Headlines News :

Lomba Blog BPJS Ketenagakerjaan

Home » » Makalah Gejala Psikhis Peserta Didik

Makalah Gejala Psikhis Peserta Didik




BAB I
PENDAHULUAN
  1. A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk monodualis sekaligus makhluk makhluk monopluralis. Manusia dikatakan makhluk monodualis karena ia terdiri dari jasadiyah dan ruhiyah. Untuk dapat dikatakan manusia, kedua aspek tersebut harus ada. Sedangkan makhluk monopluralis adalah selain sebagai individu yang mempunyai ego, manusia juga sebagai makhluk social yang membutuhkan keberadaan selainnya sekaligus makhluk yang mempunyai fitrah untuk menuhankan.
Dalam menjalani kehidupannya, manusia harus dididik. Karena manusia mempunyai potensi-potensi dasar yang harus diarahkan dan dikembangkan untuk menapaki derajat insan kamil.
Manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu melaksanakan suatu aktifitas atau kegiatan . dalam melaksakan aktifitas itu, manusia bekerja  dengan seperangkat alat-alat kejiwaan   dalam dirinya. Alat-alat kejiwaan itu saling mengisi antara satu dengan yang lainnya, baik yang bersifat fisik (jasmani) maupun yang bersifat psikis (ruhani). Ada beberapa istilah yang digunakan oleh para ahlil psikologi dalam menyebut alat-alat kejiwaan itu, antara lain Pigot, Kohstam , dan Palland menyebutnya dengan peristiwa-peristiwa kesadaran (Biwuzt Zynder-Shyselen). Kupyer mengistilahkan dengan fungsi-fungsi jiwa (Psychishe-function), sedangkan Lonschoten memakai istilah ajaran fungsi umum.[1]
Bigot dkk., dalam bukunya berjudul Leerboek der psychology memperluas ketiga fungsi jiwa tersebut sebagai berikut: kognasi, konasi dan emosi. Dalam makalah ini, kami akan membahas ketiga gejala psykologi yang berpengaruh dalam keberhasilan pendidikan.
Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud kognisi?
  2. Apa yang dimaksud konasi?
  3. Apa yang dimaksud emosi?
  1. B. Tujuan
  2. Memahami gejala psikis peserta didik ditinjau dari gejala kognisi.
  3. Memahami gejala psikis peserta didik ditinjau dari gejala konasi.
  4. Memahami gejala psikis peserta didik ditinjau dari gejala emosi.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. 1. Kognisi
Manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu melaksanakan aktifitas dalam melaksakan aktifitas tersebut seperangkat alat-alat kejiwaan dalam diri manusia bekrja. Alat alat kejiwaan itu saling mengisi, kait mengait antara satu dengan yasng lainnya, bersifat fisik maupun psikis..
Kedua jenis aktivitas tersebut hanya dapat dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan, KarenA manusia itu merupakan satu kesatuan  yang mempunyai sifat fisiologi sikologis. Misalnya, sesorang yang sedang merngetik (aktifitas jasmaniyah), harus sudah menghafal kata-kata atau kalimat yang akan diketik sekaligus hafal dimana letak huruf-hurufnya, angka-angka dan tanda-tanda lainnya (aktivitas ruhaniyah).
Fungsi-fungsi jiwa dalam kenyataannya sangat sulit dan rumit. Untuk itu, para ahli menggolongkannya menurut alat-alat yang berfungsi. Terkait dengan hal ini, Aristoteles membagi aktifitas atau kegiatan jiwa individu menjadi dua golongan (Bimo Walgito,1983: 49), yaitu[2]:
  1. Kemampuan manusia menerima stimulus dari luar. Kemampuan ini berhubungan dengan pengenalan (kognisi).
Kognisi adalah pengamatan; pemikiran; pencapaian pengetahuan tentang sesuatu . Dan atau kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku atau tindakan mereka terhadap sesuatu. Merubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat merubah perilaku mereka. Adapun gejala pengenalan (kognisi) secara umum dapat di bagi dua yaitu: melalui indera dan melalui akal. Dari kedua pengenalan itu pada akhirnya akan saling menentukan bagi kapasitas kognisi (intelegensi).
