BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Asal-usul Kata Sejarah
Istilah sejarah berasal dari
bahasa Arab, yaitu dari kata syajara dan syajarah. Syajara berarti terjadi dan
syajarah berarti pohon yang kemudian diartikan silsilah Syajarah dalam arti
silsilah berkaitan dengan babad, tarikh, mitos, dan legenda. Istilah syajarah
diserap oleh bahasa-bahasa lain menjadi historia (Latin), history (Inggris),
histoire (Perancis), geschiedenis (Belanda), dan lain-lain. Kata syajarah yang
telah berubah menjadi sejarah masuk ke dalam perbendaharaan bahasa Indonesia
melalui bahasa Melayu.
1.2 Pengertian Sejarah
Arti harfiah syajarah melahirkan
sejarah dalam pengertian sempit, yaitu silsilah, asal-usul atau riwayat. Pada
awal perkembangan pengetahuan, sejarah dalam pengertian sempit itulah yang
dipahami secara umum oleh masyarakat. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
pengertian sejarah pun mengalami perkembangan. Berdasarkan bentuk dan sifatnya,
sejarah terbagi atas dua pengertian, yaitu :
Materi penyuluhan dalam
"Workshop Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan; Penulisan Karya Ilmiah
dan Perekaman Data" tanggal 12-14 Februari 2008 yang diselenggarakan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya
Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, kerjasama
dengan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
a) Sejarah Sebagai Peristiwa
Sejarah sebagai peristiwa adalah
peristiwa yang terjadi di masa lampau, dalam arti peristiwa sebagaimana
terjadinya. Dengan kata lain, sejarah sebagai peristiwa adalah proses sejarah
dalam aktualitasnya (history as past actuality atau histoire-realité). Hal itu
berarti sejarah sebagai peristiwa bersifat obyektif, karena peristiwa itu murni
sebagaimana terjadinya.
C o n t o h :
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945. Peristiwa itu obyektif sebagaimana terjadinya. Ir.
Sukarno membacakan teks proklamasi di halaman rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur
56 (sekarang Jl. Proklamasi) Jakarta,
disaksikan oleh Moh. Hatta dan
sejumlah pejuang kemerdekaan. Peristiwa itu tidak dapat berulang kembali, namun
dapat direkonstruksi menjadi sejarah sebagai
kisah.
b) Sejarah Sebagai Kisah
Sejarah sebagai kisah adalah
sejarah sebagaimana dikisahkan secara tertulis (history as written/histoire
recité) berdasarkan hasil penelitian. Dengan kata lain, sejarah sebagai kisah
adalah rekonstruksi peristiwa sejarah berdasarkan fakta sejarah. Peristiwa
sejarah yang dimaksud terutama peristiwa-peristiwa penting yang menyangkut
kehidupan manusia secara umum.
Proses rekonstruksi sejarah tentu
terkait dengan subyek, yaitu sejarawan. Dalam proses rekonstruksi itu sejarawan
melakukan kritik sumber, seleksi dan interpretasi data (cakupan metode sejarah)
dan analisis permasalahan. Dalam menganalisa suatu peristiwa, sejarawan tentu
memiliki pemikiran atau pandangan,
baik berlandaskan suatu teori
ataupun tidak. Oleh karena itu, sejarah sebagai kisah cenderung bersifat
subyektif. Namun sifat subyektif itu harus menujukkan subyektif-rasional, dalam
arti subyektif itu dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, sesuai dengan
kaidah dan etika ilmiah. Proses sejarah sebagai peristiwa menjadi sejarah
sebagai kisah itulah yang melahirkan ilmu sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ciri-ciri Sejarah Sebagai
Ilmu
Sejarah sebagai ilmu ditunjukkan
oleh unsur-unsur yang merupakan ciriciri keilmuannya.
a) Bersendi Pada Pengetahuan
Syarat utama ilmu adalah bersendi
pada pengetahuan. Tidak mungkin ada ilmu tanpa pengetahuan. Berarti pengetahuan
adalah ciri pertama yang menjadi landasan ilmu untuk mencari keterangan atau
penjelasan lebih lanjut tentang sesuatu.
Suatu pengetahuan menjadi ilmu
harus memiliki syarat-syarat yang mencakup subyek, obyek, dan hubungan subyek
dengan obyek.
• Subyek adalah orang – yang
disengaja ataupun tidak – mengetahui sesuatu (peristiwa).
• Obyek adalah sesuatu
(peristiwa) yang diketahui oleh subyek.
• Hubungan subyek dengan obyek
itulah yang menyebabkan suatu obyek menjadi pengetahuan.
