Bangkok merumuskan syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang
demokratis di bawah Rule of the law adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan konstutional, dalam arti dalam konstitusi, selain
dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara procedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3. Pemilihan umum yang bebas
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
6. Pendidikan kewarganegaraan
D. Nilai Lebih Demokrasi Konstitusional
System Demokrasi Konstitusional memiliki beberapa kelebihan yang
cukup menyolok dibandingkan dengan system pemerintahan lainnya. Henry B. Mavo
dalam bukunya An Introduction to Democracy Theory membeberkan beberapa kelebihan tersebut sebagaimana berikut:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu
masyarakat yang sedang berubah
3. Menyelenggakan pergantian pimpinan secara teratur
4. Membatasi pemakaian kekerasan dan paksaan sesedikit mungkin
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam
masyarakat yang tercermin pada keanekaragaman pendapat, kepentingan serta
tingkah laku.
6. Menjamin tegaknya keadilan
7. Menjamin kemajuan ilmu pengetahuan.
E. Demokrasi Islam
System politik Islam didasarkan pada tiga prinsip, yaitu Tauhid
(Keesaan Tuhan), Risalah (Kerasulan) dan Khilafah (Kekhalifahan). Tanpa
memahami ketiga prinsip ini, demikian ditegaskan oleh Maududi akan sulit untuk
memahami berbagai aspek dari politik.
Tauhid berarti bahwa hanya Allah sajalah yang diakui sebagai
Pencipta, Pemelihara dan Pemilik alam semesta dengan segala isinya, baik
makhluk hidup maupun benda-benda mati. Kedaulatan atas kerajaan alam semesta
ini hanyalah berada di tangan Allah semata-mata.
Prinsip Keesaan Tuhan sama sekali menghapuskan konsep
kedaulatanhukum dan politik yang berada di tangan manusia. Hanya Allah saja yang berhak menjadi penguasa, dan
perintah-perintah-Nya adalah hokum yang harus dijalankan dalam Islam.
Media yang menyampaikan hokum Allah kepada umat manusia, dikenal
dengan sebutan Risalah (Kerasulan). Umat manusia menerima dua hal dari sumber
ini, yaitu pertama, Al-Qur'an dimana Allah menyatakan hokum-hukumnya dan kedua
Sunnah yaitu penafsiran otoritatif atas
kitab Allah dan contoh hokum Allah yang dilakukan penerapannya oleh Rasulullah
SAW melalui ucapan dan tindakan, dalam kedudukannya sebagai wakil Allah.
Yang dimaksud dengan Khilafah artinya perwakilan. Menurut Islam,
kedudukan manusia yang sebenarnya adalah sebagai wakil Allah di muka bumi.
Artinya, dengan kekuasaan yang dilimpahkan Tuhan kepadanya, ia dituntut untuk
menjalankan wewenang Allah di dunia ini, dalam batas-batas yang ditentukan
oleh-Nya. Sebagai wakil Allah ia musti harus memenuhi empat syarat, yaitu
pertama hak milik sebenarnya terhadap bumi dan seluruh isinya tetap berada pada
kekuasaan Allah, dan bukan pada khalifah. Kedua, khalifah akan mengurus milik
Allah sesuai dengan instruksi-Nya semata. Ketiga, khalifah akan melaksanakan
kekuasaannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah kepadanya.
Keempat, dalam melaksanakan pengelolaan dari amanah Allah, ia akan melaksanakan
kehendak dan memenuhi keinginan-keinginan-Nya dan bukan memenuhi kehendak dan
keinginannya sendiri.
Demokrasi dalam Islam
Tidak ada seorangpun atau kelas atau dinasti apapun dapat menjadi
khalifah. Kekuasaan khilafah itu dianugerahkan kepada seluruh golongan rakyat,
kepada masyarakat sebagai satu keseluruhan yang memang bersedia memenuhi
syarat-syarat perwakilan itu setelah menyetujui prinsip-prinsip Tauhid dan
Risalah masyarakat.
Sejalan degnan Maududi ini, Sayid Qutub juga menegaskan bahwa
seorang penguasa Islam sama sekali tidak memiliki kekuasaan keagamaan yang
diterimanya dari langit. Dia menjadi penguasa semata-mata karena dipilih oleh
kaum muslimin berdasarkan kebebasan dan hak mereka yang mutlak.