  1. Pengamatan
Pengamatan sebagai fungsi jiwa dapat di artikan sebagai unit organisasi dan interprestasi kesan-kesan timbul yang merupakan hasil pekerjaan indera sehingga individu dapat meberikan kenyataan yang ada di sekitarnya.
Setiap kekuatan yang merangsang seseorang yang berasal dari dalam atau dari luar menarik perhatianya. Apabila ia menyatakan bahwa ia memberikan perhatian kepada sesuatu itu, berarti bahwa ia memutuskan kegiatan jiwanya kepad objek tersebut tidak kepada objek-objek lainnya. Perbuatan juga dapat diarahkan kepada pikiran atau keadaan emosi seseorang, Perhatian perlu sebagai persiapan bagi bentuk-bentuk kegiatan jiwa lainnya.
  1. Tanggapan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok dapat diartikan sebagai kesan-kesan imajinatif bagi individu sebagi akibat pengamatan, objek-objek yang diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu-waktu pengamatan.
Tanggapan merupakan gambaran ingatan dari seseuatu pengamatan, maka tanggapan dapat dibedakan menjadi:
  1. Menurut alat indra: yang berperan dalam  waktu mengamati ada tanggapan fisual (penglihatan), auditif (pendengaran), penciuman dan sebagainya.
  2. Menurut terjadinya: ada tanggapan ingatan, ada tanggapan fantasi.
  3. Menurut terikatnya: ada tanggapan benda dan ada tanggapan kata.
  1. Fantasi
Fantasi dapat diartikan sebagai kemampuan daya jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada tidak perlu sesuai dengan benda-benda yang ada. Kemampuan jiwa manusia membentuk tanggapan baru yaitu berupa imajinasi.
  1. Ingatan
Ingatan dapat diartikan sebagai kesanggupan jiwa untuk mencamkan, menyiapkan, dan memproduksi suatu tanggapan. Rumusan definisi yang dikatakan bahwa ingatan adalah suatu aktifitas tempat pengetahuan manusia berasal (berdasarkan kesan-kesan dari masa lampau).
Aktifitas atau perbuatan mengingat kemungkinan individu tetap memiliki kesan-kesan yang dimilikinya. Oleh karena itu, aktivitas mengingat harus memenuhi unsure-unsur berikut:
  1. Mencamkan (learning)
  2. Menyimpan (retaining)
  3. Memproduksi (recalling)
    1. Berpikir
Berpikir merupakan fungsi jiwa yang mengandung maksud dan tujuan memecahkan masalah, menemukan hubungan, dan menentuka sangkut paut antara masalah satu dengan yang lainnya.
  1. Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan menunjukkan bagaimana cara ndividu bertingkah laku dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
  1. 2. Konasi
kehendak merupakan fungsi kejiwaan yang bersufat pasif, tetpi lebih merupakan perbuatan atau fungsi kejiwaan yang bersifat aktif. Dengan pertanyaan ini, maka kehendak berrti sebagai usaha yang aktif menuju pelaksanaan suatu tujuan (linschoten,t.t.: 198).
Kehendak sebagai salah satu fungsi kejiwaan yang sangat penting, dapat menjadi penentu berhasil tidaknya individu dalam mencapai suatu tujuan, baik tujuan yanga wajar maupun tujuan yang ditetapkan secara eksplisit (ditetapkan sendiri). Kedua aspek kehendak tersebut dapat dipersatukan dalam pengertian umum yang disebut usaha.
b. teori-teori kehendak
Pada bahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa kehendak terdiri dari dua aspek, yaitu tujuan yang wajar (usaha yang wajar) dan tujuan yang di tetapkan secara eksplisit (usaha yang ditetapkan sendiri).Terkait dengan itu, bila kita menitik beratkan pada aspek wajar, berarti kita bersandar pada teori kehendak biologis. Apabila kita meletakkan titik berat pada usaha yang ditetapkan pada oleh individu sendiri, berarti kita bersandar atau memakai teori kehendak psikologis kesadaran.
Teori kehendak biologis ini menitikberatkan pada fungsi organism, insting, dan nafsu.Diantara pemuka teori ini adalah Mac.Dougall dan Mannich.
