Headlines News :

Lomba Blog BPJS Ketenagakerjaan

Home » » thaharah

thaharah

BAB I PENDAHULUAN Kaum muslimin sangat memperhatikan masalah thaharah. Banyak buku yang mereka tulis tentang hal itu. Mereka melatih dan mengajar anak-anak berkenaan dengan thaharah. Ulama fiqh sendiri menganggap thaharah merupakan satu syarat pokok sahnya ibadah. Tidaklah berlebihan jika penulis katakan, tidak ada satu agama pun yang betul-betul memperhatikan thaharah seperti agama Islam. Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena di antara syarat-syarat shalat telah ditetapkan seseorang yang akan mengerjakan shalat diwajibkan suci dari hadats dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. BAB II PEMBAHASAN A. Arti Thaharah Thaharah menurut Bahasa berarti bersih. Menurut istilah fuqaha (ahli fiqih) berarti membersihkan hadas atau menghilangkan najis, yaitu najis jasmani seperti darah, air kencing dan tinja. Hadas secara maknawi berlaku bagi manusia. Mereka yang terkena hadas ini terlarang untuk melakukan shalat, dan untuk menyucikannya mereka wajib wudhu, mandi dan tayamum. Thaharah dari hadas maknawi itu tidak akan sempurna kecuali dengan niat taqarrub dan taat kepada Allah SWT. Adapun thaharah dari najis pada tangan, pakaian atau bejana, maka kesempurnaannya bukannya dengan niat. Bahkan jika cecarik kain terkena najis lalu ditiup angin dan jatuh ke dalam air yang banyak, maka kain itu dengan sendirinya menjadi suci. Dalam hukum Islam, masalah bersuci dan segala yang terkait dengannya termasuk amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat orang yang akan mengerjakaan shalat adalah wajib suci dari hadats dan suci badan, pakaian serta tempat dari najis. Masalah bersuci meliputi beberapa perkara, yaitu: 1. Alat bersuci seperti air, tanah dan sebagainya 2. Cara bersuci seperti wudhu, tayamum dan mandi 3. Macam dan jenis yang perlu disucikan 4. Benda yang wajib disucikan 5. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci Bersuci dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Bersuci dari hadats. Bagian ini berlaku pada badan, seperti mengambil air untuk wudhu, tayamum dan mandi. 2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian dan tempat. B. Dalil-Dalil Thaharah Firman Allah:                          •       Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diridari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222) Thaharah dari hadats dan najis itu menggunakan air, sebagaimana firman Allah SWT:   •                     Artinya: “(ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)” (QS. Al-Anfal: 11) C. Macam-Macam Air 1. Air yang suci dan mensucikan Air yang demikian boleh diminum dan boleh digunakan (sah) untuk mensucikan benda yang lain. Seperti: air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah cair, air embun dan air yang keluar dari mata air. 2. Air yang suci tetapi tidak mensucikan Berarti zatnya suci tetapi tidak dapat mensucikan sesuatu. Termasuk dalam hal ini adalah: a. Air yang berubah salah satu sifatnya, seperti: air teh, air kopi dan sebagainya. b. Air yang kurang dari dua kullah (jika persegi panjang maka ukurannya 1,25 hasta) c. Air pepohonan atau buah-buahan, seperti air kelapa, perahan anggur dan sebagainya. 3. Air najis Yaitu: a. Air yang sudah berubah salah satu sifatnya sebab kejatuhan najis b. Air najis tetapi tidak berubah sifatnya, baik warna, bau maupun rasanya 4. Air makruh Yaitu air yang terjemur sinar matahari dalam bejana (wadah) selain emas dan perak. D. Macam-Macam Najis dan Istinja’ 1. Najis a. Najis Mukhafafah (najis ringan) Yaitu kencing anak laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibunya. Cara mensucikan najis ini, cukup memercikkan air di atas benda yang ken najis tersebut. b. Najis Mutawassithah (najis pertengahan) Yaitu najis kotoran manusia, kotoran binatang, darah dan sebagainya. Cara mensucikan najis ini, dengan 2 cara:  Jika najis hukmiyah (yaitu najis yang diyakini tidak nyata zat, bau, rasa dan warnanya), maka cukup mengalirkan air pada benda yang terkena najis itu.  