Dapat ditegaskan bahwa demokrasi Islam adalah demokrasi yang tidak
bebas nilai, demokrasi Islam adalah demokrasi yang berdiri di atas nilai-nilai
fundamental. Hokum-hukum Allah sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur'an dan
as-Sunnah dijadikan landasan utama untuk melakukan ijtihad politiknya.
Demokrasi Islam adalah demokrasi yang diletakkan di atas fundasi yang bersifat
absolute, atau dapat dikatakan sebagai demokrasi yang bersifat teosentris.
Menurut Muhammad Natsir Negara yang berdasarkan Islam itu dapat
disebut dengan Theistic Democracy. Sementara ada pula yang menamakan demokrasi
Islam sebagai demokrasi transedental. Dinamakan demikian karena kelangsungan
system demokrasi ini bukan berdasarkan kekuasaan manusia semata-mata.
Berbeda halnya dengan demokrasi barat. Demokrasi barat adalah
demokrasi yang bebas nilai atau dapat dinyatakan sebagai demokrasi yang
bersifat antroposentris. Apa yang namanya nilai baik maupun nilai buruk
semuanya akan ditentukan semata-mata oleh manusia. Mereka berpendapat bahwa
manusialah yang menjadi penentu ukuran segala-galanya.
Dalam hal ini system politik Islam merupakan bnetuk demokrasi yang
sempurna. Apa yang membedakan demokrasi Islamdari demokrasi Barat menurut Maududi
adalah sebagai berikut:
1. Apabila demokrasi Barat didasarkan pada konsep kedaulatan
rakyat, maka dalam demokrasi Islam kedaulatan hanya ada di tangan Tuhan, dan
manusia/masyarakat hanyalah khalifah-khalifah atau wakil-wakilnya.
2. Dalam demokrasi Barat, masyarakatlah yang membuat hokum-hukum
mereka sendiri; sedang dalam demokrasi Islam, masyarakat harus tunduk pada
hokum-hukum Tuhan yang diberikan-Nya melalui Rasul-Nya.
3. Dalam demokrasi Barat, pemerintah memenuhi kehendak rakya; dalam
demokrasi Islam pemerintah dan rakyat yang membentuk pemerintahan, kedua-duanya
harus memenuhi kehendak dan tujuan Tuhan.
Dalam rumusan lain perbedaan prinsip antara demokrasi dengan
demokrasi Islam (theodemokrasi) antara lain adalah:
1. Demokrasi menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi, sedangkan theodemokrasi menjadikan wahyu Tuhan sebagai kekuasaan
tertinggi. Rakyat harus tunduk pada ketentuan wahyu
2. Demokrasi mendasarkan jalannya kekuasaan pada hokum ciptaan
manusia, sedangkan theodemokrasi mendasarkan pada hokum wahyu. Akal manusia
hanya boleh menciptakan hokum dengan berpijak paa wahyu dan tidak boleh
menentangnya
3. Demokrasi selalu menjadikan suara mayoritas sebagai pemutus
dalam musyawarah, sedangkan theodemokrasi menjadikan wahyu sebagai pemutusnya.
4. Demokrasi selalu menjunjung tinggi kebebasan setiap warga
Negara, sedangkan theodemokrasi menjunjung tinggi kebebasan, tetapi kebebasan
yang tidak melanggar wahyu.
5. Demokrasi memberikan tugas kepada penguasa terpilih untuk
memakmurkan rakyatnya dalam lingkup duniawi semata, sedangkan theodemokrasi
memberikan tugas kepada penguasa untuk memakmurkan rakyatnya baik yang bersifat
duniawi maupun ukhrawi.
6. Demokrasi mewajibkan penguasa untuk bertanggung jawab kepada
rakyat, sedangkan theodemokrasi mewajibkan penguasa untuk bertanggung jawab
pada Tuhan, meskipun secara teknis ketika di dunia ia harus bertanggung jawab
kepada rakyat.
F. Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia
Sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia cukup menarik. Dalam
upaya mencari bentuk demokrasi yang paling tepat diterapkan di Negara Republik
Indonesia ada semacam bentuk "trial and error", coba dan gagal.