  1. Mac. Dougall
Dougall memandang kehendak sebagai suatu kerja sama yang rapi dan halus dari dorongan-dorongan sejenis yang menentukan tingakah laku manusia dan hewan-hewan. Dorongan-dorongan (implus) yang di maksud Dougall adalah tidak lain dari fungsi organisme (biologis) yang diorganisasikan oleh insting-insting.
  1. Mannich
Mannich memandang bahwa kemauan ditimbulkan oleh adanya nafsu atau dorongan pada organism yang berorientasi pada mempertahankan hidup, baik hidup sendiri maupun hidup sejenis.[3]
Dorongan nafsu yang bekerja dalam diri manusia dapat di bedakan menjdi tiga macam nafsu dasar atau pokok.Ketiga macam dorongan nafsu tersebut terdiri dari dorongan nafsu mempertahankan diri, dorongan nafsu mempertahankan jenis, dan dorongan nafsu mengembangakn diri. Menurut Minnich, dorongan pada organism itu baru merupakan kekuatan yanga ada dalam nafsu. Cara organism memenuhi nafsunya dengan kekuatan (dorongan) itu disebut insting. Insting menunjukkan apa, bagaiman, dan dimana di peroleh pemahaman nafsu itu.
Sementara teori kehendak psikologis , menitikberatkan pada fungsi kesadaran dan tujuan (teleologis) individu. Teori ini di kemukakan oleh William Stern, Johannes lindworski, dan james E. Reyce.
  1. William Stern
William stern meninjau kehendak itu dari sudut proses timbulnya, yaitu dari kebutuhan kepribadian individu, adanya kesadaran akan tujuan dan adanya pelaksanaan tujuan yang disertai tingkah laku. Kecenderungan psikologis pendapat Stern ini di tunjukkan dengan adanya antisipasi dan sadar tujuan (teleologis) yang memimpin kebutuhan individu.
A.H. Maslow, mengemukakan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar perkembangan individu dapat berlangsung dengan baik, yaitu:
a. kebutuhan fisiologis; kebutuhan akan udara, makanan,seks dan lain-lain.
b. kebutuhan akan rasa aman.
c. kebutuhan akan cinta kasih dan kebutuhan untuk memiliki atau di miliki.
d. kebutuhan untuk mengetahui dan mengartikan sesuatu.
e. kebutuhan akan penghargaan.
kebutuhan akan kebebasan tingkah laku tanpa hambatan-hambatan dari luar untuk menjadikan diri sendiri sesuai dengan citra dirinya sendiri.
Pada  manusia memang terdapat bermacam-macam kebutuhan yang muncul setiap saat. Kebutuhan yang pertama kali harus di penuhi adalah kebutuhan akan makan dan oksigen, yaitu kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi akan menyebabkan manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya. Kebutuhan ini di sebut dengan kebutuhan primer atau dasar.[4]
Namun,manusia tidak mungkin hidup secara wajar, sejahtera, sehat dan bahagia jika kebutuhan primer saja yang dipenuhi. Manusia membutuhkan yang lain yang dapat memberinya perasaan aman, kasih sayang, pujian, kebebasan dalam bertidak tanpa hambatan dan sebagainya.
Kebutuhan-kebutuhan yang terahir ini bersifat psikis dan para ahli menamakannya dengan kebutuhan psikologis (kebutuhan sekunder). Kebutuhan psikologis sangat penting untuk dipenuhi agar individu bisa hidup sejahtera tanpa hambatan-hambatan dalam perkembangan intelek, emosi maupun cara-cara penyesuaian dirinya.
  1. Johannes lindworski
Menurut lindworski, sumber kehendak adalah kekuatan yang berada dalam pribadi dan kekuatan untuk bercorak menentukan. Jika kehendak berpusat dalam pribadi individu, maka kehendak memiliki kekuatan yang besar. Kekuatan kehendak juga ditimbulkan oleh kesadaran akan kebenaran pendorong yang menjadi penggeraknya.
Faktor pendorong itulah harus disadari demi melahirkan sesuatu keputusan perbuatan yang tegas dan bersemangat. Kesadaran akan pendorong itu, menurutnya, lebih brnilai tinggi untuk memperkuat kehendak di bandingkan melatih kehendak.
  1. James E. Reyce
Menurut James E. Reyce, kehendak itu merupkan kekuatan psikis yang mewujudkan diri dalam perbuatan memilih. Dengan demikian suatu tindakan yang memiliki nilai keputusan haruslah berdasarkan pada perbuatan memilih (dengan sadar. niat) sebagai perwujudan kehendak atau kemauan.
c. pembagian kehendak
Secara garis besar kehendak dapat di bagi menjadi dua macam, yakni kehendak yang berpusat pada kehidupan jasmaniah dan kehendak yang berhubungan dengan kehidupan ruhaniah (perbuatan kemauan).
1. kehendak yang berpusat pada kehidupan jasmaniah (biologis)
Gejala-gejal yang berpusat pada kehidupan jasmaniah nampak dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Beberapa fungsi kehendak tersebut dapat di bagi menjadi 9 macam, yaitu tropisme, reflex, insting, otomatisme, kebiasaan, kecenderungan, dorongan, keinginan, dan hawa nafsu.
a. tropisme, merupakan reaksi atau peristiwa yang menyebabkan gerakan pada suatu arah tertentu. Reaksi ini hanya nampak pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.Contoh : tumbuhan yang batang dan daunnya condong menghadap sinar matahari untuk memperoleh sinar yang cukup.
b. reflex, ialah suatu gerakan (reaksi) yang tidak disadari terhadap perangsang yang datang, baik dari luar maupun dari dalam.
c. insting, ialah suatu kesanggupan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tertuju pada pemuasan dorongan nafsu dan dorongan-dorongan lain yang di bawa sejak lahir. Perbuatan insting atau yang bisa disebut naluri ini mempunyai sifat tidak berubah sejak lahir sampai mati. Misalnya, setiap bayi yang lahir selalu menangis , cara menyusu bayi juga sama antara bayi yang satu dengan yang lain.
d. otomatisme, adalah suatu gerak spontan (berlangsung denga sendirinya), bukan karena pengaruh akal atau pikiran dan luar kekuatan kehendak. Misalnya: gerakan jantung (supaya darah dapat mengalir kesemua bagian tubuh), paru-paru bergerak mengembang dan mengempis (supaya tubuh mendapat zat asam yang di perlukan dan mengeluarkan zat arang yang tidak berguna).
e. kebiasaan, ialah rangkaian perbuatan yang sudah di stabilkan sehingga berlaku dengan sendirinya, namun kadang-kadang masih di pengaruhi oleh pikiran. Contoh kebiasaan merokok setelah selesai makan, meletakkan benda pada tempatnya, membaca koran setiap pagi dan sore, begitu juga kebiasaan membaca Al-Qur’an setiap selesai sholat maghrib, dan sebagainya.
f. kecenderungan. Keinginan atau hasrat yang sering timbul secara berulang-ulang yang tertuju pada sesuatu yang konkret.
Menurut Paulhan, psikolog Prancis sebagimana di kutip oleh Kartini Kartono, kecenderungan di bedakan menjadi empat macam:
1. kecenderungan vital (hayat), seperti lahap, gemar makan (rakus), gemar minum-minuman keras, dan sebagainya.
2. kecenderungan perseorangan (egoistis), seperti sift-sifat loba, tamak, kikir, cinta diri, brutal, merasa paling benar, dan sebaginya.
3. kecenderungan social, seperti persahabatan, kerukunan, gotong royong, hajat untuk beramal, dan sebagainya.
4. kecenderungan abstrak.
Kecenderungan abstrak di bagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. kecenderungan abstrak positif, misalnya : gemar mengabdi keda Tuhan, berbuat jujur, patuh, bertanggung jawab, dan sebaginya.