Jika najis ainiyah (yaitu najis yang masih ada zat, bau, rasa dan warnanya), maka harus menghilangkan zat, bau, rasa dan warnanya itu. c. Najis Mughaladlah (najis berat) Yaitu najisnya anjing dan babi. Cara mensucikan ini, adalah dengan dibasuh 7 kali, salah satu airnya harus dicampur dengan tanah. 2. Istinja’ Istinja’ adalah membersihkan najis yang keluar dari dua pintu (kubul dan dubur) baik dengan air maupun dengan batu, atau benda-benda keras lainnya seperti tanah kering, kayu tembikar dan lain-lain. Jika istinja’ memakai batu atau benda-benda keras lainnya, maka disyaratkan jumlah batunya minimal tiga buah yang masing-masing mempunyai tiga sudut. Sabda Rasulullah SAW: اِنَّهُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّبِقَبْرَيْنِ فَقَالَ : اِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ اَمَّا اَحَدُهُمَا فَكاَنَ يَمْشِىْ بِالنَّمِيْمَةِ وَاَمَّااْلاَخَرُفَكاَنَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنْ بَوْلِهِ Artinya: “Beliau telah melewati dua buah kuburan, ketika itu beliau bersabda: Kedua orang yang ada dalam kubur ini disiksa. Seorang disiksa karena mengadu domba orang dan yang seorang lagi karena tidak mengistinja’ kencingnya.”(HR. Ahli Hadis) قَالَ سُلَيْمَانُ : نَهَانَارَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نَسْتَنْجِىَ بِاءَ قَلَّ مِنْ ثَلاَثٍ اَحْجَارٍ Artinya: “Sulaiman berkata: Rasulullah SAW telah melarang kita beristinja; dengan batu kurang dari tiga” (Riwayat Muslim) Dalam hadits ini disebutkan tiga batu, berarti tiga buah batu atau satu batu berseti tiga. Yang dimaksud dengan batu disini ialah setiap benda yang keras, suci dan kesat, seperti kayu, tembikar, dan sebagainya. Adapun benda yang licin seperti kaca, tidak sah dipakai istinja’ karena tidak dapat menghilangkan najis. Demikian pula benda yang dihormati, seperti makanan dan sebagainya, karena mubazir. Syarat istinja’ dengan batu dan yang sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu, tetapi wajib dengan air. E. Wudhu, Mandi dan Tayamum 1. Wudhu’ Menurut lughat ( bahasa ), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats. Dalil-dalil wajib wudhu’:  Ayat Al-Qur'an surat al-maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat , maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh ) kaimu sampai dengan ke dua mata kaki …”  Hadits Rasul SAW لا يقبل الله صلاة احدكم إذا احدت حتّي يتوضّأ Yang artinya “ Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi ) Fardhu wudhu’ yaitu : 1. Niat 4. Menyapu kepala 2. Membasuh muka 5. Membasuh kaki 3. Membasuh tangan 6. Tertib Sunat wudhu’ yaitu : 1) Membaca basmalah pada awalnya 2) Membasuh ke dua telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum berkumur-kumur., walaupun diyakininya tangannya itu bersih 3) Madmanah, yakni berkumur-kumur memasukan air ke mulut sambil mengguncangkannya lalu membuangnya. 4) Istinsyaq, ykni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya 5) Meraatakan sapuan keseluruh lepala 6) Menyapu kedua telinga 7) Menyela-nyela janggut dengan jari 8) Mendahulukan yang kana atas yang kiri 9) Melakukan perbuatan bersuci itu tiga kali- tiga kali 10) Muwalah, yakni melakukan perbuatan tersebut secara beruntun 11) Menghadap kiblat 12) Mengosok-gosok anggota wudhu’ khususnya bagian tumit 13) Menggunakan air dengan hemat. Terdapat tiga pendapat mengenai kumur – kumur dan menghisap air di dalam wudhu’ yaitu : 1. Kedua perbuatan itu hukumnya sunah. Ini merupakan pendapat Imam Malik, asy- Syafi’I dan Abu hanifah. 