Strobe Talbolt dalam bukunya "Democracy and the International
Interest", menerangkan bahwa sejak terbentuknya Negara Federasi AS pada
tahun 1776, Amerika memerlukan waktu 11 tahun untuk menyusun konstitusi, 89
tahun untuk menghapus perbudakan, 144 tahun untuk memberi hak pilih pada kaum
wanita, dan 188 tahun untuk menyusun draft konstitusi yang melindungi seluruh
waga Negara. Oleh karena itu kalau bangsa Indonesia dalam mencari bentuk
demokrasi yang tepat sejak tahun 1945 sampai saat ini (2011) terasa masih
terantuk-antuk hal seperti ini bukan karena ketidak seriusannya.
Trial and error seperti di atas terlihat bahwa sampai hari ini telah
ada tiga macam demokrasi yang diterapkan di Negara RI ini, yaitu:
1. Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal atau sering disebut juga dengan demokrasi
parlementer di terapkan di Indonesia sejak tahun 1945 sampai dengan tahun 1959.
system pemerintahan pada kurun ini disebut dengan system parlementer karena
lembaga yang memegang kekuasaan menentukan terbentuknya dewan menteri (cabinet)
berada di tangan Parlemen atau DPR.
Sebenarnya dengan diterapkannya UUD 1945 sebagai sumber hokum
Negara RI yang diberlakukan mulai tanggal 18 Agustus 1945, system pemerintahan
yang ditentukan oleh UUD tersebut adalah system presidensial, suatu system
pemerintahan yang dipimpin oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Ketentuan ini ditegaskan dalam Penjelasan UUD 45 bahwa "Presiden ialah
penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis", dan
"Menteri Negara ialah pembantu Presiden".
Dengan terjadinya perang terbuka tersebut apa yang digariskan oelh
UUD Aturan Tambahan ayat (2) yang menyatakan "Dalam enam bulan sesudah
Majelis Permusyawaratan dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan
UUD" tidak dapat diwujudkan, karena Pemilihan Umum sebagai sarana untuk
terbentuknya MPR itu sendiri tidak dapat
dilaksanakan. Dengan demikian praktis lembaga tinggi Negara uyang ada pada saat
itu hanyalah Presiden/Wakil Presiden selaku pemangku kekuasaan Legislatif dan
Mahkamah Agung selaku pemangku kekuasaan Yudikatif belum ada.
Kenyataan seperti ini akhirnya digunakan oleh Belanda untuk emnuduh
bahwa Indonesia adalah Negara dictator, sebab seluruh kekuasaan
dikonsentrasikan pada satu tangan, yaitu Presiden. Issue seperti ini kalau
sampai termakan oleh dunia Internasional dapat dirugikan perjuangan diplomasi
Indonesia. Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah adalah:
a. Dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden nomor X tahun 1945
Berdasarkan atas usulan dari KNIP pada tanggal 16 Oktober 1945
dikeluarkan Maklumat wakil Presiden yagn isinya mengubah kedudukan dan fungsi
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula hanya berkendudukan sebagai
Badan Pembantu Presiden menjadi sebuah lembaga Pembuat UU bersama-sama
presiden, dan berfungsi juga sebagai lembaga yang menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
b. Dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 November 1945
Maklumat ini dikeluarkan atas desakan dari Sutan Syahrir yang
berisi diubahnya system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet
parlementer (ministerial) sekaligus memuat susunan dewan menteri (kbinet) di
bawah perdana menteri Sutan Syahrir.
Setelah Negara Indonesia memasuki zaman Republik Indonesia Serikat
dengan UUD-nya yang terkenal dengan sebutan Konstitusi RIS ternyata system
parlementer ini justru mendapat
legalitas hokum yang cukup kuat. Dalam konstituusi RIS Pasal 118 ayat 2 dinyatakan
bahwa "Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan
pemerintah, baik bersama-sama untuk
seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri dalam hal
itu".
Usia Negara Republik Indonesia Serikat ternyata tidak berumur panjang.
Beberapa Negara bagian satu demi satu
mulai menggabungkan diri ke Negara bagian RI Proklamasi. Dan ketika Negara
bagian itu tinggal tiga, yuaitu Negara RI Proklamasi, Negara Indonesia Timur
(NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) muncul amandemen dari Muhammad Natsir dkk
yang mengusulkan agar bentuk Negara serikat segera diubah kembali menjadi
bentuk Negara kesatuan. Usulah yang kelak terkenal dengan sebutan Mosi Integral
Muhammad Natsir dkk ini diterima baik oleh Parlemen maupun oleh Pemerintah.
