Home »
» AKHLAK MEMELIHARA KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KESEHATAN
AKHLAK MEMELIHARA KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan makhluk bernyawa kebersihan merupakan salah pokok dalam memelihara kelangsungan eksistensinya, sehingga tidak ada satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya, walaupun makhluk tersebut dinilai kotor. Pembersihan diri tersebut, secara fisik misalnya, ada yang menggunakan air, tanah, air dan tanah. Bagi manusia membersihkan diri tersebut dengan tanah dan air tidak cukup, tetapi ditambah dengan menggunakan dedaunan pewangi, malahan pada zaman modern sekarang menggunakan sabun mandi, bahkan untuk pembersih wajah ada sabun khusus dan lain sebagainya. Pada manusia konsep kebersihan, bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikhis, sehingga dikenal istilah kebersihan jiwa, kebersihan hati, kebersihan spiritual dan lain sebagaianya.
Agama dan ajaran Islam menaruh perhatian amat tinggi pada kebersihan, baik lahiriah fisik maupun batiniyah psikis. Kebersihan lahiriyah itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan batiniyah. Oleh karena itu, ketika seorang Muslim melaksanakan ibadah tertentu harus membersihkan terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Ajaran Islam yang memiliki aspek akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak ada kaitan dengan seluruh kebersihan ini. Hal ini terdapat dalam tata cara ibadah secara keseluruhan. Orang yang mau shalat misalnya, diwajibkan bersih fisik dan psikhisnya. Secara fisik badan, pakaian, dan tempat salat harus bersih, bahkan suci. Secara psikhis atau akidah harus suci juga dari perbuatan syirik. Manusia harus suci dari fahsya dan munkarat.
Dalam membangun konsep kebersihan, Islam menetapkan berbagai macam peristilahan tentang kebersihan. Umpamanya, tazkiyah, thaharah, nazhafah, dan fitrah, seperti dalam hadis yang memerintahkan khitan, sementara dalam membangun perilaku bersih ada istilah ikhlas, thib al-nafs, ketulusan kalbu, bersih dari dosa, tobat, dan lain-lain sehingga makna bersih amat holistik karena menyangkut berbagai persoalan kehidupan, baik dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, persoalannya ialah bagimana kebersihan dalam Islam dan apa konsep Islam mengkonsepsi kebersihan. Persoalan ini diajukan karena ketika Islam memiliki ajaran kebersihan yang amat lengkap, ternyata dalam aspek perilaku masyarakat Muslim belum sebagaimana yang dikehendaki ajaran Islam itu sendiri. Maka tidak heran bila orang sering bicara tentang kebersihan di negara-negara maju yang kebetulan non-Muslim amat mengagumkan. Diharapkan dengan tulisan ini dapat memberikan pencerahan terhadap masyarakat yang selama ini terkesan kurang memperhatikan aspek kebersihan dan belum sadar kebersihan yang menjadi bagian ajaran keimanan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBERSIHAN LAHIR DAN BATIN
Islam menggalakkan kebersihan iaitu bersih lahir dan batin. Di dalam Al Quran dan Hadis banyak memperkatakan tentang kebersihan atau bersuci ini.
Allah berfirman dalam Al Quran:
•
Artinya : “Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”
Sumber ajaran Islam adalah al-Quran dan al-Sunnah. Dalam sumber ajaran tersebut, diterangkan bukan hanya aspek peristilahan yang digunakan tetapi juga ditemukan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam menyoroti kebersihan.Untuk itu, maka perlu kajian tematik, sehingga ditemukan prinsip-prisnsipnya dan bagaimana sesungguhnya konsep kebersihan tersebut.
Memang, sebagai ajaran yang lengkap yang memiliki unsur-unsur akidah, syariah dan muamalah sudah semestinya konsep tersebut ada, lebih-lebih bila dilihat dari aspek maqashid al-Syariah yang termasuk aspek tahsini dan berkaitan dengan akhlak karimah.
Sebagaimana disinggung al-Quran dan Sunnah banyak menggunakan istilah-istilah yang berkaitan dengan kebersihan atau kesucian. Dalam al-Quran ada istilah thaharah sebanyak 31 kata dan tazkiyah 59 kata. Dalam al-Quran istilah nazhafah, sementara dalam hadis kata nazhafah dapat kita lihat dalam riwayat bukan hadis, “al-Nazhafatu min al-Iman”,, walaupun hadis tersebut dipertanyakan keabsahannya.
Dalam implementasinya, maka istilah thaharah dan nazhafah ternyata kebersihan yang bersifat lahiriyah dan maknawiyah, sementara nazhafah atau fikih, istilah thaharah digunakan. Pada kitab-kitab klasik dikhusukan Bab al-Thaharah yang bisasanya disandingkan dengan Bab al-Najasah yang selanjutnya juga dibahas masalah air dan tanah, wudu, mandi, mandi janabat, tayamum, dan lain-lain. Namun demikian, ketika Allah menerangkan tentang penggunaan air untuk thaharah disandingkan pula dengan kesucian secara maknawiyah, Dimaksud dengan maknawiyah ialah kesucian dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil, sehingga dapat melaksanakan ibadah, seperti salat dan thawaf.
Makna kebersihan yang digunakan dalam Islam ternyata ada yang dilihat dari aspek kebersihan harta dan jiwa dengan menggunakan istilah tazkiyah. Umpamanya, ungkapan Allah dalam al-Quran ketika menyebutkan bahwa zakat yang seakar dengan tazkiyah, memang maksudnya untuk membersihkan harta, sehingga harta yang dizakati adalah bersih dan yang yang tidak dizakati dinilai kotor. Kebersihan dan kotor harta sebenarnya ada korelasinya dengan jiwa. Suatu fitrah adalah kebudayaan itu sendiri, sekaligus peradaban dan keyakinan.
Dengan demikian, maka konsep kebersihan dan kesucian yang berdasarkan keyakinan dan kebudayaan masing-masing ada nuansa, perbedaan, lidahnya; gajah, kerbau, dan babi yang kesohor makhluk “menjijikan” mandi di kubangan, dan demikian seterusnya. Dalam bahasa Indonesia terdapat kosa-kata kotor dan jijik serta kebalikannya, bersih dan suci. Namun, semua itu baru pada tingkat lahiriyah. Lalu, bagimana Islam memberi makna kebersihan tersebut. Justeru yang menarik lagi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar, bahkan melakukannya sendiri, bukan hanya membersihkan badan kita, tetapi pakaian, rumah, halaman, kendaraan dengan menggunakan istilah mencuci pakaian, kendaraan dan lain-lain. Mencuci diambil dari kata “mensucikan”, membikin suci yang diidentikkan dengan bersih. Ini artinya, apapun yang ada harus dibersihkan atau disucikan.
Bersih secara konkrit adalah kebersihan dari kotoran atau sesuatu yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat pada badan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya yang mengakibatkan seseorang tak nyaman dengan kotoran tersebut. Umpamanya, badan yang terkena tanah atau kotoran tertentu, maka dinilai kotor secara jasmaniah, tidak selamanya tidak suci. Jadi, ada perbedaan antara bersih dan suci. Mungkin ada orang yang tampak bersih, tetapi tak suci.
Al-Quran dan hadis banyak menggunakan lafal atau kosa-kata thaharah yang mengindikasikan pada kesucian badan dari kotoran atau najis atau sesuatu yang menimbulkan ketidaknyamanan jasmaniah seseorang. Dalam Surat al-Maidah: 6 dan surat al-Nisa: 43, ayat yang mewajibkan wudlu dan atau mandi sebelum shalat, misalnya tampak mengandung dua makna sekaligus, yaitu thaharah secara hissiyah -jasmaniah (konkrit-nyata) karena dibersihkan dengan air dan thaharah maknawiah (abstrak) karena dibersihkan dengan air atau tanah ketika air itu tidak ada. Dikatakan mengandung dua makna sekaligus karena pada ayat itu disebutkan juga makna, “Sesungguhnya Allah adalah pengampun dan penyayang” pada akhir surat al-Nisa: 43 karena wudu dan mandi juga shalat adalah jalan membersihkan dosa. Kesucian secara rohani karena dia sudah dengan ketaatan, istigfar dan taubat kepada Allah. Pada ibadah-ibadah tersebut. Memang dalam kehidupan keseharian makna suci ini, sering diungkapkan kepada seseorang yang sedang haid atau dalam keadaan junub, misalnya. Orang yang sudah bersih atau suci dari haid, disebut, “Hatta yath-hurna” (al-Baqarah: 222) bila sudah mandi junub, bukan hanya dicuci.
Sebagimana disebutkan terdahulu bahwa kebalikan dari thaharah adalah najasah atau najis. Dalam ungkapan lain ada juga istilah danas, kotor Dalam Islam istilah najis terkonsep dalam fuqaha. Mereka menetapkan bab tertentu tentang thaharah dan najis tersebut. Dahulu di kalangan fuqaha, najis itu sendiri ditetapkan sebagai berikut: Najis mughallzhah dan mukhaffafah. Dikatakan mughallazhah karena dalam membersihkannya di samping mengunakan air sebanyak tujuh kali juga najis yang dengan sekali atau dua kali cucian sudah cukup tidak lagi memerlukan tanah sebagai tambahannya.
1. Suci Lahir
a. Suci daripada najis berat, sederhana atau ringan.
b. Suci daripada hadas besar dan kecil.
c. Suci daripada fudhul (kotoran).
2. Suci Batin
a) Suci akal daripada syirik dan daripada segala isme-isme dan ideologi ciptaan manusia.
b) Suci hati daripada sifat-sifat mazmumah.
c) Suci nafsu daripada kehendak-kehendak yang negatif.
Mari kita huraikan satu-persatu supaya kita dapat beramal dengan tepat dan hayati sungguh-sungguh dalam hidup kita.
Najis terbahagi kepada tiga:
1. Najis mughallazah (berat)
Contohnya najis anjing dan babi serta yang berkaitan dengan keduanya, misalnya keturunannya.
Cara mencucinya:
o Hilangkan ain najis.
o Hendaklah dibasuh tujuh kali termasuk satu basuhan daripada air tanah yang suci.
2. Najis mutawassitah (pertengahan)
Contohnya tahi, kencing, muntah, nanah, mazi, wadi, air liur basi, bangkai binatang dan lain-lain.
Cara mencucinya:
o Najis hukmiah iaitu yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zatnya, baunya, rasanya dan warnanya seperti kencing yang sudah lama kering sehingga sifat-sifatnya sudah hilang.
Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena najis itu.
o Najis `ainiah iaitu yang masih ada zat, warna, rasa atau baunya, terkecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya. Ini dimaafkan.
Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya. Kemudian dialirkan air mutlak ke atasnya.
3. Najis mukhaffafah (ringan)
Najis air kencing bayi lelaki yang belum berumur dua tahun dan tidak makan apa-apa selain susu ibunya sahaja.
Cara mencucinya :
Memadai dengan memercikkan air ke atas benda yang kena najis itu walaupun tidak mengalir.
B. CARA MENGHILANGKAN NAJIS
1. Najis Hukmiah
Ialah jenis najis yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering (ompol), sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang terkena najis tersebut, tetapi harus di ingat air yang di gunakan haruslah air yang suci lagi mensucikan.
2. Najis 'Ainiyah
Ialah jenis najis yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya. Tentunya dengan air atau benda yang mensucikan.
Masalah kebersihan bukan masalah kecil dalam ajaran Islam, dalam hal ini Kebersihan itu mencakup dua perkara :
1. Kebersihan Jasmani adalah kebersihan yang berkenaan kebersihan tubuh (physic)
Dan kebersihan lingkungan secara internal ( Tempat tinggal , sekolah, dll. ) maupun secara external ( jalan raya, selokan, sungai , pantai , udara dan air ) yang diwujudkan pada kesadaran individu ( pribadi ) atau masyarakat ( public ) dalam mendapatkan kenyamanan secara layak pada kehidupannya.
