BAB
I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Remaja
Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun
sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi
pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13
tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai
dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hokum di Amerika Serikat saat
ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan
bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini,
umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah..
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal
dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk
mencapai kematangan”. Bangsa primitive dan orang-orang purbakala memandang masa
puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang
kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan
reproduksi.[1]
B.
Karakteristik Umum Perkembangan
Remaja
Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh
Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983).
Ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan
anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka
sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika
mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan
sikap dewasa.
Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja
yaitu sebagai berikut:
1.
Kegelisahan
2.
Pertentangan
3.
Mengkhayal
4.
Aktivitas Berkelompok
5.
Keinginan Mencoba Segala Sesuatu[2]
C.
Jenis Tugas-Tugas Perkembangan
Remaja
Menurut Havighurst (Hurlock, 1990) ada sejumlah tugas perkembangan yang
harus diselesaikan dengan baik oleh remaja, yaitu sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan baru yang lebih matang
dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
2.
Mencapai peran social pria dan wanita
3.
Menerima keadaan fisiknya dan
menggunakannnya secara efektif
4.
Mencari kemandirian emosional dari orang
tua dan orang-orang dewasa lainnya
5.
Mencapai jaminan kebebasan ekonomis
6.
Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan
7.
Persiapan untuk memasuki kehidupan
berkeluarga
8.
Mengembangkan keterampilan intelektual
dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan.
9.
Mencapai dan mengharapkan tingkah laku
social yang bertanggung jawab
10. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan system etika sebagai pedoman
tingkah laku[3]
D.
Tugas Perkembangan Remaja
Berkenaan dengan Kehidupan Berkeluarga
Secara teoretis, masa remaja dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase
pertama adalah pubertas dan fase kedua adalah adolesens. Fase pertama
menitikberatkan pada perkembangan fisik dan seksual, serta pengaruhnya terhadap
gejala-gejala psikososial. Sedangkan fase kedua menitikberatkan pada
aspek-aspek nilai-nilai moral, pandangan hidup dan hubungan kemasyarakatan
(Siti Rahayu Haditono, 1991).
Berdasarkan pada pembagian masa remaja ke dalam dua fase tersebut,
pembahasan tugas perkembangan remaja berkenaan dengan kehidupan berkeluarga
menitikberatkan pada masa remaja fase kedua yaitu fase adolesens. Pada fase
adolesens, tugas perkembangan yang berkaitan dengan kehidupan keluarga
merupakan tugas yang sangat penting dan harus dapat diselesaikan dengan baik
meskipun dirasakan sangat berat. Ini cukup beralasan karena selama tahun
pertama dan kedua perkawinan, pasangan muda harus melakukan penyesuaian diri
satu sama lain terhadap anggota keluarga masing-masing. Sementara itu
ketegangan emosional masih sering timbul pada mereka.
Dari sekian banyak masalah penyesuaian diri dalam kehidupan berkeluarga
atau perkawinan, ada empat unsure utama yang paling penting bagi kebahagiaan
perkawinan, yaitu:
1.
Penyesuaian dengan pasangan
2.
Penyesuaian seksual
3.
Penyesuaian keuangan
4.
Penyesuaian dengan pihak keluarga
masing-masing
Berkaitan dengan empat penyesuaian diri remaja dalam kehidupan keluarga
dan perkawinan, ada sejumlah factor yang memengaruhinya, yaitu sebagai berikut:
1.
Faktor yang memengaruhi penyesuaian
terhadap pasangan ialah konsep tentang pasangan yang ideal, pemenuhan
kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat, kepentingan bersama, kepuasan nilai,
konsep peran, dan perubahan dalam pola hidup.
2.
Faktor penting yang memengaruhi penyesuaian seksual ialah
perilaku seksual, pengalaman seksual masa lalu, dorongan seksual, pengalaman
seksual marital awal, serta sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi.
3.
Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
dengan pihak keluarga pasangan ialah seterotipe tradisional, keinginan untuk
mandiri, fanatisme keluarga, mobilitas social, anggota keluarga berusia lanjut,
dan bantuan keluarga untuk keluarga pasangan.
Masih dalam konteks penyesuaian diri dalam kehidupan berkeluarga dan
perkawinan, ada sejumlah criteria keberhasilan penyesuaian kehidupan
berkeluarga dan perkawinan, yaitu:
1.
Kebahagiaan pasangan suami isteri
2.
Hubungan yang baik antara anak dan orang
tua
3.
Penyesuaian yang baik dari anak-anak
4.
Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari
perbedaan pendapat
5.
Kebersamaan
6.
Penyesuaian yang baik dalam masalah
keuangan
7.
Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga
pasangan[4]
E.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Proses Penyesuaian Remaja
Menurut Schneiders (1984), setidaknya ada lima factor yang dapat memengaruhi proses
penyesuaian diri remaja, yaitu:
1.