Dengan demikian praktis usia Negara RIS hanya mencapai tidak lebih
dari tujuh bulan. Tanggal 17 Agustus 1950 menandai kematiannya Negara Indonesia
Serikat, sekaligus juga menandai kelahirannya kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Degnan kelahirannya kembali NKRI bukan berarti juga dikembalikannya
fungsi UUD 1945. Undang-Undang Dasar yang dipergunakan oleh NKRI tahun 1950
adalah UUD Sementara tahun 50.
Didalam UUDS '50 ini system pemerintahan yang bersifat
Parlementaristis mendapatkan legalitas hukum seperti yang dinyatakan dalam UUDS
'50 Pasal 83 ayat (2) bahwa "Menteri-menteri bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri".
2. Demokrasi terpimpin
Dekrit Preside 5 Juli 1959 merupakan tonggak terakhir masa
berlakunya Demokrasi Parlementer atau Demokrasi Liberal di bumi Indonesia
dan sekaligus menjadi tonggak sejarah yang menandai mulai berlakunya
system Demokrasi Terpimpin (Guided Democration). Demokrasi model ini
berlangsung mulai tahun 1959 sampai dengan tahun 1965 dengan cirri-cirinya yang
khas, antara lain "dominasi dari Presiden, terbatasnya peranan Partai
politik, berkembangnya pengaruh Komunis dan meluasnya peranan ABRI (TNI)
sebagai unsure social politik".
Dengan kembalinya ke UUD 45 berarti demokrasi liberal, faham Trias
politika dan dualisme kepemimpinan nasional dibuang jauh-jauh dari bumi
Indonesia. Dengan lantang Bung Karno menyatakan "Setelah kita kembali ke
UUD 1945 Trias Politika kita tinggalkan, sebab asalnya datang dari
sumber-sumber liberalis"
Diantara sekian banyak factor yang menjadi penyebab gagalnya system
parlementer di Indonesia, antaralain dikarenakan tidak adanya partai mayoritas.
Peluang mendirikan partai politik karena
adanya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 melahirkan banyak partai
yang sebagian besar bedirinya bukan karena didasari oleh suatu platform yang
berasas, yang berorientasi pada ideology tertentu, melainkan karena adanya
beberapa macam peluang saja.
Factor lain adalah sikap mental partai belum dapat menerapkan watak
demokratis yang diwujudkan dalam sebuah
adagium 'saya sama sekali tidak setuju dengan pendapat anda, tetapi saya akan
berjuang mati-matian agar anda dapat menyatakan pendapat anda itu".
Dan sejak dilakukannya dekrit Presiden memperkenalkan system
demokrasi baru, atau oleh Bung Karno disebutkan sebagai demokrasi alternative
yang terkenal dengan nama Demokrasi
Terpimpin. Menurutniat semula, yang dimaksdu dengan demokrasi
terpimpin adalah:
a. Demokrasi terpimpin adalah lawan demokrasi liberal
b. Demokrasi terpimin secara prinsipial dapat didasarkan pada
ajaran Pancasila
c. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi politik, demokrais social
dan demokrasi ekonomi
Penyimpangan-penyimpangan itu antara lain adalah:
a. Sebagai akibat DPR menolak RAPBN yang diajukan oleh Presiden
maka pada tahun 1960 dengan serta merta DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955
dibubarkan oleh Presiden.
b. Majelis permusyawaratan rakyat sementara telah mengangkat Ir.
Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
c. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat gotong royong diangkat sebagai
menteri
d. Presiden mengeluarkan produk-produk legislative dalam bentuk
Penetapan Presiden tanpa persetujuan DPR dengan mengacu pada Dekrit Presiden
sebagai sumber hukumnya.
Era berlangsungnya demokrasi terpimpin dapat juga disebut zaman
Nasakom, karena inti pemerintahan zaman ini didominasi oleh kekuatan
Nasionalis dengan PNI sebagai figure
sentralnya, kekuatan agama dengan partai Nahdlatul-Ulama (NU) sebagai kekuatan
intinya dan kekuatan Komunis dengan PKI sebagai kuncinya.