Menurut Prof .Dr. M. Aburrahman MA bahwa kebersihan merupakan salah pokok dalam memelihara kelangsungan eksistensinya, sehingga tidak ada satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya, walaupun makhluk tersebut dinilai kotor. Pembersihan diri tersebut, secara fisik misalnya, ada yang menggunakan air, tanah, air dan tanah. Bagi manusia membersihkan diri tersebut dengan tanah dan air tidak cukup, tetapi ditambah dengan menggunakan dedaunan pewangi, malahan pada zaman modern sekarang menggunakan sabun mandi, bahkan untuk pembersih wajah ada sabun khusus dan lain sebagainya. Pada manusia konsep kebersihan, bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikhis, sehingga dikenal istilah kebersihan jiwa, kebersihan hati, kebersihan spiritual dan lain sebagaianya.
Dalam Pandangan Islam menetapkan berbagai macam peristilahan tentang kebersihan yaitu, thaharah, nazhafah, fitrah dan Tazkiyah. Dari shahabat Abu Hurairoh bahwa Rasulullah Shollahu alaihi wasallam bersabda yang artinya : “Dari Abi Rofi’, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam berkeliling mengunjungi beberap istrinya (untuk menunakan hajatnya), maka beliau mandi setiap keluar dari rumah istri-istrinya. Maka Abu Rofi’ bertanya, ‘Ya, Rasulullah, tidakkah mandi sekali saja?’ Maka jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ini lebih suci dan lebih bersih.’” (Ibnu Majah dan Abu Daud, derajat haditsnya hasan) Ayat dan Hadist diatas menyuruh kepada kita merealisasikan kebersihan secara global baik bersih fisik maupun bersih spiritual . Sebagaimana disinggung al-Quran dan Sunnah banyak menggunakan istilah-istilah yang berkaitan dengan kebersihan atau kesucian. Dalam al-Quran ada istilah thaharah sebanyak 31 kata dan tazkiyah 59 kata. Dalam al-Quran istilah nazhafah, sementara dalam hadis kata nazhafah dapat kita lihat dalam riwayat bukan hadis, “al-Nazhafatu min al-Iman” walaupun hadis tersebut dipertanyakan valid hadist ini.
Jadi kebersihan jasmani secara konkrit dalah kebersihan dari kotoran atau sesuatu yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat pada badan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya yang mengakibatkan seseorang tak nyaman dengan kotoran tersebut. Umpamanya, badan yang terkena tanah atau kotoran tertentu, maka dinilai kotor secara jasmaniah, tidak selamanya tidak suci. Jadi, ada perbedaan antara bersih dan suci. Mungkin ada orang yang tampak bersih, tetapi tak suci.
2. Kebersihan Rohani adalah kebersihan secara spirirualitas yang ada pada diri
Seseorang dari pola pikirnya, kesadarannya , sikap atau prilaku , jiwanya dan mentalnya tidak ternodai dari hal – hal yang dilarang oleh Ad – Dien ( Islam ) baik secara Abstract ( Khafi- tersembunyi ) maupun secara Transparant (Jali-nyata) yang akan menuju kesempurnaan individu/seseorang dalam menjalankan agamanya.
C. Islam Menghormati Jasmani
Dalam mengatasi gangguan kesehatan jasmani, Islam menekankan pada aspek preventif. Tindakan pencegahan, lebih bersifat praktis dan ekonomis. Bila kita perhatikan ajaran yang terkandung dalam Alqur’an dan hadits, semuanya berorientasi pada tindakan preventif. Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Alhimyatu ashlu kulli dawaa” artinya: pencegahan pangkal semua pengobatan.
1. Perintah Allah SWT
Allah memerintahkan sholat bagi setiap muslim (QS.2:43). Gerakan-gerakan sholat yang dilakukan teratur dan kontinyu akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan yang bersangkutan. Dalam Clinical experts no.14 terbitan Bayer Germany Pharmaceutical Division yang ditulis oleh Dr.Frederich W, Dr.G.Laborie, dan Dr.T.Y. Arraman tentang principles of rheumatism theurapic, dikatakan bahwa jika ruku’ dikerjakan secara sempurna, maka penyakit yang bersumber pada ruas tulang belakang dapat dihindari. Begitu pula jika sujud dikerjakan dengan benar, maka akan membantu paru-paru membersihkan dahak dan cairan yang terkumpul pada lobus bawah paru. Sikap duduk iftirasy dan tawarruk yang baik akan mencegah penyakit wasir, impotensi dan pembesaran prostat.