Pengetahuan yang menjadi landasan
ilmu sejarah sudah tentu peristiwa, sejarah sebagai obyek, yang diketahui oleh
sejarawan sebagai subyek. Sejarawan tidak mungkin dapat merekonstruksi sejarah
tanpa mengetahui dan memahami suatu peristiwa sejarah dan permasalahannya.
Peristiwa sejarah berisi
pengalaman manusia di masa lampau. Dengan demikian, ilmu sejarah termasuk ilmu
empiris (Yunani: empeiria berarti (pengalaman), karena sejarah berlandaskan
pengalaman manusia di masa lampau yang menjadi pengetahuan sejarawan.
Pengalaman itu direkam dalam dokumen. Dokumen itulah yang diteliti oleh
sejarawan.
b) Memiliki Metode
Metode adalah salah satu unsur
yang harus dimiliki oleh ilmu. Proses rekonstruksi sejarah, mulai heuristik
(mencari dan menemukan sumber), kritik sumber, interpretasi data sampai dengan
penulisan hasil penelitian (historiografi), harus berdasarkan metode, khususnya
metode sejarah.
Dengan metode itu, rekonstruksi
sejarah akan menghasilkan tulisan sejarah ilmiah. Penulisan sejarah tanpa
dilandasi oleh metode sejarah hanya akan menghasilkan tulisan populer.
Uraiannya hanya bersifat deskriptif-naratif dan tidak menunjukkan ciri-ciri
karya ilmiah sejarah.
c) Sistematis
Dengan landasan metode, sejarah
sebagai kisah ditulis secara sistematis. Hubungan antar bab dan hubungan antar
subbab pada setiap bab disusun secara kronologis, sehingga uraian secara
keseluruhan bersifat diakronis (memanjang menurut alur waktu). Uraian
sistematis akan menunjukkan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain yang
bersifat kausalitas (hubungan sebab-akibat), karena sejarah merupakan suatu
proses. Hal itu berarti kausalitas adalah hokum sejarah.
d) Pendekatan Ilmiah
Sejarah sebagai ilmu juga memiliki teori,
yaitu teori sejarah. Selain menggunakan metode dan teori sejarah, penulisan
sejarah ilmiah dituntut untuk menggunakan pendekatan multidimensional
(interdisipliner), yaitu penerapan konsep dan teori ilmu-ilmu sosial
(antropologi, sosiologi, ekonomi, politik, dll.) yang relevan dengan masalah
sejarah yang dibahas. Pendekatan ilmiah itu perlu dilakukan, karena tulisan
sejarah ilmiah harus bersifat deskriptif-analisis. Teori digunakan untuk
mempertajam daya analisis, sehingga diperoleh eksplanasi (kejelasan) mengenai
berbagai hal, termasuk makna peristiwa.
e) Perspektif Filsafat
Filsafat adalah landasar berpikir
untuk menegaskan kebenaran ilmu. Pemikiran filsafat, khususnya logika berpikir
dapat meningkatkan kualitas pengetahuan manusia. Oleh karena itu, sejarah
sebagai ilmu juga memiliki filsafat sejarah. Perspektif filsafat itu digunakan
untuk mencapai obyektivitas dan kebenaran sejarah.
Bila dipahami secara seksama,
dapat disimpulkan bahwa dalam unsurunsur sejarah sebagai ilmu, setidaknya ada 7
ciri sejarah sebagai ilmu, yaitu:
1) Obyek: Peristiwa sejarah yang
diketahui.
2) Metode : Metode Sejarah.
3) Sifat sistematis.
4) Kausalitas sebagai hukum
sejarah.
5) Teori : Teori Sejarah
6) Pendekatan ilmiah.
7) Perspektif filsafat.
2.2 Karakteristik Sejarah
Selain memiliki ciri-ciri sebagai
ilmu, sejarah (sebagai kisah) juga memiliki karakter tersendiri. Karakteristik
sejarah yang paling mendasar adalah:
2.1.1 Sifat Peristiwa
Sifat peristiwa sejarah
menyangkut hakekat dan makna peristiwa serta keunikan peristiwa.
a) Hakekat dan Makna Peristiwa
Seperti telah disebutkan, obyek
sejarah sebagai ilmu adalah peristiwa. Akan tetapi, tidak segala peristiwa
termasuk ke dalam lingkup sejarah (sebagai kisah). Peristiwa yang menjadi obyek
kajian ilmu sejarah hanya peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia secara
langsung, dan memiliki signifikansi (arti/makna penting) serta besar
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia secara luas.
Hal itu berarti, sejarah adalah
ilmu tentang manusia, tepatnya ilmu tentang pengalaman dan kiprah manusia di
masa lampau.
b) Keunikan Peristiwa
Selain hakekat dan makna
peristiwa, studi sejarah juga ditujukan pada keunikan peristiwa. Keunikan itu
mungkin menyangkut individu, isnstitusi, situasi, bahkan mungkin juga ide.
Keunikan unsur-unsur peristiwa itu menjadi bahan pertanyaan, mengapa? (why?). Oleh
karena itu, keunikan peristiwa merupakan salah satu alasan bagi pemilihan topik
penelitian sejarah.
Contoh peristiwa unik antara
lain:
1. Kedudukan bupati zaman Hindia
Belanda (1808-1942).
Pada zaman Hindia Belanda, sejak
masa pemerintahan Gubernur Jenderal H.W. Daendels (1808-1811), bupati dijadikan
pegawai pemerintah kolonial. Namun kedudukannya sebagai bupati dalam arti
kepala pemerintahan kabupaten dan pemimpin tradisional terus berlangsung.
Berarti bupati waktu itu memiliki kedudukan rangkap yang bersifat unik.
2. Kedudukan Bung Karno (Ir.
Sukarno) zaman RIS (Republik Indonesia Serikat)
Setelah bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan, Belanda berhasil kembali menduduki Indonesia
(1945-1949). Pemerintah pendudukan Belanda membentuk RIS (1949-1950). Ketika
itu Ir. Sukarno memiliki kedudukan unik, yaitu sebagai Presiden RI dan Presiden
RIS.
2.1.2 Perspektif Waktu
Penelitian dan penulisan sejarah
mengacu pada periodisasi (pembabakan waktu). Peristiwa yang dikaji harus jelas
ruang-lingkup temporalnya.
1. Sifat Fakta
Penulisan sejarah harus
berdasarkan fakta. Fakta sejarah adalah hasil seleksi atas sifat fakta (kuat
atau lemah). Berarti tidak setiap fakta adalah fakta sejarah.
2.3 Fungsi Sejarah
a) Fungsi Umum
Fungsi umum sejarah adalah
sebagai sumber pengetahuan. Sejarah (sebagai kisah) merupakan media untuk
mengetahui masa lampau, yaitu mengetahui peristiwa-peristiwa penting dengan
berbagai pemasalahannya. Peristiwa-peristiwa yang menjadi obyek sejarah syarat
dengan pengalaman penting manusia yang penting artinya sebagai pelajaran. Atas
dasar itulah lahirnya motto atau slogan mengenai sejarah, seperti "Sejarah
adalah obor kebenaran", "Sejarah pedoman untuk membangun masa
depan", "Belajarlah dari sejarah", dll. Bung Karno (alm.)
berpesan "Jangan sekali-kali melupakan sejarah"
b) Fungsi Khusus
Dalam fungsi umum itu terkandung
fungsi khusus sejarah, yaitu fungsi sejarah secara lebih luas. Fungsi khusus
sejarah terbagi atas fungsi intrinsic (fungsi hakiki, fungsi yang melekat pada
dirinya) dan fungsi ekstrinsik (fungsi ke luar dirinya).
Fungsi Intrinsik
Ada beberapa fungsi intrinsik
sejarah. Akan tetapi, fungsi intrinsik sejarah yang paling utama adalah sebagai
media untuk mengetahui masa lampau dan sebagai ilmu.
Fungsi Ekstrinsik
Sama halnya dengan ilmu-ilmu
lain, sejarah sebagai ilmu memiliki fungsi ekstrinsik. Fungsi sejarah yang
penting untuk dipahami adalah fungsi edukatif. Fungsi edukatif sejarah mencakup
:
a) pendidikan nalar (penalaran)
b) pendidikan moral
c) kebijakan/kebijaksanaan
d) pendidikan politik
e) perubahan
f) pendidikan masa depan
g) sebagai ilmu bantu.
a) Pendidikan nalar (penalaran)
Mempelajari sejarah secara
kritis, atau menulis sejarah secara ilmiah, akan mendorong meningkatkan daya
nalar orang yang bersangkutan. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:
Pertama, sejarah sebagai ilmu
menjelaskan latar belakang terjadinya suatu peristiwa. Ternyata penyebab
terjadinya suatu peristiwa tidak hanya satu faktor, melainkan beberapa faktor
yang saling berkaitan (kekuatan sejarah).
Contoh, terjadinya Peristiwa G 30
S/PKI 1965.
