Home »
» 'urf dan ta'arudh
'urf dan ta'arudh
BAB I
PEMBAHASAN
A. 'Urf
1. Pengertian 'urf
Arti 'urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melakukannya atau meninggalkannya. Di kalangan masyarakat ur' ini sering disebut sebagai adat.
Pengertian di atas, juga sama dengan pengertian menurut istilah ahli syara'. Diantara contoh 'urf yang bersifat perbuatan adalah adanya saling pengertian di antara manusia tentang jual beli tanpa mengucapkan shigat. Sedangkan contoh 'urf yang bersifat ucapan adalah adanya pengertian tentang kemutlakan lafal al-walad atas anak laki-laki bukan perempuan, dan juga tentang meng-itlka-kan lafazh al-lahm yang bermakna daging atas as-samak yang bermakna ikan tawar.
Dengan demikian, 'urf itu mencakup sikap saling pengertian di antara manusia atas perbedaan tingkatan di antara mereka, baik keumumannya ataupun kekhususannya. Maka 'urf berbeda dengan ijma' karena ijma' merupakan tradisi dari kesepakatan para mujtahidin secara khusus.
2. Macam-Macam 'Urf
a. 'Urf shahih
'Urf shahih adalah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan yang wajib. Seperti adanya saling pengertian di antara manusia tentang kontrak borongan, pembagian maskawin (mahar) yang didahulukan dan yang diakhirkan.
b. 'Urf fasid
'Urf fasid adalah sesuatu yang telah saling dikenal manusia, tetapi bertentangan dengan syara', atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib. Seperti adanya saling pengertian di antara manusia tentang beberapa perbuatan munkar dalam upacara kelahiran anak, juga tentang memakan barang riba dan kontrak judi.
3. Hukum 'Urf
a. 'Urf shahih dan pandangan para ulama
Telah disepakati bahwa 'urf shahih itu harus dipelihara dalam pembentukan hokum dan pengadilan. Maka seorang mujtahid diharuskan untuk memeliharanya ketika ia menetapkan hokum. Begitu juga seorang Qadhi (hakim) harus memeliharanya ketika sedang mengadili. Sesuatu yang telah saling dikenal manusia meskipun tidak menjadi adat kebiasaan, tetapi telah disepakati dan dianggap mendatangkan kemaslahatan bagi manusia serta sealma hal itu tidak bertentangan dengan syara' harus dipelihara.
Dan syar'I pun telah memelihara 'urf bangsa Arab yang sahih dalam membentuk hokum, maka difardukanlah diat (denda) atas perempuan yang berakal, disyaratkan kafa'ah (keseuaian) dalam hal perkawinan, dan diperhitungkan pula adanya 'ashabah (ahli waris yang bukan penerima pembagian pasti dalam hal kematian dan pembagian harta pusaka).
b. Hukum 'Urf fasid
Adapun 'urf yang rusak, tidak diharuskan untuk memeliharanya karena memeliharanya itu berarti menentang dalil syara' atau membatalkan dalil syara'. Adapun manusia telah saling mengerti akad-akad yang rusak, seperti akad riba atau akad gharar atau khathar (tipuan dan membahayakan), maka bagi 'urf ini tidak mempunyai pengaruh dalam membolehkannya.
Hokum-hukum yang didasarkan 'urf itu dapat berubah menurut perubahan zaman dan perubahan asalnya. Karena itu, para fuqaha berkata, "Perselisihan itu adalah perselisihan masa dan zaman, bukan perselisihan hujjah dan bukti."
4. Kehujahan 'urf
'Urf menurut penyelidikan bukan merupakan dalil syara' tersendiri. Pada umumnya, 'urf ditujukan untuk memelihara kemaslahatan umat serta menunjang pembentukan hokum dan penafsiran beberapa nash. Dengan 'urf dikhususkan lafal yang 'amm (umum) dan dibatasi yang mutlak. Karena 'urf pula terkadang qiyas itu ditinggalkan. Karena itu, sah mengadakan kontrak borongan apabila 'urf sudah terbiasa dalam hal ini, sekalipun tidak sah menurut qiyas, karena kontrak tersebut adalah kontrak atas perkara yang ma'dum (tiada).
B. Ta'arudh
Ta'arudh (berlawanan) menurut arti bahasa ialah pertentangan satu dengan yang lainnya dan menurut arti syara' ialah berlawanan dua buah nash yang kedua hukumnya berbeda dan tidak mungkin keduanya dilaksanakan dalam satu waktu.
Contoh dalil yang berlawanan:
Artinya: "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS. Al-Baqarah: 234)
Ayat ini memberikan petunjuk bahwa setiap wanita yang ditinggalkan suaminya meninggal 'iddahnya empat bulan sepuluh hari, baik wanita itu hamil atau tidak hamil. Namun kalau dilihat dalam firman Allah pada surat lain:
Artinya: "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (QS. Al-Thalaq: 4)
Ayat ini memberikan petunjuk setiap perempuan yang hamil yang suaminya meninggal atau dicerikan suaminya sedang mereka dalam keadaan hamil maka 'iddahnya sampai melahirkan.
Kalau dilihat sepintas kilas dalam ayat pertama perempuan yang hamil yang ditinggalkan suaminya meninggal 'iddahnya empat bulan sepuluh hari dan menurut ayat kedua nash ini berlawanan kalau diterangkan pada kasus yang sama, yang seperti ini dinamakan ta'arudh.
