BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkataan
“konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata
pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti
susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki arti;
permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah
awal untuk mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari
konstitusi negara bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari
hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga
dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan
arti yang sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law
didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih
menonjol.
Dengan
demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat
fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena
sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah
berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap
kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang
bersifat sesaat. Konstitusi (Latin constitutio) dalam negara adalah sebuah
norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara - biasanya
dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis - Dalam kasus bentukan negara,
konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah
ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai
prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam
bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada
umumnya, Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga
masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang
mendefinisikan fungsi pemerintahan negara. Untuk melihat konstitusi
pemerintahan negara tertentu, lihat daftar konstitusi nasional.Dalam bentukan
organisasi konstitusi menjelaskan bentuk, struktur, aktivitas, karakter, dan
aturan dasar organisasi tersebut.
B. Tujuan Penulisan
Adapun
maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan
dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian dari
Konstitusi, serta memberi pengetahuan tentang hal-hal yang bersangkutan
mengenai konstitusi
C. Sistematika Penulisan
Metode
yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik
pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet
sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.
D. Rumusan Masalah
1) Mengapa Negara yang di kategorikan
sebagai Negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan
Kanada ?
2) Bagaimana sejarah konstitusi dan
Amandemen UUD 1945 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Konstitusi
Secara
umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2)
konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia
memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya
mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai
lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara
yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis
adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada
hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan
berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu
dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu
ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa
sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu,
salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan
negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara
ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan
perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan
(eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan
lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam
konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht
over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan
(bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van
Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan
karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan
pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis
kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk
melaksanakan hukum.
Wirjono
Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung
gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi
jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa
keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.
Berdasarkan
teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi
atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga
tersendiri yaitu:
a) kekuasaan membuat undang-undang
(legislatif)
b) kekuasaan melaksanakan undang-undang
(eksekutif)
c) kekuasaan kehakiman (judikatif)
d) kekuasaan kepolisian
e) kekuasaan kejaksaan
f) kekuasaan memeriksa keuangan negara
B. Amandemen UUD 1945
Konstitusi
suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus
memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi
jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam
konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang
besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang
demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam
konstitusinya.
Adakalanya
keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang
tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara
yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi
dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung
ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya
dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi
rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau
pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada
dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan
di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa
apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang
berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh
hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap
konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan
perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut
C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:
1) Perubahan konstitusi yang dilakukan
oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut
pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam
kemungkinan.
Pertama,
untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri
oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan
secara pasti
Kedua,
untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan
terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan
rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk
mengubah konstitusi.
Ketiga,
adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk
mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan
sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam
cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
2) Perubahan konstitusi yang dilakukan
rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi
maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan
kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi
yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu.
Dalam referendum atau plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan
menerima atau menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan
diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
3) Perubahan konstitusi yang berlaku pada
negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi
pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar
negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi dalam negara
serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan
konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga
perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian.
Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
4) Perubahan konstitusi yang dilakukan
dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk
hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara
kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada kehendak untuk mengubah
konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu
lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi.
Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan
dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula
berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus
dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan
sendirinya lembaga itu bubar.
Hans
Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri
negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen
yaitu :
1) Perubahan yang dilakukan diluar
kompetensi organ legislatif biasa yang dilembagakan oleh konstitusi tersebut,
dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya
kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan konstitusi
2) Dalam sebuah negara federal, suatu
perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui oleh dewan perwakilan rakyat
dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam
Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi, yaitu :
1) Sidang badan legislatif ditambah
beberapa syarat misalnya ketentuan kuorum dan jumlah minimum anggota badan
legislatif untuk menerima perubahan.
2) Referendum atau plebisit, contoh :
Swiss dan Australia
3) negara-negara bagian dalam suatu negara
federal harus menyetujui, Contoh : Amerika Serikat
4) musyawarah khusus (special convention),
contoh : beberapa negara Amerika Latin
Dengan
demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan yang
dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Di
Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak
Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam
delapan periode yaitu :
a) Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember
1949
b) Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus
1950
c) Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
d) Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
e) Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus
2000
f) Periode 18 Agustus 2000 – 9 November
2001
g) Periode 9 November 2001 – 10 Agustus
2002
h) Periode 10 Agustus 2002 – sampai
sekarang
Undang-undang
Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
1) Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea
ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
2) Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
a. 16 Bab;
b. 37 Pasal
c. 4 aturan peralihan;
d. 2 Aturan Tambahan.
3) Penjelasan
UUD
1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS)
pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia
hingga saat ini.