Kondisi Fisik
Seringkali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian
diri remaja. Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat memengaruhi
penyesuaian diri remaja adalah:
a.
Hereditas dan konstitusi fisik
b.
System utama tubuh
c.
Kesehatan fisik
2.
Kepribadian
Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian
diri adalah:
a.
Kemauan dan kemampuan untuk berubah
b.
Pengaturan diri
c.
Realisasi diri
d.
Inteligensi
3.
Proses belajar
Termasuk unsure-unsur penting dalam edukasi/pendidikan yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri individu, adalah:
a.
Belajar
b.
Pengalaman
c.
Latihan
d.
Determinasi diri.
4.
Lingkungan
Berbicara factor lingkungan sebagai variable yang berpengaruh terhadap
penyesuaian diri sudah tentu meliputi:
a.
Lingkungan keluarga
b.
Sekolah
c.
Masyarakat
5.
Agama serta budaya
Agama berkaitan erat dengan factor budaya. Agama memberikan sumbangan
nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang
memberi makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbnagan
hidup individu. Agama secara konsisten dan terus-menerus kontinu mengingatkan
manusia tentang nilai-nilai intrinsic dan kemuliaan manusia yang diciptakan
oleh Tuhan, bukan sekadar nilai-nilai instrumental sebagaimana yang dihasilakn
oleh manusia. Dengan demikian, factor agama memiliki sumbangna yang berarti
terhadap perkembangan penyesuaian diri individu. Selain agama, budaya juga
merupakan factor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu. Selain
agama, budaya juga merupakan factor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
individu. Hal ini terlihat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang
diwariskan pada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Selain itu, tidak sedikit konflik pribadi,
kecemasan, frustasi, serta berbagai perilaku neurotic atau penyimpangan perilaku
yang disebabkan, secara langsung atau tidak langsung, oleh budaya sekitarnya.
Sebagaimana factor agama, factor budaya juga memiliki pengaruh yang berarti
bagi perkembangan penyesuaian diri individu.[5]
F.
Implikasi Proses Penyesuaian Diri
Remaja bagi Pendidikan
Perkembangan penyesuaian diri remaja yang ditandai dengan dinamika yang
sangat tinggi, membawa implikasi imperative akan pentingnya intervensi
pendidikan yang dilakukan secara sistematis, serius dan terprogram guna
membantu proses perkembangannya agar berkembang kea rah yang lebih baik.
Intervensi edukatis yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
1.
Dalam kehidupan keluarga hendaknya
diciptakan interaksi edukatif yang memberikan pasangan aman bagi remaja untuk
memerankan dirinya ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan keluarganya.
Dengan cara demikian, remaja akan terlatih melakukan penyesuaian diri dalam
bentuk interaksi yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
2.
Orang tua hendaknya jangan menimbulkan
stimulus yang dapat mengembangkan identifikasi negative pada remaja karena
sesungguhnya orang tua harus dapat
dijadikan model bagi remaja dalam segala tingkah lakunya.
3.
Hindarkanlah perkembangan identifikasi
menyilang pada remaja, karena akan sangat mengganggu proses pemkembangan
penyesuaian diri remaja.
4.
Perlu menciptakan kegiatan-kegiatan yang
bersifat edukatif dan didalamnya menuntut kemampuan remaja untuk melakukan
interaksi, proses sosialisasi, dan penyesuaian diri terhadap diri sendiri,
keluarga yang diikuti, maupun orang lain yang sama-sama ikut aktif dalam proses
kegiatan tersebut.[6]
BAB
II
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa, Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun
sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi
pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13
tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai
dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hokum di Amerika Serikat saat
ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan
bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini,
umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah..
Ada
sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai berikut:
1.
Kegelisahan
2.
Pertentangan
3.
Mengkhayal
4.
Aktivitas Berkelompok
5.
Keinginan Mencoba Segala Sesuatu
Ada empat
unsure utama yang paling penting bagi kebahagiaan perkawinan, yaitu:
1.
Penyesuaian dengan pasangan
2.
Penyesuaian seksual
3.
Penyesuaian keuangan
4.
Penyesuaian dengan pihak keluarga
masing-masing
Menurut Schneiders (1984), setidaknya ada lima factor yang dapat memengaruhi proses
penyesuaian diri remaja, yaitu:
1.
Kondisi Fisik
2.
Kepribadian
3.
Proses belajar
4.
Lingkungan
5.
Agama serta budaya
DAFTAR
PUSTAKA
Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi
Remaja, Bumi Aksara. Jakarta.
2011
Hellooo... Thanks for your information. Its very informative and useful. Click the following link walisongo.ac.id
ReplyDelete