BAB I
PEMBAHASAN
Tiga
ratus tahun yang lalu seorang filosof Prancis, Rena Descartes yang terkenal
sebagai pandiri filsafat modern pernah mengajukan hasil pemikirannya yang
meninggalkan cara berpikir filsafat skolastik.dia merasaakan dapat berpikir
lebih luas, bilamana ia berpikirberdasarkan metode yang rasionalistis untuk
menganalisis gejala alam. Dengan pemikiran yang rasionalistis itu, orang mampu
menghasilkan ilmu-ilmu pengetahuan yang berguna seperti ilmu dan teknologi.
Manurut Rene Descartes, ada empat langkah berpikir yang rasionalistis. Langkah
tersebut berlangsung sebagai berikut. 1. Tidak boleh menerima begitu saja
hal-hal yang belum diyakini kebenarannya, tetapi harus secara hati-hati
mengkaji hal-hal tersebut.sehingga pikiran kita menjadi jelas dan terang, yang
pada akhirnya membawa kita kepada sikap yang pasti dan tidak ragu-ragu lagi. 2.
Menganalisis dan mengklasifikasikan setiap permasalahan melalui pengujian yang
teliti ke dalam sebanyak mungkin bagian yang diperlikan bagi pemecahan yang
adequat (memadai). 3. Menggunakan pikiran dengan cara demikian, diawali dengan
menganalisis sasaran-sasaran yang paling sederhana dan paling mudah untuk
diungkapkan, maka sedikit demi sedikit akan dapat meningkatkan kearah
mengetahui sasaran-sasaran yang lebih kompleks. 4. Dalam tiap permasalahan
dibuat uraian yang sempurna serta dilakukan peninjauan kembali secara umum,
sehingga benar-benar yakin bahwa tak ada satu pun permasalahan yang tertinggal.
Tentang intuisi, bergsom, filosof Prancis, menyataknbahwa intuisi itu berkadar
lebih tinggi daripada intelek ; intuisi hamper sama dengan "hidup itu
sendiri" yang memimpin kita pada taraf tertentu kepada batas hakikat hidup
itu. Ia adalah simpati yang bersifat ketuhanan, sebagaimana insting binatang
hanya menjadi sadar terhadap dirinya sendiri seta mampu merfleksikannya akan
objeknya sendiri. John dewey, ahli filsafat pendirikan USA, sedikit berbeda
dengan Descarters dalam hal metode cara-cara yang dipergunakan dalam
berpikirmeskipun sama rasionalistisnya, yaitu berpikir reflektif, suatu cara
berpikir yang dimulai dari adanay problem-problem yang dihadapkan padanya untuk
dipecahkan. Menelusuri jalan yangasing (belum dikenal), padawaktu tiba di suatu
jalanyang bercabang banyak maka ia harus berpikir tentang sesuatu yang belum
pernah dialami sebelumnya, yaitu memutuskan mana jalam yang harus dilaluinya.
Kenyataan merupakan suatu pronlem, yang oleh para ahli filsafat dipandang
sebagai problem besar, yang cara pemecahannya oleh J. Dewey sebagai berikut. a.
Kita leihdahulu harus menganalisis situasi itu secara hati-hati dan
mengumpulkan semua fakta yang dapat kita peroleh. Kita harus adil dan tidak
memihak serta tanpa prejudice (prasangka) dalam mengobservasi fakta-fakta. b.
Setelah melakukan observasi pendahuluan terhadap fakta-fakta maka pemecahan apa
yang diusulkan danditetapkan. Inilah yang oleh Dewey disebut "sugesti"
dan juga dapat disebut "hipotesis" atau teori "peovisional
(persiapan)". Kadang kjadang muncul suatu "sinar getaran nurani"
manusia, semacam intuisi untuk memecahkan problema yang dihadapi. Intuisi
menuntun proses berpikir manusia kea rah pemikiran logis yang berupa penalaran
yang bersifat deduktif. Metode di atas kurang tepat bila dipakai dalam
pemikiran filsafat. Oleh karena itu, metode lain yang mungkin lebih efektif
adalah metode logical analysis (analisis logis), metode analogi, metode histories,
ataupun metode intuisi seperti disarankan Bergsom. c. Filsafat juga dapat
dihampiri melalui metode histori. bagaimanapun sulitnya problema itu harus di
pecahkan. Para ahli pikir dapat mendekatinya sampai tingkat tertentu yang wajar
dengan menggunakan metode historis. Metode lain yang digunakan dalam studi
filsafat pendidikan adalah: 1. Metode analitis-sintetis, yaitu suatu metode
yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran
secara induksi dan deduktif serta analisa ilmiah Metode berpikir induktif
tersebut dapat disempurnakan dengan berpikir deduktif yaitu berpikir dengan
menggunakan premise-premise dari fakta yang bersifat umum menuju kea rah yang
bersifat khusus sebagai kesimpulannya. Cara inipun banyak didasarkan atas fenomena
kehidupan di alam semesta ini, termasuk fenomena kehidupan manusia sendiri.