2. keduanya fardhu’ , di dalam wudhu’. Dan ini perkataan Ibnu abu Laila dan kelompoka murid Abu Daud 3. menghisap air adalah fardhu’, dan berkumur-kumur adalah sunah. Ini adalah pendapat Abu Tsaur, aabu Ubadah dan sekelompok ahli Zahir. Dalam wudhu’ terdapat niat. Ada beberapa pendapat mengenainya. Sebagian Ulama amshar berpendapat bahwa niat itu menjadi syarat sahnya wudhu’ , mereka adlah Ima as- syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, dan Daud. Sedang Fuqoha lainnya berpendapat bahwa niat tidak menjadi syarat ( sahnya wudhu’ ). Mereka adalah abu Hanifah, dan Ats- sauri. Perbedaan mereka karena , perbedaan pandangan mengenai wudhu’ itu sendiri. Yang memang bukan ibadah murni seperti sholat. Hal ini dilakukan demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal- hal yang mebatalkan wudhu’ : 1. Keluar sesuatu dari qubul atau dubur, berupa apapun , benda padat atau cair, angin. Terkecuali maninya sendiri baik yang biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau keluar daripadanya. Dalil yang berkenaan dengan hal in yaitu surat Al- Maidah ayat 6 yang artinya “ … atau keluar dari tempat buang air ( kakus ) … “ 2. Tidur, kecuali duduk dalam keadaan mantap. Tidur merupakan kegiatan yang tidak kita sadari, maka lebih baik berwudhu’ lagi karena dikhawatirkan pada saat tidur ( biasanya ) dari duburnya akan keluar sesuatu tanpa ia sadari. 3. Hilang akal, dengan sebab gila, mabuk, atau lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, degan kehilangan kesadaran sebagai persamaannya. 4. Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan .Firman Allah dalam surat An- nisa ayat 43 yanga artinya “ … atau kamu telah menyentuh perempuan ..” . Hal tersebut diatasi pada sentuhan : • Antara kulit dengan kulit • Laki- laki dan perempuan yang telah mencapai usia syahwat • Diantara mereka tidk ada hubungan mahram • Sentuhan langsung tanpa alas atau penghalang 5. Menyentuh kemaluan manusia dengan perut telapak tangan tanpa alas. 2. Mandi ( Al – Ghusl ) Menurut lughat, mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat. Fardhu’ yang mesti dilakukan ketika mandi yaitu : a) Niat. Niat tersebut harus pula di lakukan serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat. b) Menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit. Dlam hal membasuh rambut, air harus sampai kebagian dlam rambut yang tebal. Sanggul atau gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib di basuh bagian dalamnya. Untuk kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini: a. membaca basmalah b. membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejan c. bewudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi d. menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya e. muwalah f. mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh g. menyiram dan mengosok badan sebanyak- banyaknya tiga kal Sebab –sebab yang mewajibkannya mandi : a) mandi karena bersenggama b) keluar mani c) mati, kecuali mati sahid d) haidh dan nifas e) waladah ( melahirkan ). Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan, walaupun ’ anak ‘ yang di lahirkannya itu belum sempurna. Misalnya masih merupakan darah beku ( alaqah ), atau segumpal daging ( mudghah ). 