Hingga
tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan
UUD 1945 dilakukan pada :
1) Perubahan I diadakan pada tanggal 19
Oktober 1999;
Pada
amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5
ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15,
17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR;
Diubah
menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
b. Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil
presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali;
Diubah
menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali
masa jabatan.
c. Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi
grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah
menjadi :
1) Presiden memberi grasi dan rehabili
dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung;
2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi
dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d. Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap
Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah
menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2) Perubahan II diadakan pada tanggal 18
Agustus 2000;
Pada
amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal
18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1)
s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3),
27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d
(3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J
ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap
Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah
menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan.
b. Pasal 26 ayat (2) berbunyi :
Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara ditetapkan dengan
Undang-undang
Diubah
menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia
c. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia
diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3) Perubahan III diadakan pada tanggal 9
November 2001;
Pada
amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal
1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2),
(3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan
(3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d
(3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat
(1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan
adalah ditanag rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR
Diubah
menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
b. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil
Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
c. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden
ialah orang Indonesai asli;
Diubah
menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak
kelahirannya
d. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman
ditambah:
• Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat
mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
• Pasal 24C : mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan menurut amandemen IV) UUD
1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji
ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
4) Perubahan IV diadakan pada tanggal 10
Agustus 2002
Pada
amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu:
pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24
ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34
ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan
Tambahan pasal I dan II.
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri
atas anggota-anggota dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan
dengan Undang-undang;
Diubah
menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan
Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
b. Bab IV pasal 16 tetang Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) dihapus.
Diubah
menjadi : Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
Undang-undang Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Pasal
ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya).
Aturan
Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD 1945,
maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami
perubahan sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat (2):
MPR
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan
rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga tertinggi Negara
lagi.
MPR,
DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan Umum.
Presiden dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam
pemilihan umum yang akan datang.
b. Pasal 2 ayat (1):
MPR
terdiri dari :
1) Dewan Perwakilan Rakyat (House of
Representatives : di Amerika Serikat)
2) Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di
Amerika Serikat)
MPR
merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di Amerika
Serikat;
Anggota
DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih
oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan
DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan
dari MPR.
bukan
lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat
Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
c. Pasal 5 ayat (1):
Presiden
bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana
Undang-undang)
d. Pasal 6 ayat (1) dan 6A:
Presiden
Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan Wakil
Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil
Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak langsung oleh
MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e. Pasal 7:
Presiden
dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling lama 2 x 5 tahun
: 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari 30 tahun, bahkan
seumur hidup).
f. Pasal 14:
Presiden
memberi :
Grasi
dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
C. Keterkaitan Dasar Negara Dan Konstitusi
1) Pengertian Dasar Negara
Dalam
Ensiklopedi Indonesia, kata “dasar” (filsafat) berarti asal yang pertama. Bila
dihubungkan dengan negara (dasar negara), kata “dasar” berarti pedoman dalam
mengatur kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan negara yang mencakup berbagai
bidang kehidupan.
Bagi
bangsa Indonesia, dasar negara yang dianut adalah Pancasila. Dalam tinjauan
yuridis konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai
norma obyektif dan norma tertinggi dalam negara, serta sebagai sumber segala
sumber hukum sebagaimana tertuang di dalam TAP.MPRS No. XX/MPRS/1966,jo.TAP.MPR
No.V/MPR/1973,jo.TAP.MPR No.IX/MPR/1978. Penegasan kembali Pancasila sebagai
dasar Negara tercantum dalam TAP.MPR No.XVIII/MPR/1998.
2) Pengertian Konstitusi
Konstitusi
atau Undang-Undang Dasar ? Dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa
menerjemahkan kata Inggris constitution (konstitusi) dengan Undang-Undang Dasar.
Kesulitan pemakaian istilah “Undang-Undang Dasar” adalah bahwa kita langsung
membayangkan suatu naskah tertulis, karena semua Undang-Undang dasar adalah
suatu naskah tertulis. Padahal istilah “constitution” lebih luas, yaitu
keseluruhan peraturan- baik yang tertulis maupun tidak tertulis- yang mengatur
secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Undang-Undang Dasar adalah konstitusi yang tertulis, sedangkan konstitusi
memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis. Para penyusun UUD 1945
menganut pikiran yang sama; dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan :
“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian hukum dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah Hukum Dasar yang tertulis, sedang di sampingnya
Undang-Undang Dasar tersebut berlaku juga Hukum Dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”. Hukum dasar tidak tertulis
disebut Konvensi.
Keterkaitan
antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan
tujuan negara yang tertuang dalam Mukadimah atau Pembukaan Undang-Undang Dasar
suatu negara. Dari dasar negara inilah kehidupan negara yang dituangkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan diatur dan diwujudkan. Salah satu
perwujudan dalam mengatur dan menyelenggarakan kehidupan ketatanegaraan suatu
negara adalah dalam bentuk Konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
3) Keterkaitan Dasar Negara dengan
Konstitusi.
Pancasila
secara resmi menjadi dasar Negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.
secara rinci, rumusan Pancasila tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebagai konstitusi negara Indonesia. Pancasila dan UUD 1945 mempunyai
keterkaitan sangat erat yang dapat dideskripsikan antara lain melalui proses
penyusunan dan tekstualnya.
1) Ditinjau dari Proses Penyusunan dan
Penetapan.
a. Tahap Pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada
tanggal 29 April 1945 dibentuk bPUPKI dan dilantik pada tanggal 28 Mei 1945.
dengan terbentuknya badan ini, bangsa Indonesia mendapat kesempatan secara
legal untuk membicarakan dan mempersiapkan keperluan kemerdekaan Indonesia,
anta lain mempersiapkan Undang-Undang Dasar yang berisi antara lain dasar
negara, tujuan negara, bentuk negara, dan sistem pemerintahan.
b. Penyusunan konsep rancangan dasar
negara dan Rancangan Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi negara Indonesia
merdeka.
c. Pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945
diselenggarakan sidang BPUPKI yang pertama. Dalam sidang ini, Ketua BPUPKI dr.
K.R.T Radjiman Wedyodiningrat menyatakan kepada peserta sidang mengenai dasar
falsafah apa yang akan dibentuk bagi negara Indonesia merdeka.
1) Mr.Muhammad Yamin. → 29 Mei 1945
o Usulan rumusan dasar negara secara
lisan:
Peri kebangsaan
Peri kemanusiaan
Peri Ketuhanan
Peri kerakyatan
Kesejahteraan rakyat
o Usulan rumusan dasar negara secara
tertulis :
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kebangsaan Persatuan Indonesia
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2) Prof.Dr.Mr.R.Soepomo. → 31 Mei 1945
Usulan
konsep dasar negara Indonesia :
Paham negara persatuan
Hubungan negara dan agama
Sistem badan permusyawaratan
Sosialisme negara
Hubungan antarbangsa
3) Ir. Soekarno. → 1 Juni 1945
Ir.
Soekarno mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka adalah Pancasila.
Rumusan
dasar negara Indonesia :
Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme atau peri kemanusiaan
Mufakat atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
Ketuhanan yang berkebudayaan
Rumusan
Dasar Negara menurut Jakarta Charter (22 Juni 1945) :
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
d. Sidang BPUPKI yang kedua tanggal 10 s/d
16 Juli 1945.
Pada
sidang pleno kedua BPUPKI membicarakan tentang rancangan undang-undang dasar
Negara Indonesia merdeka dan berhasil membentuk panitia kecil. Panitia Kecil
yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, bertugas merumuskan rancangan Pembukaan
undang-undang dasar yang berisi tujuan dan asas Negara Indonesia merdeka.
Panitia Kecil yang dipimpin oleh Prof.Dr.Mr.R.Soepomo, bertugas merumuskan
rancangan batang tubuh undang-undang dasar dan rancangan naskah proklamasi.
Pada
hari kelima sidang ini, yakni tanggal 14 Juli 1945 telah diterima rancangan
dasar Negara sebagaimana tersebut dalam Piagam Jakarta yang dicantumkan dalam
Pembukaan dari rencana UUD yang sedang disiapkan.
e. Penetapan UUD 1945.
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, anggota PPKI bersidang menetapkan:
1) Mengesahkan pembukaan dan batang tubuh
UUD 1945.
2) Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden
RI dan Drs.Moh.Hatta sebagai Wakil Presiden RI yang pertama.
3) Untuk sementara waktu, pekerjaan
presiden sehari-hari dibantu oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
( BP-KNIP ).
Rumusan
dasar Negara yang disahkan dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, berbunyi
sebagai berikut.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2) Ditinjau dari Tekstualnya.
Ditinjau
dari tekstualnya, bahwa Pancasila sebagai dasar negara kesatuan Republik
Indonesia tercantum di dalam konstitusi negara, yakni dalam UUD 1945 yang
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
Sebagai
dasar negara, Pancasila tercantum di dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang
merupakan landasan konstitusional dan ideologi negara. Pancasila mempunyai
kekuatan mengikat secara hukum sehingga semua peraturan hukum yang bertentangan
dengan Pancasila harus dicabut. Secara tekstual rumusan Pancasila tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat.
BAB III
KESIMPULAN
Pada
dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan
di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa
apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang
berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh
hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap
konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan
perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Konstitusi
suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus
memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi
jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam
konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang
besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis
berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
DAFTAR PUSTAKA
Haris,
Syamsudin (Ed), 2007, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi,
Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: LIPI Press
Kamal
Pasha M. Pendidikan Kewarganegaraan. Citra
Karsa Mandiri.
Masalah
Kenegaraan, Jakarta, Gramedia, 1975
Prof.
Dr. Kaelan, M.S. Pendidikan Pancasila, Paradigma. Yogyakarta, 2008
Soehino,
Ilmu Negara, Yogyakarta, Liberty, 1980