Secara objektif di Indonesia pada waktu itu ada tiga kekuatan
besar, yaitu golongan Nasionalis, golongan Islam dan golongan Komunis. Ketiga
kekuatan tersebut oleh Bung Karno
kemudian disingkat dengan "NASAKOM". Gagasan seperti selama kurun
waktu antara tahun 1945-1959 tidak pernah dapat diwujudkan karean selama kurun
tersebut Bung Karno hanya berfungsi sebagai Kepala Negara, bukan memegang
kekuatan sebagai Kepala Pemerintah pasca Dekrit. Dan kebetulan sekali dalam
Pemilu 1955 telah keluar sebagia pemenang pemilu empat partai besar, yaitu PNI,
Masyumi, NU dan PKI, yang keempatnya mempresentasikan tiga ideology, yaitu
Nasionalis, Islam dan Komunis. Setelah melakukan dekrit Bung Karno berniat
untuk segera membentukkabinet yang dijuluki dengan sebutan "Kabinet
Berkaki Empat", yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI. "NASAKOM", atau
Kabinet Berkaki Tiga, suatu Kabinet yang intinya berasal dari PNI, NU dan PKI.
3. Demokrasi Pancasila
Pemberontakan G.30 S. PKI merupakan penghianatan PKI terhadap
Negara untuk yang kedua kalinya setelah melakukan pemberontakan berdarah yang
sangat keji di Madiun pada tahun 1948 di bawah komando Muso dan Amir Syarifudin
Kerasnya desakan demi desakan dari arus bawah akhirnya membuahkan
hasil dengan keluarnya Ketetapan MPR-S No. XXV/1966 tentang pembubaran Partai
Komuis Indonesia (PKI), pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh
wilayah Negara RI bagi PKI, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau
mengembangkan faham atau ajaran Komunisme Marxisme-Leninisme.
Adapun alasan-alasan yang dikemukakan tentang dikeluarkannya
Ketetapan No. XXV ini ialah, bahwa faham atau ajaran Komunisme
Marxisme-Leninisme pada hakekatnya bertentangan dengan Pancasila. Atas dasar
alasan-alasan tersebut, maka dalam pasal 1 Ketetapan MPR-S ini dinyatakan;
a. Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima
ABRI yang berupa:
I. Pembubaran PKI, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat
pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi yang seasas/berlindung di
bawahnya
II. Pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh kekuasaan RI
bagi PKI yang dituangkan dalam Keputusan
Presiden tanggal 12 Maret 1966 No.
1/3/1966.
b. Meningkatkan kebijaksanaan tersebut, menjadi Ketetapan MPR-S.
Selanjutnya Tap MPR-S No. XXV/1966 Pasal 2 dengan tegas melarang:
a. Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau
mengembangkan faham atau ajaran Komunis/Marxisme Leninisme dalam segala bentuk
dan manifestasinya
b. Penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran
atau pengembangan faham atau ajaran tersebut.
Frans Seda, salah seorang arsitek dan perumus kebijakan Orde Baru
menyatakan bahwa program utama Orde Baru
adalah Penghapusan PKI, Pembangunan Ekonomi dan penegakan Demokrasi.
Tekad bangsa Indonesia ini kemudian dimanifestasikan dalam bentuk
dikeluarkan Ketetapan MPR-S No. XXXVII/1968 yang menetapkan system Demokrasi
Pancasila sebagai system pemerintahan Negara RI.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari
kata Demos yang artinya rakyat dan Kratos, Kratein dan Krachten berarti
kekuatan/kekuasaan.
Secara terminologis demokrasi adalah suatu system pemerintahan
dimana rakyat ikut serta dalam pemerintahan Negara.
Dari sekian banyak demokrasi yang digunakan dalam pemerintahan
demokrasi yang paling bagus itu adalah demokrasi Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Haris, Syamsudin (Ed), 2007, Desentralisasi dan Otonomi Daerah,
Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta:
LIPI Press
Kamal Pasha M. Pendidikan Kewarganegaraan. Citra Karsa Mandiri.
Masalah Kenegaraan, Jakarta, Gramedia, 1975
Prof. Dr. Kaelan, M.S. Pendidikan Pancasila, Paradigma. Yogyakarta,
2008
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta, Liberty, 1980