2. Larangan Allah SWT
Allah mengharamkan daging babi (QS.2:173). Larangan makan daging babi menghindarkan manusia dari penyakit-penyakit yang ditularkan lewat hewan tersebut. Saat ini telah ditemukan sejumlah parasit pada hewan babi diantaranya: Taenia Solium yang bisa menyebabkan gangguan pada otak, mata dan otot, dan Trichinella Spiralis yang menyebabkan gangguan paru dan jantung.
Allah mengharamkan khamr/minuman beralkohol (QS.5:90). Konsumsi alkohol berkaitan erat dengan tingginya angka kejadian ulkus peptikum dan sirosis hepatis. Dengan tidak mengkonsumsi khamr, kita terhindar dari penyakit-penyakit tersebut.
3. Makanan
Terkait dengan makanan, Islam mensyaratkan makanan yang baik adalah ”Halalan thayyiban”. Thayyiban diartikan sebagai bergizi, yaitu harus memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna yaitu: nasi, sayur, lauk, buah dan susu. Kita dianjurkan makan dan minum, tetapi jangan berlebih-lebihan, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Jika kita makan berlebihan, maka akan terjadi penumpukan zat-zat dalam tubuh, misalnya hiperkolesterol yang bisa menimbulkan gangguan jantung. Kekurangan makanan pun, tidak baik pula bagi kesehatan misalnya terjadi defisiensi vitamin dan mineral. Rasulullah menganjurkan untuk makan setelah lapar dan berhenti sebelum kenyang. Etika makan yang dicontohkan rasul adalah mencuci tangan terlebih dahulu, makan dengan tangan kanan, posisi duduk, mengunyah makanan dengan sempurna, menu makanan diatur dan tidak makan makanan yang masih panas.
4. Olahraga
Jenis olahraga yang dianjurkan dalam buku thibbun nabawi adalah jalan kaki, berkuda, memanah, gulat dan berenang. Jenis-jenis olahraga tersebut mewakili tipe olahraga rehabilitatif, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi.
5. Istirahat/tidur
Idealnya tidur 6-8 jam sehari. Tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi tubuh. Pola tidur yan dicontohkan rasulullah adalah tidur di awal malam dan bangun ½ malam terakhir. Tidak dianjurkan tidur sesudah subuh dan setelah ashar, karena akan menjauhkan dari rezeki dan merusak badan. Etika tidur yang dicontohkan rasul adalah berwudhu sebelum tidur, membaca doa, dan tidur dalam posisi miring ke sebelah kanan.
6. Kebersihan diri
Rasulullah menganjurkan untuk mandi, karena mandi dapat mencegah pengendapan kotoran dan keringat yang membawa kuman penyebab penyakit. Tangan merupakan organ yang mudah menularkan penyakit. Oleh karenanya rasulullah senantiasa menjaga kebersihan tangan dengan cara memotong kuku, membasuh kedua tangan sebelum tidur dan bangun tidur, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mencuci tangan sebelum dan setelah menjenguk orang sakit. Jika hendak tidur, ketika bangun malam dan ketika hendak sholat, rasulullah senantiasa menggosok giginya. Dengan menggosok gigi, akan mencegah kerusakan gigi dan bau mulut yang tak sedap.Kebersihan pakaian sangat diperhatikan, karena Allah tidak menerima sholat seseorang apabila dilakukan
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Agama dan ajaran Islam menaruh perhatian amat tinggi pada kebersihan, baik lahiriah fisik maupun batiniyah psikis. Kebersihan lahiriyah itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan batiniyah. Oleh karena itu, ketika seorang Muslim melaksanakan ibadah tertentu harus membersihkan terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Ajaran Islam yang memiliki aspek akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak ada kaitan dengan seluruh kebersihan ini. Hal ini terdapat dalam tata cara ibadah secara keseluruhan. Orang yang mau shalat misalnya, diwajibkan bersih fisik dan psikhisnya. Secara fisik badan, pakaian, dan tempat salat harus bersih, bahkan suci. Secara psikhis atau akidah harus suci juga dari perbuatan syirik. Manusia harus suci dari fahsya dan munkarat.
Makna kebersihan yang digunakan dalam Islam ternyata ada yang dilihat dari aspek kebersihan harta dan jiwa dengan menggunakan istilah tazkiyah. Umpamanya, ungkapan Allah dalam al-Quran ketika menyebutkan bahwa zakat yang seakar dengan tazkiyah, memang maksudnya untuk membersihkan harta, sehingga harta yang dizakati adalah bersih dan yang yang tidak dizakati dinilai kotor. Kebersihan dan kotor harta sebenarnya ada korelasinya dengan jiwa. Suatu fitrah adalah kebudayaan itu sendiri, sekaligus peradaban dan keyakinan. Bersih secara konkrit adalah kebersihan dari kotoran atau sesuatu yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat pada badan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya yang mengakibatkan seseorang tak nyaman dengan kotoran tersebut. Umpamanya, badan yang terkena tanah atau kotoran tertentu, maka dinilai kotor secara jasmaniah, tidak selamanya tidak suci. Jadi, ada perbedaan antara bersih dan suci. Mungkin ada orang yang tampak bersih, tetapi tak suci.
Menurut Prof .Dr. M. Aburrahman MA bahwa kebersihan merupakan salah pokok dalam memelihara kelangsungan eksistensinya, sehingga tidak ada satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya, walaupun makhluk tersebut dinilai kotor.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Rosihan Anwar, M.Ag. Akidah Akhlak, Pustaka Setia : Bandung, 2008.
Blog Archive
-
▼
2012
(114)
-
▼
May
(49)
- pandangan filsafat pendidikan islam terhadap penge...
- pengertian, ruang lingkup dan kegunaan filsafat pe...
- metode studi dalam filsafat pendidikan
- filsafat pendidikan islam menurut kh. hasyim asy'ari
- filsafat pendidikan islam menurut kh. ahmad dahlan
- arti filsafat dan perkembangannya
- aliran filsafat pendidikan (perenialisme dan esens...
- aliran filsafat pendidikan (idealisme dan realisme)
- asas-asas bk
- prinsip pendidikan anak berkelainan
- anak berkelainan fungsi anggota tubuh atau tunadaksa
- bentuk dan makna fonem, morfen, kata, frasa dan kl...
- mubtada' dan khabar
- isim kana dan saudaranya
- isim isyaroh
- fi'il muta'adzi
- teori-teori pembelajaran dan penerapannya
- metode mengajar
- evaluasi belajar dan pembelajaran
- ziarah kubur
- yasin dan tahlil
- upacara pemakaman
- tradisi hadoroh dan tawasul
- kepemimpinan NU
- hubungan NU dan pondok pesantren
- aswaja dan politik ketatanegaraan
- kiprah dan pokok pikiran para tokoh utama pendiri NU
- lembaga penjamin simpanan
- dalil sisa
- hubungan akidah islam dengan akhlak
- nikah
- fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai a...
- Shahih Bukhari
- akhlak bernegara
- fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai a...
- Ruang lingkup administrasi pendidikan
- Latar Belakang Berdirinya NU
- pembelajaran matematika realistik (RME)
- ilmu pendidikan
- makalah bahasa indonesia "kalimat efektif"
- demokrasi dan hak asasi manusia
- TINDAKAN KELAS SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAH...
- Makalah Pendidikan Anak
- Cara Membuat Tampilan Blog Lebih Menarik di Blogge...
- pendidikan luar sekolah
- peradaban pada masa bani Abbasiyah
- hadits pada masa nabi
- Filsafat dewasa ini
- AKHLAK MEMELIHARA KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KESEHATAN
-
▼
May
(49)