A. Sejarah Kota Metro dan KUA Metro Pusat
1. Zaman Belanda
Wilayah Kota Metro sekarang pada waktu zaman pemerintahan Belanda
merupakan Onder Distrik Sukadana pada tahun 1937 masuk Marga Nuban.
Masing-masing Onder Distrik dikepalai oleh seorang asisten Demang, sedangkan
Distrik dikepalai oleh seorang Demang. Sedangkan atasan dari pada Distrik
adalah Onder afdeling yang dikepalai oleh seorang Controleur berkebangsaan
Belanda.
Tugas dari asisten Demang mengkoordinir Marga yang dikepalai oleh
pesirah dan di dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang Pembarap (wakil
pesirah), seorang juru tulis dan seorang Pesuruh (opas). Pesirah selain
berkedudukan sebagai kepala marga juga sebagai Ketua Dewan Marga. Pesirah
dipilih oleh Penyimbang-penyimbang Kampung dalam marganya masing-masing.
Marga terdiri dari beberapa kampung yaitu dikepalai oleh Kepala
Kampung dan dibantu oleh beberapa Kepala Suku. Kepala Suku diangkat dari
tiap-tiap suku di kampung itu. Kepala Kampung dipilih oleh
penyimbang-penyimbang dalam kampung. Pada waktu itu Kepala Kampung harus
penyimbang kampung, kalau bukan penyimbang kampung tidak bisa diangkat dan
Kepala Kampung adalah anggota Dewan Marga.
2. Zaman Jepang
Pada zaman Jepang Residente Lampoengsche Districten dirubah namanya
oleh Jepang menjadi Lampung Syu. Lampung Syu dibagi dalam 3 (tiga) Ken, yaitu:
a. Teluk Betung Ken
b. Metro Ken
c. Kotabumi Ken
Wilayah Kota Metro sekarang, pada waktu itu termasuk Metro ken yang
terbagi dalam beberapa Gun, Son, marga-marga dan kampung-kampung. Ken dikepalai
oleh Kenco, Gun dikepalai oleh Gunco, Son dikepalai oleh Sonco, Marga dikepalai
oleh seorang Margaco, sedangkan Kampung dikepalai oleh Kepala Kampung.
3. Zaman Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan dengan berlakunya pasal 2 Peraturan
Peralihan UUD 1945, maka Metro Ken menjadi Kabupaten Lampung Tengah termasuk
Kota Metro didalamnya. Berdasarkan Ketetapan Residen Lampung No. 153/ D/1952
tanggal 3 September 1952 yang kemudian diperbaiki pada tanggal 20 Juli 1956
ditetapkan:
a. Menghapuskan daerah marga-marga dalam Keresidenan Lampung.
b. Menetapkan kesatuan-kesatuan daerah dalam Keresidenen Lampung
dengan nama "Negeri" sebanyak 36 Negeri.
c. Hak milik marga yang dihapuskan menjadi milik negeri yang
bersangkutan.
Dengan dihapuskannya Pemerintahan Marga maka sekaligus sebagai
nantinya dibentuk Pemerintahan Negeri. Pemerintahan Negeri terdiri dari seorang
Kepala Negeri dan Dewan Negeri, Kepala Negeri dipilih oleh anggota Dewan Negeri
dan para Kepala Kampung. Negeri Metro dengan pusat pemerintahan di Metro (dalam
Kecamatan Metro).
Dalam praktek, dirasakan kurangnya keserasian antara pemerintahan,
keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas penierintahan oleh sebab itu Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Lampung pada tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk
secara bertahap Pemerintahan Negeri dihapus, sedangkan hak dan kewajiban
Pemerintahan Negeri beralih kepada kecamatan setempat.
Pada zaman Pemerintahan Belanda Kota Metro masih merupakan hutan
belantara yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban, yang kemudian dibuka
oleh para kolonisasi pada tahun 1936. Pada tahun 1937 resmi diserahkan oleh
Marga Nuban dan sekaligus diresmikan sebagai Pusat Pemerintahan Onder Distrik
(setingkat kecamatan).
Pada zaman pemerintahan Jepang onder distrik tersebut tetap diakui
dengan nama Sonco (caniat). Pada zaman pelaksanaan kolonisasi selain Metro juga
terbentuk onder distrik yaitu Pekalongan, Batanghari, Sekampung dan Trimurjo.
Kelima onder distrik ini mendapat rencana pengairan teknis yang
bersumber dari Way sekampung yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh para
kolonisasi-kolonisasi yang sudah bermukim di bedeng-bedeng dimulai dari Bedeng
I bertempat di Trimurjo dan Bedeng 62 di Sekampung, yang kemudian nama bedeng
tersebut diberi nama, contohnya Bedeng 21, Yosodadi. Istilah bedeng-bedeng itu
masih dijumpai sampai sekarang. Jika dateng ke kota ini lebih mudah menemukan
daerah dengan istilah angka-angka/bedeng. Misal di Trimurjo ada bedeng 1, 2, 3,
4, 5, 6c, 6 polos, 6b, 6d, 7a, 7c, 8, 10, 11a, 11b, 11c, 12a, 12b, 12c, 13 dst
sampai 62 di Sekampung (sekarang masuk Lampung Timur). Bedeng yang termasuk
kota Metro yaitu 14-1 (Ganjar Agung), 14-2, 15, 16a, 16c, dst. Di Kota Metro
lebih mudah menemukan daerah dengan sebutan 16c dibanding Mulyo jati. Lebih
enak bicara daerah 22 dibanding Hadimulyo. Lebih populer di masyarakat nama 21c
dibanding Yosomulyo.