Tidak dapat dikatakan terjadi perlawanan dua buah dalil terkecuali kedua dalil itu sama kuat dan kalau satu dalil itu lebih kuat maka wajib melaksanakan dalil terkuat dan dalil yang lemah wajib ditinggalkan, karena itu tidak mungkin terdapat berlawanan antara dalil yang qath'I dengan dalil zanni, tidak mungkin terjadi berlawanan antara nash dan ijma' atau dengan qiyas. Yang mungkin terjadi berlawanan antara ayat dengan ayat atau hadits dengan hadits yang mutawatir dengan hadits mutawatir atau antara dua buah hadits yang bukan mutawatir atau antara dua buah qiyas.
Contoh yang pertama dan ketiga dalam dua buah nash al-Qur'an:
•
Artinya: "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 180)
Dengan ayat yang berbunyi:
Artinya: "Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan…' (QS. Al-Nisa': 11)
Ayat pertama menerangkan setiap orang yang telah melihat tanda-tanda ajalnya maka hendaklah ia berwasiat kepada ibu bapaknya dan kaum kerabatnya tentang bahagian yang akan diterima mereka namun dalam ayat yang kedua menetapkan jumlah yang harus diterima oleh ahli waris adalah Allah bukan menurut keinginan pemilik harta. Isi kedua ayat ini apada lahirnya berlawanan, karena itu kalau dikompromikan bahwa yang dimaksud dalam ayat pertama adalah orang tua yang tidak menerima perwarisan karena berbeda agama dengan anaknya karena perbedaan agama menjadikan orang tuanya tidak patut menerima perwarisan dari anaknya. Maka agar orang tua mendapat bagian harta anaknya wajiblah anaknya berwasiat untuk menyerahkan sebagian hartanya kepada orang tuanya sebagai harta wasiat karena di dalam perjanjian wasiat perbedaan agama tidak menghalangi wasiat. Kemudian kalau dilihat dari segi turun ayat pertama dan kedua, bahwa ayat pertama turunnya lebih dahulu dan ayat yang kedua kemudian, maka berarti kalau terjadi pertentangan seperti ini dapat dikatakan ayat pertama mansukh dan ayat yang kedua menjadi nasakhnya.
BAB II
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Arti 'urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melakukannya atau meninggalkannya. Di kalangan masyarakat ur' ini sering disebut sebagai adat.
'Urf itu mencakup sikap saling pengertian di antara manusia atas perbedaan tingkatan di antara mereka, baik keumumannya ataupun kekhususannya.
Ta'arudh (berlawanan) menurut arti bahasa ialah pertentangan satu dengan yang lainnya dan menurut arti syara' ialah berlawanan dua buah nash yang kedua hukumnya berbeda dan tidak mungkin keduanya dilaksanakan dalam satu waktu.
Tidak dapat dikatakan terjadi perlawanan dua buah dalil terkecuali kedua dalil itu sama kuat dan kalau satu dalil itu lebih kuat maka wajib melaksanakan dalil terkuat dan dalil yang lemah wajib ditinggalkan, karena itu tidak mungkin terdapat berlawanan antara dalil yang qath'I dengan dalil zanni, tidak mungkin terjadi berlawanan antara nash dan ijma' atau dengan qiyas. Yang mungkin terjadi berlawanan antara ayat dengan ayat atau hadits dengan hadits yang mutawatir dengan hadits mutawatir atau antara dua buah hadits yang bukan mutawatir atau antara dua buah qiyas.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. DR. H. Rachmat Syafe'I, M.A, Ilmu Ushul Fiqh, Pustaka Setia. Bandung. 1990
DRS. H. A. Syafi'I Karim, Fiqh Ushul Fiqh, Pustaka Setia Bandung, 2001
Blog Archive
-
▼
2012
(114)
-
▼
September
(60)
- Pedoman Pelaksanaan Akad Nikah KUA Metro Pusat
- Sejarah KUA METRO PUSAT
- Wali nikah PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Saksi Nikah PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Rujuk PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Prosedur Pernikahan PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Pernikahan dalam Islam PKL KUA METRO PUSAT 2012
- Isi Laporan PKL KUA METRO PUSAT 2012
- konstitusi
- ketahanan nasional
- demokrasi
- asas kewarganegaraan
- kebudayaan islam
- hubungan perubahan sosial dan kebudayaan
- faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial da...
- aliran-aliran filsafat (idealisme dan rasionalisme)
- al-ghazali
- pengantar ilmu sejarah
- sistem peradilan dalam islam
- pengertian perbandingan madzab
- teori pendidikan
- masalah, teori dan hukum perkembangan
- konsep pendidikan
- karakteristik perkembangan moral
- faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
- shalat dhuha
- shalat jamak dan qashar
- khutbah jum'at
- khutbah idul fitri dan idul adha
- al-a'la dan al-ghasiyah
- keterampilan menggunakan variasi mengajar
- keterampilan menggunakan variasi
- psikologi umum
- problematika dalam belajar mengajar
- bimbingan belajar
- psikologi pendidikan
- sejarah dan metode psikologi perkembangan
- citra da'i di masyarakat
- psikologi dakwah melalui media masa
- sejarah perkembangan retorika, zaman romawi pada a...
- ijma'
- ijtihad
- ilmu muhkam dan mutasyabihat
- islam, iman dan ikhlas
- istihsan
- maqasidus syariah
- maslahah mursalah
- nasakh dan tarjih
- nikah
- pembagian hukum syara'
- puasa
- qurban dan aqiqah
- riba
- shalat
- sunah sebagai sumber dan dalil syara'
- sunah-sunah shalat
- thaharah
- 'urf dan ta'arudh
- walimatul ursy
- wudhu
-
▼
September
(60)