Home »
» maslahah mursalah
maslahah mursalah
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah menurut lughat terdiri atas dua kata, yaitu Maslahah dan Mursalah.
Kata Maslahah berasal dari kata kerja bahasa Arab.
Ù…َصْÙ„َØَØ©ً atau صُÙ„ْØًا menjadi صَÙ„َØَ - ÙŠَصْÙ„ُØُ
Yang berarti sesautu yang mendatangkan kebaikan, sedangkan kata Mursalah berasal dari kata kerja yang ditafsirkan sehingga menjadi isim maf’ul yaitu:
اَرْسَÙ„َ – ÙŠُرْسِÙ„ُ – اِرْسَالاً – Ù…ُرْسِÙ„ٌ menjadi Ù…ُرْسَÙ„ٌ
Yang berarti diutus, dikirim atau dipakai (dipergunakan).
Perpaduan dua kata menjadi “Maslahah Mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hokum Islam. Juga dapat berarti suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat).
Menurut istilah ulama Ushul ada bermacam-macam ta’rif yang diberikan antaranya:
1. Imam al-Razi mena’rifkan yang artinya:
Maslahah ialah perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh Musyarri (Allah) kepada hambanya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya.
2. Imam al-Ghazali mena’rifkan yang artinya:
Maslahah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak modharat.
3. Menurut Muhammad Hasbi as-Siddiqi
Maslahah ialah memelihara tujuan syara’ dengan jangan menolak segala sesuatu yang merusakkan makhluk
Ketiga ta’rif diatas mempunyai tujuan yang sama yaitu, maslahah memelihara tercapainya tujuan-tujuan syara’ yaitu menolak mudharat dan meraih maslahah.
B. Syarat-Syarat Maslahah Mursalah
Syarat-syarat maslahah mursalah, yaitu:
1. Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan.
Ahlul halli wa aqdi dan mereka yang mempunyai disiplin ilmu tentu memandang bahwa pembentukan hokum itu harus didasarkan pada maslahah hakikiyah yang dapat menarik manfaat untuk manusia dan dapat menolak bahaya dari mereka
2. Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit.
3. Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hokum-hukum yang dituju oleh syara’
4. Maslahah itu bukan maslahah yang tidak benar, di mana nash yang sudah ada tidak membenarkannya, dan tidak menganggap salah.
C. Macam-Macam Maslahah
Ulama Ushul membagi maslahah kepada tiga bagian:
1. Maslahah Dharuriyah
Maslahah Dharuriyah adalah perkataan-perkataan yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan maka rusaklah kehidupan, merajalelalah kerusakan, timbullah fitnah dan kehancuran yang hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Diantara syariat yang diwajibkan untuk memelihara agama adalah kewajiban jihat, menghancurkan orang-orang yang suka memfitnah kaum muslimin dari agamanya, begitu juga menyiksa orang yang keluar dari agama Islam.
Syariat yang diwajibkan untuk memelihara jiwa adalah kewajiban untuk berusaha memperoleh makanan, minuman dan pakaian untuk mempertahankan hidupnya. Begitu juga kewajiban mengqishash atau mendiat orang yang berbuat pidana.
Syariat yang diwajibkan untuk memelihara akal adalah kewajiban untuk meninggalkan minum khamar dan segala sesuatu yang memabukkan, begitu pula menyiksa orang yang meminumnya.
Syariat yang diwajibkan untuk memelihara keturunan adalah kewajiban utnuk menghindarkan diri dari berbuat zina. Begitu juga hukuman yang dikenakan kepada pelaku zina.
Syariat yang diwajibkan untuk memelihara harta adalah kewajiban untuk menjauhi pencurian. Begitu juga pemotongan tangan untuk pencuri laki-laki maupun perempuan. Dan larangan riba serta keharusan bagi orang untuk mengganti harta yang telah dilenyapkannya.
2. Maslahah Hajjiyah
Maslahah Hajjiyah ialah semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada masyarakat dharuriyyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi juga terwujud tetapi dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan kesempitan.
Hajjiyah ini berlaku dalam lapangan ibadah, adapt, muamalat, dan bidang jinayat.
Dalam hal ibadah misalnya; qashar shalat, berbuka puasa bagi yang musyafir.
Dalam hal adapt dibolehkan berburu, memakan dan memakai yang biak-baik dan yang indah-indah.
Muamalat, dibolehkan jual beli secara salam, dibolehkan talak untuk mengindarkan kemaslahatan dari suami isteri.
Dalam hal uqubat/jinayat, menolak hudud lantaran adalah kesamaan-kesamaan pada perkara.
Termasuk ke dalam hal hajjiyah ini, memelihara kemerdekaan pribadi, kemerdekaan beragama. Dan melarang atau mengharamkan rampaan dan pondongan.
3. Maslahah Tahsiniyah
Ialah mempergunakan semau yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian mahasinul akhlak.
Tahsiniyah ini masuk dalam lapangan ibadah, adapt, muamalah, dan bidang uqubat.
Lapangan ibadah misalnya kewajiban bersuci dari najis, menutup aurat, memakai pakaian yang baik-baik ketika akan shalat mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah, seperti shalat sunah, puasa sunah, bersedekah, dan lain-lain.
Lapangan adat, menjaga adat makan, adat minum, memilih makanan-makanan yang baik-baik dari yang tidak baik/bernajis.
Lapangan muamalah, larangan menjual benda-benda yang bernajis tidak memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi dari kebutuhannya.
Lapangan uqubat, dilarang berbuat curang dalam timbangan dalam jual beli, dalam perang tidak boleh membunuh wanita, anak-anak, pendeta dan orang-orang yang lanjut usia.
Imam Abu Zahrah, menambahkan bahwa termasuk lapangan tahsiniyah yaitu melarang wanita-wanita muslimat keluar kejalan-jalan umum memakai pakaian-pakaian yang seonok/perhiasan-perhiasan yang mencolok mata.
D. Kehujjahan Maslahah Mursalah
Dalam kehujjah maslahah mursalah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul diantaranya:
1. Maslahah mursalah tidak dapat menjadi hujjah/dalil
Menurut ulama-ulama Syafi’iyah, ulama-ulama Hanifiyah, dan sebagian ulama Malikiyah, seperti Ibnu Hajib dan Ahli Zahir.
2. Maslahah Mursalah dapat menjadi Hujjah/dalil
Menurut sebagian ulama Maliki dan sebagian ulama Syafi’I, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh ulama-ulama Ushul.
Jumhur Hanifiyyah dan Syafi’iyyah mensyaratkan tentang maslahah ini, hendaknya dimasukkan dibawah qiyas, yaitu bila terdapat illat mudhabit (tepat), sehingga dalam hubungan hokum itu terdapat tempat untuk merealisasi kemaslahatan. Berdasarkan pemahaman ini, mereka berpegang pada kemaslahatan yang dibenarkan syara’, tetapi mereka labih leluasa dalam menganggap maslahah yang dibenarkan syara’ ini, karena luasnya pengetahuan mereka soal pengakuan syara’ (Allah) terhadap illat sebagai tempat bergantungnya hokum, yang merealisir kemaslahatan. Hal ini karena hamper tidak ada maslahah mursalah yang tidak memiliki dalil yang mengakui kebenarannya.
3. Imam al-Qarafi berkata tentang maslahah mursalah
Sesungguhnya berhujjah dengan maslahah mursalah dilakukan oleh semua mazhab, karena mereka melakukan qiyas dan mereka membedakan antara satu dengan lainnya karena adanya ketentuan-ketentuan hokum yang mengikat.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, “Maslahah Mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hokum Islam. Juga dapat berarti suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat).
Syarat-syarat maslahah mursalah, yaitu:
1. Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan.
2. Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit.
3. Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hokum-hukum yang dituju oleh syara’
4. Maslahah itu bukan maslahah yang tidak benar, di mana nash yang sudah ada tidak membenarkannya, dan tidak menganggap salah.
Ulama Ushul membagi maslahah kepada tiga bagian:
1. Maslahah Dharuriyah
2. Maslahah Hajjiyah
3. Maslahah Tahsiniyah
Dalam kehujjah maslahah mursalah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul diantaranya:
1. Maslahah mursalah tidak dapat menjadi hujjah/dalil
2. Maslahah Mursalah dapat menjadi Hujjah/dalil
3. Imam al-Qarafi berkata tentang maslahah mursalah
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Chairul Uman, dkk. Ushul Fiqh. Pustaka Setia, Bandung. 2008
Blog Archive
-
▼
2012
(114)
-
▼
September
(60)
- Pedoman Pelaksanaan Akad Nikah KUA Metro Pusat
- Sejarah KUA METRO PUSAT
- Wali nikah PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Saksi Nikah PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Rujuk PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Prosedur Pernikahan PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Pernikahan dalam Islam PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Isi Laporan PKL KUA METRO PUSAT 2012
- konstitusi
- ketahanan nasional
- demokrasi
- asas kewarganegaraan
- kebudayaan islam
- hubungan perubahan sosial dan kebudayaan
- faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial da...
- aliran-aliran filsafat (idealisme dan rasionalisme)
- al-ghazali
- pengantar ilmu sejarah
- sistem peradilan dalam islam
- pengertian perbandingan madzab
- teori pendidikan
- masalah, teori dan hukum perkembangan
- konsep pendidikan
- karakteristik perkembangan moral
- faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
- shalat dhuha
- shalat jamak dan qashar
- khutbah jum'at
- khutbah idul fitri dan idul adha
- al-a'la dan al-ghasiyah
- keterampilan menggunakan variasi mengajar
- keterampilan menggunakan variasi
- psikologi umum
- problematika dalam belajar mengajar
- bimbingan belajar
- psikologi pendidikan
- sejarah dan metode psikologi perkembangan
- citra da'i di masyarakat
- psikologi dakwah melalui media masa
- sejarah perkembangan retorika, zaman romawi pada a...
- ijma'
- ijtihad
- ilmu muhkam dan mutasyabihat
- islam, iman dan ikhlas
- istihsan
- maqasidus syariah
- maslahah mursalah
- nasakh dan tarjih
- nikah
- pembagian hukum syara'
- puasa
- qurban dan aqiqah
- riba
- shalat
- sunah sebagai sumber dan dalil syara'
- sunah-sunah shalat
- thaharah
- 'urf dan ta'arudh
- walimatul ursy
- wudhu
-
▼
September
(60)