Misalnya premise-premise yang benar, diukur dengan kenyataanyang berlaku, dapat
disusun suatu silogisme, sebagai berikut: a) Premise mayor: Bangsa yang ingin
memperoleh kemajuan hidup, harus memperoleh pendidikan yang baik dan terencana
b) Premise minor: Bangsa Indonesia juga ingin memperoleh kemajuan c)
Kesimpulan: Bangsa Indonesia harus memperoleh pendidikan yang baik Yang penting
dalam berpikir deduktif premise-premisenya harus berisi kebenaran, diukur
berdasarkan realita kehidupan yang ada. Kedua system berpikir di atas, induktif
dan deduktif, merupakan metode berpikir rasional dan logis, yang belum
analitis-sintetis. Oleh karena itu dalam menemukan hakikat problematika kependidikan
pada khususnya, diperlukan analisa dan sintesa yaitu mengurai sasaran pemikiran
filosofis sampai unsure sekecil-kecilnya kemudian memadukan (mensenyawakan)
kembali unsure-unsur itu sebagai kesimpulan hasil studi. 2. Oleh karena
filsafat dipandang sebagai analisa logis dari bahasa dan penjelasan tentang
arti kata dan konsep, maka metode pengungkapan permasalahannyapun menggunakan
analisa bahasa dan analisa konsep. Analisa bahasa dan konsep itu dipandang oleh
hamper semua ahli filsafat sebagai fungsi pokok yang sah dari filsafat. Dalam
penerapannya, analisa filosofis berusaha menjawab terhadap pertanyaan:
"apa" dari sesuatu; atau "mengandung makna apa" dari
sesuatu, maka rumusan jawaban-jawabannya akan berbentuk "definisi-definisi"
dari sesuatu itu. Bila sesuatu itu bersifat histories, maka analisa
historico-filosofis akan memberikan definisi-definisi yang bersifat histories
dari zaman ke zaman. Analisa historico-filosofis ini, oleh banyak ahli filsafat
pendidikan dipandang belum dapat menjawab permasalahan kependidikan yang
hakiki, oleh karena dianggap banyak dicampuri unsure subyektivisme. Namun
berpikir analitis dan sintetis lebih daripada hanya memahami atau mengurai
makna yang terkandung di dalam alur pemikiran, karena hasil analisanya lalu
dipadukan menjadi suatu makna yang bulat, seperti menganalisa tentang benda
atua zat yang dianalisa menjadi bagian terkecil yang disebut "atom"
yang tersusun dari proton, electron dan neutron. Setelah dipisah-pisahkan,
kemudian atom tersebut dipadukan dengan atom sejenis menjadi energi yang
mengandung kekuatan penghancur ataupun memberikan manfaat kepada manusia,
seperti tenaga listrik.
BAB II
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa,
Manurut Rene Descartes, ada empat langkah berpikir yang rasionalistis. Langkah
tersebut berlangsung sebagai berikut. 1. Tidak boleh menerima begitu saja
hal-hal yang belum diyakini kebenarannya, tetapi harus secara hati-hati
mengkaji hal-hal tersebut.sehingga pikiran kita menjadi jelas dan terang, yang
pada akhirnya membawa kita kepada sikap yang pasti dan tidak ragu-ragu lagi. 2.
Menganalisis dan mengklasifikasikan setiap permasalahan melalui pengujian yang
teliti ke dalam sebanyak mungkin bagian yang diperlikan bagi pemecahan yang
adequat (memadai). 3. Menggunakan pikiran dengan cara demikian, diawali dengan
menganalisis sasaran-sasaran yang paling sederhana dan paling mudah untuk
diungkapkan, maka sedikit demi sedikit akan dapat meningkatkan kearah
mengetahui sasaran-sasaran yang lebih kompleks. 4. Dalam tiap permasalahan
dibuat uraian yang sempurna serta dilakukan peninjauan kembali secara umum,
sehingga benar-benar yakin bahwa tak ada satu pun permasalahan yang tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi
Asmoro, Filsafat Umum, Rajawali Pers, Jakarta. 2001 Djumransjah, Filsafat
Pendidikan Islam. Kutub Minar, Malang. 2005. Prasetya, Filsafat Pendidikan.
Pustaka Setia, Bandung. 1997