Pada zaman Jepang pengairan teknis masih terus dilanjutkan karena
pada waktu pemerintahan Belanda belum juga terselesaikan. Dan pada zaman
kemerdekaan pengairan teknis tersebut masih terus dilanjutkan sesuai dengan
pengembangan teknis yang direncanakan hingga sekarang.
Adapun nama Kota Metro sebenarnya dari bahasa Jawa
"Mitro", yang berarti sahabat (tempat berkumpulnya orang untuk
bersahabat atau menjalin persahabatan. Dan menurut bahasa Belanda
"Meterm" yang berarti pusat (centrum) dengan demikian diartikan
sebagai suatu tempat yang diletakkan strategis Mitro yang berarti sahabat, hal
tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah
diluar wilayah Sumatera. Pada zaman kemerdekaan nama Kota Metro tetap Metro.
Dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka
Metro menjadi Kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati pada tahun 1945,
yang pada waktu itu Bupati yang pertama menjabat adalah Burhanuddin
(1945-1948).
4. Wilayah administrasi
a. (Sebelum Tahun 1986)
Sebelum menjadi kota administratif pada tahun 1986, Metro berstatus
kecamatan yakni kecamatan Metro Raya dengan 6 (enam) kelurahan dan 11(sebelas)
desa.
Adapun 6 kelurahan itu adalah:
a) Kelurahan Metro
b) Kelurahan Mulyojati
c) Kelurahan Tejosari
d) Kelurahan Yosodadi
e) Kelurahan Hadimulyo
f) kelurahan Ganjar Agung
Sedangkan 11 desa tersebut adalah:
a) Desa Karangrejo
b) Desa Banjar Sari
c) Desa Purwosari
d) Desa Margorejo
e) Desa Rejomulyo
f) Desa Sumbersari
g) Desa Kibang
h) Desa Margototo
i) Desa Margajaya
j) Desa Sumber Agung
k) Desa Purbosembodo
b. Tahun 1986 sampai dengan 2000
Atas dasar Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1986 tanggal 14
Agustus 1986 dibentuk Kota Administratif Metro yang terdiri dari Kecamatan
Metro Raya dan Bantul vang diresmikan pada tanggal 9 September 1987 oleh
Menteri Dalam Negeri. Yang dalam perkembangannya lima desa di seberang Way
Sekampung atau sebelah Selatan Way Sekampung dibentuk menjadi satu Kecamatan,
yaitu kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah pembantu Bupati
Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi Kabupaten Lampung
Timur). Dan pada tahun yang sama terbentuk 2 wilayah pembantu Bupati yaitu
Sukadana dan Gunung Sugih.
Dengan kondisi dan potensi yang, cukup besar serta ditunjang dengan
sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Metro tumbuh pesat sebagai pusat
perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan juga pusat pemerintahan, maka
sewajarnyalah dengan kondisi dan potensi yang ada tersebut Kotif Metro
ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Metro. Harapan memperoleh Otonomi
Daerah terjadi pada tahun 1999, dengan dibentuknya Kota Metro sebagai daerah
otonom berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 yang diundangkan tanggal
20 April 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama-sama
dengan Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon, Kota Depok (Jawa Barat ),Kota
Banjarbaru (Kalsel) dan Kota Ternate (Maluku Utara).
Kota Metro pada saat diresmikan terdiri dari 2 kecamatan, yang
masing-masing adalah sebagai berikut:
Kecamatan Metro Raya, membawahi:
a) Kelurahan Metro
b) Kelurahan Ganjar Agung
c) Kelurahan Yosodadi
d) Kelurahan Hadimulyo
e) Kelurahan Banjarsari
f) Kelurahan Purwosari
g) Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Bantul, membawahi:
a) Kelurahan Mulyojati
b) Kelurahan Tejosari
c) Desa Margorejo
d) Desa Rejomulyo
e) Desa Sumbersari
c. Tahun 2000 sampai sekarang
Kota Metro terbagi atas 5 kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Metro Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pemekaran Kelurahan dan Kecamatan di
Kota Metro, wilayah administrasi pemerintahan Kota Metro dimekarkan menjadi 5
kecamatan yang meliputi 22 kelurahan.
a) Metro Barat : 11,28 km²
b) Metro Pusat : 11,71 km²
c) Metro Selatan : 14,33 km²
d) Metro Timur : 11,78 km²
e) Metro Utara : 19,64 km²
d. Kondisi Tanah
Berdasarkan karakteristik topografinya, Kota Metro merupakan
wilayah yang relatif datar dengan kemiringan
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !