BAB I
PEMBAHASAN
Selain
berdagang pada hari-hari tertentu, Ahmad Dahlan memberikan pengajian agama
kepada beberapa kelompok orang, terutama pada kelompok murid Pendidikan Guru
Pribumi di Yogyakarta. Dia juga pernah mencoba mendirikan sebuah madrasah
dcngan pengantar bahasa Arab di lingkungan Keraton, namun gagal. Selanjutnya,
pada tanggal 1 Desember 1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di
lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh
beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini
barangkali merupakan Sekolah Islam Swasta pertama yang memenuhi persyaratan
untuk mendapatkan subsidi pemerintah. Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan,
yaitu pada tanggal 18 November 1912 M. mendirikan organisasi sosial keagamaan
bersama temannya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim,
Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani. Tujuan Muhammadiyah terutama
untuk mendalami agama Islam di kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan
agama Islam di luar anggota inti. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi itu
bermaksud mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh
yang membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid
serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah. Sebagai
jawaban terhadap kondisi pendidikan umat Islam yang tidak bisa merespon
tantangan zaman, K.H. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah melanjutkan model
sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Ini mengadopsi
pendidikan model Barat, karena sistemnya dipandang “yang terbaik” dan
disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran agama. Dengan kata lain, ia
berusaha untuk mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak Islami. Umat
Islam tidak diarahkan kepada pemahaman “agama mistis” melainkan menghadapi duni
secara realitis. Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan surat ketetapan
Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yokyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Itulah sbabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srakandan, Wonosari, dan
Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah di luar
Yokyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang
dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari
cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yokyakarta sendiri ia menganjurkan
adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan
kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan jama’ah-jama’ah ini mendapat
bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan
Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf Bima kanu
wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi. Sementara itu,
usaha-usaha Muhammadiyah bukan hanya bergerak pada bidang pengajaran, tapi juga
bidang- bidang lain, terutama sosial umat Islam. Sehubungan dengan itu,
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri khas sebagai
berikut: 1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. 2. Muhammadiyah dalam
melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-cita organisasinya berasaskan
Islam. Menurut Muhammadiyah, bahwa dengan Islam bisa dijamin kebahagiaan yang
hakiki hidup di dunia dan akhirat, material dan spiritual. Untuk mewujudkan
keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah yang berdasarkan Islam, yaitu amar ma’ruf
dan nahi munkar. Dakwah dilakukan menurut cara yang dicontohkan Nabi Muhammad
SAW. Dakwah Islam dilakukan dengan hikmah, kebijaksanaan, nasehat, ajakan, dan
jika perlu dilakukan dengan berdialog. Usaha-usaha yang dirintis dan
dilaksanakan menunjukkan bahwa Muhammadiyah selalu berusaha memperbarui dan
meningkatkan pemahaman Islam secara rasional sehingga Islam lebih mudah
diterima dan dihayati oleh segenap lapisan masyarakat. Muhammadiyah sebagai
gerakan sosial keagamaan, lengkaplah ketika pada tahun 1917 M. membentuk bagian
khusus wanita yaitu ‘Aisyah. Bagian ini menyelenggarakan tabligh khusus wanita,
memberika kursus kewanitaan. Pemeliharaan fakir miskin, serta memberi bantuan
kepada orang sakit. Kegiatan Muhammadiyah dengan ‘Aisyah ini berjalan baik,
terutama karena banyak orang Islam baik menjadi anggota maupun simpatisan
memberikan zakatnya kepada organisasi ini. Di samping ‘Aisyiah, kegiatan lain
dalam bentuk kelembagaan yang berada di bawah organisasi Muhammadiyah ialah :
1. PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang bergerak dalam usaha membantu
orang-orang miskin, yatim piatu, korban bencana alam dan mendirikan
klinik-klinik kesehatan 2. Hizb AI-Wathan, gerakan kepanduan Muhammadiyah yang
dibentuk pada tahun 1917 M. oleh K.H. Ahmad Dahlan 3. Majlis Tarjih, yang
bertugas mengeluarkan fatwa terhadap masalah-masalah yang terjadi di
masyarakat. Cita-cita K.H. Ahmad Dahlan sebagai ulama cukup tegas, ia ingin
memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita Islam. Usaha-usahanya
lebih ditujukan untuk hidup beragama. Keyakinannya bahwa untuk membangun
masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu di bangun semangat bangsa. Dengan
keuletan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan gerakannya yang tidak
pernah luput dari amal, kelenturan dan kebijaksaan dalam membawa misinya, telah
mampu menempatkan posisi “aman”, baik pada zaman penjajahan maupun pada masa
kemerdekaan. Jejak langkah K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menitik- beratkan pada
pemberantasan dan melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Arus dinamika pembahruan terus mengalir dan
bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks.
Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis
untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karean
pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat.
Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang
tajam dan membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini,
setidaknya pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya
sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan
peradaban umat masa depan yang lebih proporsional. Ketika berusia empat puluh
tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan strategi dakwah: ia
memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui per-kumpulan ini, Dahlan berharap
dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Gerakan pembaruan K.H.
Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat zamannya mempunai landasan yang
kuat, baik dari keilmuan maupun keyakinan Qur’aniyyah guna meluruskan tatanan
perilaku keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur’an dengan
penafsiran yang sesuai dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia menolak
taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan
tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis. pada tanggal 1 Desember
1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton
Yogyakarta. Di sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi
berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan
Sekolah Islam Swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan
subsidi pemerintah.