2. kecenderungan abstrak negative, misalnya: bohong, munafiq, menipu, dan sebagainya.
g. dorongan, yaitu suatu kekuatan kehendak yang terdapat dalam individu untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
h. keinginan, yaitu suatu dorongan yang di dasari, yang tertuju pada sesuatu kebutuhan tertentu dan pemenuhan terhadap segala sesuatu yang ingin di capai. Misalnya : dorongan makan dan minum dan lain-lain.
i. hawa nafsu, adalah hasrat yang sangat kuat dan hebat sehingga dapat mengganggu keseimbangan fisik. Hawa nafsu dapat menguasai segala fungsi hidup kejiwaan, segala keinginan yang lain di kesampingkan.[5]
2.kehendak yang berpusat pada kehidupan ruhanian (perbuatan kemauan)
Penggunaan istilah kehendak lebih luas dari pada istilah kemauan yang hanya dimilki dan digunakan untuk manusia. Oleh karena itu kemauan dapat di artikan sebagai dorongan kehendak yang terarah pada tujuan hidup tertentu dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Dengan begitu tentunya kemauan lebih tinggi tingkatannnya (sifat ruhaniah) dari pada kehendak atau (sifat jasmaniah) seperti insting, refleks, otomatis, dorongan, hawa nafu dan sebagainya. Sebagaimana di dinyatakan oleh Kartini Kartono. Untuk membedakan kemauan dan kehendak penulis jelaskan beberapa karakteristik kemauan.
  1. Kemauan merupakan dorongan dari dalam yang khusus di miliki manusia. Maka, kemauan merupakan dorongan yang disadari dan dipertimbangkan.
  2. Kemauan berhubungan erat dengan suatu tujuan. Kemauan mendorong timbulnya perhatian dan minat, selain itu, ia juga mendorong gerak aktivitas ke arah tercapainya suatu tujuan.
  3. Kemauan sebagai pendorong timbulnya perbuatan kemauan yang didasarkan atas sebagai pertimbangan, baik pertimbangan akal yang menentukan benar salahnya suatu perbuatan kemmauan maupun pertimbangan perasaan yang menentukan baik buruknya perbuatan kemauan.
  4. Pda kemauan tidak hanya terdapat pertimbangan akal pikiran dan perasaan saja, tetapi juga seluruh pribadi memberikan corak pada perbuatan kemauan.
  5. Perbuatan kemauan bukanlah tindakan yang bersifat kebetulan melainkan tindakan yang di sengaja dan terarah pada tercapainya tujuan.
  6. Kemauan dapat menjadi pemersatu (unifikator) dari semua tingkah laku manusia dan mengkoordinasikan semua fungsi kejiwaan menjadi bentuk kerja sama yang superharmonis. Maka, menauan yang sehat akan menjadikan manusia satu kesatuan yang benar-benar menyadari tujuan hidupnya dalam setiap langkah dan tingkah lakunya.
Sehubungan dengan pelaksanaan keputusan kemauan, ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek motif dan aspek usaha. Dalam aspek motif, keputusan itu harus berharga, artinya berharga secara khusus bagi yang melaksanakan kemauan itu. Dan dalam aspek usaha, ada beberapa kemungkinan, yaitu menerima, ragu-ragu, dan menunda. Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
  1. Keadaan fisik, adalah pengaruh yang berhubungan dengan kondisi jasmani, yakni sanggup tidaknya, kuat tidaknya, mampu tidaknya untuk melaksanakan keputusab kemauan.
  2. Keadaan materi, seperti bahan-bahan, syarat-syarat dan alat-alat yang dipergunakan untuk melaksanakan keputusan kemauan.
  3. Keadaan lingkungan, maksudnya adalah keputusan kemauan dapat dilaksanakan dalam lingkungan tertentu, yang sesuai dengan lingkungan, apakah lingkungan dapat membantu, atau sebaliknya.
  4. Kata hati, memegang peran penting dalam melaksanaan keputusan kemauan. Karena keputusan kata hati dapat mengalahkan pertimbangan-pertimbangan yang lain. [6]
  1. 3. Emosi
Perasaan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Perasaan dapat menyebabkan manusia berbuat baik ataupun berbuat buruk, misalnya: melihat seorang nenek-nenek yang takut menyeberang jalan yang ramai, seorang pemuda merasa belas kasihan, lalu segeralah dia mendekatinya dan menolongnya menyeberang jalan yang ramai itu; karena merasa iri hati melihat temannya dapat membeli arloji baru, si Polan berkasak-kusuk menjelek-jelekkan nama baik temannya itu. Kecuali itu perasaan suka dapat menambah gairah dan kebahagiaan hidup, misalnya dengan mendengarkan lagu yang menjadi kesukaannya seseorang dapat lebih menikmati hidup ini; karena dapat mengatasi persoalan, seseorang merasa bangga. Sebaliknya perasaan tidak suka membuat orang kurang bersemangat acuh-takacuh, dan mungkin mengalami ketidak seimbangan batin, misalnya karena dikatakan bodoh seseorang lalu menjadi kendur semangat, menderita perasaan, rendah diri.[7]
Dalam proses belajar mengajar, gejala emosi mempunyai arti praktis sebagai berikut:
  1. Perasaan suka atau gembira bersifat menggiatkan, sedangkan perasaan tidak suka atau sedih bersifat melemahkan, karena itu alangkah baiknya apabila pelajaran yang diberikan oleh guru dapat diterima oleh siswa dalam suasana suka dan gembira.
  2. Seringkali siswa mengalami perasaan takut dan cemas; keadaan begini sudah barang tentu tidak menguntungkan baginya, karena itu guru berkewajiban membantu melenyapkan perasaan seperti itu; cara yang dapat ditempuh ialah kecuali pendekatan yang simpatik, dalam berbicara hendaknya guru mempergunakan kata yang logis, yang dapat diterima oleh akal.
  3. Perasaan itu bersifat menular, berjangkit; karena itu guru perlu waspada terhadap pelahiran perasaan (sedih, gembira dan sebaginya) di depan siswa-siswa.
  4. Perasaan-perasaan ruhaniah harus dikembangkan sebaik-baiknya, sebab perasaan ini akan melatar belakangi dan mendasari budi pakerti dan perilaku yang luhur.
  5. Perasaan-perasaan tertentu sangat jelas perkembangannya selama masa remaja, yaitu perasaan kebangsaan, perasaan social dan perasaan agama; maka peka ini hendaknya dipergunakan sebaik-baik mungkin oleh para guru.
  6. Perlu diingat pula bahwa perasaan-perasaan itu hendaknya dikembangkan secara seimbang dan selaras.
PERKEMBANGAN EMOSI DAN PROSES PEMBELAJARAN
  1. A. Definisi Emosi
Banyak definisi mengenai emosi yang dikemukakan oleh para ahli karena memang istilah emosi ini menurut Daniel Goleman (1995) yang merupakan pakar “kecerdasan emosional” makna yang tepat masih membingungkan, baik dikalangan ahli psikologi atau ahli filsafat dalam kurun waktu selama lebih dari satu abad. Karena sedemikian membingungkannya makna emosi, maka Daniel Goleman (1995) dalam mendefinisikan emosi merujuk kepada makna yang paling harfiah yang diambil dari “Oxford English Dictionary” yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut Daniel Glomen (1995) mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.[8]
Sementara itu, Chaplin (1989) dalam “Dictionary of Psikology” mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan/(feeling) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.[9]
Dengan demikian, emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologi disertai perasaan yang kuat biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.
  1. B. Bentuk-bentuk Emosi
Meskipun emosi sedemikian rupa kompleksnya, namun Daniel Glomen[10] (1995) sempat mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu:
  1. Amarah; di dalamnya meliputi beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.
  2. Kesedihan, di dalamnya meliputi, pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa dan depresi.
  3. Rasa takut, \di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik dan pobia.
  4. Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania.
  5. Cinta, di dalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih saying.
  6. Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpena.
  7. Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka dan mau muntah.
  8. Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
  1. C. Hubungan antara Emosi dengan Tingkah Laku
Pertanyaan mendasar berkaitan dengan hubungan antara emosi dengan tingkah laku adalah: apakah emosi yang menimbulkan tingkah laku ataukah tingkah laku yang menimbulkan emosi? Jawaban terhadap pertanyaan ini ada beberapa pendapat yang kemudian menghasilkan apa yang dikenal dengan “teori emosi”.[11]
Melalui teori “kecerdasan emosional” yang dikembangkannya, Daniel Glomen (1995) mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam pola berpikir emosional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Respons yang Cepat Tetapi Ceroboh
Dikatakannya bahwa pikiran yang emosional itu ternyata lebih cepat daripada pikiran yang rasional karena pikiran emosional sesungguhnya langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apapun yang akan dilakukannya. Karena kecepatannya itu sehinggga sikap hati-hati dan proses analitis dalam berpikir dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi ceroboh. Namun demikan, di sisi lain, pikiran emosional ini juga mempunyai kelebihan, yakni membawa rasa kepastian yang sangat kuat dan di luar jangkauan normal, sebagaimana yang dilakukan oleh pikiran rasional.