3. Tayammum Tayammum menurut lughat yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan . Macam thaharah yang boleh di ganti dengan tayamumm yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat al- maidah ayat 6 , yang artinya “ … dan jika kamu junubmaka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air ( kakus ) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik ( bersih )…“. Tayammum itu dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Ada uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur mengunakan air itu terjadi dikarenakan sedang dalam perjalanan ( safir ), sakit, hajat. Ada beberapa kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum, yaitu : • Ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air maka ia boleh langsungbertayammum tanpa harus mencari air lebih dulu. • Ia tidak yakin, tetapi ia menduga disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan demikian ia wajib lebih dulu mencari air di tempat- tempat yang dianggapnya mungkin terdapat air. • Ia yakin ada air di sekitar tempatnya itu. Tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan bertayammum. b) Masuk waktu shalat c) Mencari air setelah masuk waktu shalat, dengan mempertimbangkan pembahasan no I d) Tidak dapat menggunakan air dikarenakan uzur syari’ seperti takut akan pencuri atau ketinggalan rombongan e) Tanah yang murni ( khalis ) dan suci. Tayammum hanya sah dengan menggunakan ‘turab’ , tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang, atau tanah yang bercampur dengannya, tidak sah dipergunakan untuk bertayammum. Rukun tayammum, yaitu : 1. Niat istibahah ( membolehkan ) shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain sebagainya. Dalil wajibnya niat disini ialah Hadits yang juga dikemukakan sebagai dalil niat pada wudhu’. Niat ini serentak dengan pekerjaan pertama tayammum, yaitu ketika memindahkan tanah ke wajah. 2. menyapu wajah. Sesuai firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 43 yang artinya “…sapulah mukamu dan tanganmu, sesungguhnya Allah mahapemaaf lagi maha pengampun “ . 3. menyapu kedua tangan. Fuqoha berselisih pendpat mengenai batasan tangan yang diperintahkan Allah untuk disapu. Hal seperti tersebut terdapat dalam al- quran surat al- Maidah ayat 6 yang artinya “ … sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu .. “. berangkat dari ayat tersebut lahirlah pendapat berikut ini : a) berpendirian bahwa batasan yang wajib untuk melakukan tayammum adalah sama dengan wudhu’ , yakni sampai dengan siku-siku ( madzhab maliki ) b) bahwa yang wajib adalah menyapu telapak tangan ( ahli zahir dan ahli Hadits ) c) berpendirian bahwa yang wajib hanyalah menyapu sampai siku-siku ( imam malik) d) berpendirian bahwa yang wajib adalah menyapu sampai bahu. Pendapat yan asing ini diriwayatkan oleh Az- Zuhri dan Muhammad bin Maslamah . 4. tertib , yakni mendahulukan wajah daripada tangan . Hal –hal yang membatalkan tayammum , yaitu semua yang membatalkan wudhu’ , melihat air sebelum melakukan sholat , murtad. BAB III KESIMPULAN Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Thaharah menurut Bahasa berarti bersih. Menurut istilah fuqaha (ahli fiqih) berarti membersihkan hadas atau menghilangkan najis, yaitu najis jasmani seperti darah, air kencing dan tinja. Macam-Macam Air 1. Air yang suci dan mensucikan 2. Air yang suci tetapi tidak mensucikan 3. Air najis 4. Air makruh Macam-Macam Najis 1. Najis a. Najis Mukhafafah (najis ringan) b. Najis Mutawassithah (najis pertengahan) c. Najis Mughaladlah (najis berat) DAFTAR PUSTAKA Drs. H. Faqih Dalil, Drs. Abu Ishfah. Pedoman Dasar Agama Islam. Apollo, Surabaya, 1995 H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2008 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Lentera, 2008
Share this article :

Blog Archive

Followers

Search This Blog

Blogger Themes

Random Post

Bagaimana Pendapat Anda dengan Blog ini?

Trending Topik

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified
SELAMAT DATANG
script>
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Berbagai Kumpulan Makalah - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template