Berarti sejarah mendidik orang
berpikir plurikausal (multidimensional), bukan berpikir monokausal. Dalam
bahasa/budaya Sunda, berpikir plurikausal (multidimensional) identik dengan
"boga pikiran rangkepan".
Kedua, sejarah sangat
memperhatikan waktu (kronologis-diakronis). Berarti sejarah mendidik kita
memiliki daya nalar untuk memperhatikan waktu dalam menjalani kehidupan (wal
ashri).
Ketiga, sejarah harus ditulis
berdasarkan fakta. Akan tetapi tidak setiap sumber memuat fakta, dan tidak
setiap fakta adalah fakta sejarah. Berarti sejarah mendidik kita untuk memiliki
daya nalar yang dilandasi oleh sikap kritis.
b) Pendidikan moral
Sejarah syarat dengan pendidikan
moral, karena sejarah mengungkap peristiwa yang pada dasarnya memuat dua sifat,
yaitu baik dan buruk, benar dan salah, berhak dan tidak berhak, cinta dan
benci, dan lain-lain.
c) Pendidikan
kebijakan/kebijaksanaan
Peristiwa atau masalah tertentu,
baik secara tersurat maupun tersirat menunjukkan adanya kebijakan atau
kebijaksanaan. Kebijakan/kebijaksanaan di masa lampau sangat mungkin dapat
dijadikan bahan acuan dalam menghadapi kehidupan di masa kini. Berarti sejarah
memiliki fungsi pragmatis.
d) Pendidikan politik
Sejarah mengandung pendidikan
politik, karena peristiwa tertentu menyangkut tindakan politik atau kegiatan
bersifat politik.
e) Pendidikan mengenai perubahan
Sejarah adalah proses yang
menyangkut perubahan. Pada dasarnya kehidupan manusia terus berubah, walaupun
kadar perubahan dari waktu ke waktu tidak sama. Perubahan itu terjadi karena
disengaja atau tidak disengaja.
f) Pendidikan mengenai masa depan
Dengan mempelajari sejarah secara
baik dilandasi oleh sikap kritis, akan dapat memprediksi, bagaimana kira-kira
kehidupan di masa depan. ("Sejarah pedoman untuk membangun masa
depan").
g) Sejarah sebagai ilmu bantu
Fungsi edukatif sejarah juga
ditunjukkan oleh sejarah sebagai ilmu bantu. Sejarah sebagai pengetahuan dan
ilmu dapat membantu menjelaskan permasalahan yang dikaji oleh ilmu-ilmu lain
(antropologi, sosiologi, ekonomi, politik, hukum, dll.).
BAB III
PENUTUP
Ilmu Sejarah memiliki arti
penting bagi penelitian dan pengembangan kebudayaan. Arti pentingnya terletak
pada beberapa hal.
1) Karakteristik sejarah. Ilmu
sejarah adalah ilmu tentang manusia, yaitu ilmu yang mempelajari pengalaman dan
kiprah masnusia di masa lampau. Ilmu sejarah juga mengkaji hakekat dan makna
peristiwa.
2) Fungsi sejarah, baik fungsi
umum maupun fungsi khusus.
Fungsi sejarah yang penting
artinya bagi penelitian dan pengembangan kabudayaan terutama fungsi edukatif,
yang mencakup pendidikan nalar, pendidikan moral, pendidikan kebijakan atau
kebijaksanaan (kearifan), pendidikan perubahan, pendidikan untuk masa depan,
dan sebagai ilmu bantu. Sejarah sebagai ilmu dapat membantu mempertajam
pengkajian masalah sosial budaya. Oleh karena itu, slogan-slogan yang
mengandung makna sejarah sebagai media pembelajaran, jangan hanya dipahami
sebagai konsep atau teori, tetapi dilaksanakan sesuai dengan proporsinya. Dalam
merealisasikan slogan-slogan itu hendaknya dilandasi oleh kesadaran akan pentingnya
pemahaman sejarah bagi kehidupan dan kiprah manusia, baik secara individu
maupun kelompok atau kegiatan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. dan A.
Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan Perspektif.
Jakarta: Gramedia. Carr, E.H. 1967.
What is History? New York: Random
Haouse. Collingwood, R.G. 1956.
The Idea of History. New York:
Oxford University. Daniels, Robert V. 1972.
Studying History; How and Why?
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. Gazalba, S. 1981. Pengantar Ilmu
Sejarah. Jakarta: Bhratara. Hariyono. 1995.
Mempelajari Sejarah Secara
Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya. Kuntowijoyo. 1995.
Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Bentang.