2. Mendahulukan Perasaan Baru Kemudian Pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit lama dibandingkan dengan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih dahulu muncul adalah dorongan hati atau emosional, baru kemudian doronga pikiran. Dalam urutan respons yang cepat, perasan mendahului atau minimal berjalan serempak dengan pikiran. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih tampak menonjol dalam situasi-situasi yang mendesak dan membutuhkan tindakan penyelamatan diri.
3. Memperlakukan Realitas Sebagai Realitas Simbolik
Logika pikiran emosional, yang disebut juga sebagai logika hati, itu bersifat asosiatif. Artinya memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sama dengan realitas itu sendiri. Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantun, kiasan, gambaran, karya seni, novel, film, puisi, nyanyian, opera, dan teater secara langsung ditujukan pada pikiran emosional. Para ulama penyiar agama dan guru spiritual termasyhur pada umumnya dalam menyampaikan ajaran-ajarannya senantiasa berusaha menyentuh hati para pengikutnya dengan cara berbicara dalam bahasa emosi, dengan mengajar melalui perumpamaan, fabel, ibarat, dan kisah-kisah yang sangat menyentuh perasaan.
4. Masa Lampau Diposisikan Sebagai Masa Sekarang
Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak serupa dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi, maka pikiran emosional akan menanggapinya dengan memicu perasaan-perasaan yang berkaitan dengan peristiwa yang diingat itu. Pikiran emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah lampau. Kesulitannya adalah, terutama apabila penilaian terhadap masa lampau itu cepat dan otomatis, barangkali kita tidak menyadari bahwa yang dahulu memang begitu, ternyata sekarang sudah tidak lagi seperti itu.
5. Realitas yang Ditentukan oleh keadaan
Pikiran emosional pada diri individu itu dalam bekerjanya sebenarnya banyak ditentukan oleh keadaan dan didiktekan oleh perasaan tertentu yang sedang menonjol pada saat itu. Cara seorang berpikir dan bertindak pada saat merasa senang dan romantis akan sangat berbeda dengan perilakunya ketika sedang dalam keadaan sedih, marah, atau cemas. Dalam mekanisme emosi itu ada repertoar pikiran, reaksi, bahkan ingatannya sendiri-sendiri. Repertoar itu menjadi sangat menonjol pada saat-saat yang disertai dengan intensitas emosi yang tinggi.
Selain teori kecerdasan emosional yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan atau pengaruh emosi terhadap tingkah laku, ada juga sejumlah teori-teori emosi yang lain juga menjelaskannya. Adapun teori-teori tersebut adalah:
a. Teori Sentral
teori sentral ini dikemukakan oleh Walter B. Canon. Menurut teori ini, gejala kejasmanian termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu. Jadi individu mengalami emosi lebih dahulu, baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam jasmaninya. Dengan demikian, menurut teori ini dapat dikatakan bahwa emosilah yang menimbulkan tingkah laku, dan bukan sebaliknya. Karena seseorang merasa sedih, maka dia menangis dank arena seseorang merasa takut, maka dia melarikan diri.[12]
b. Teori Peripheral
Teori ini dikemukakan oleh James dan lange. Menurut teori ini dikatakan bahwa gejala-gejala kejasmanian atau tingkah laku seseorang bukanlah merupakan akibat dari emosi, melainkan emosi yang dialami oleh individu itu sebagai akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini seseorang bukannya karena takut kemudian lari, melainkan karena lari menyebabkan seseorang takut. Demikian juga seseorang bukannya karena sedih sehingga menangis,melainkan menangis itulah maka menjadi sedih.seandainya seseorang itu tidak menangis,maka kemungkinan tidak akan menjadi teramat sedih. Dengan demikian,menurut teori ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku yang menimbulkan emosi,dan bukan sebaliknya.[13]
c. Teori Kepribadian
Menururt teori ini,bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi yang tidak dapat dipisah-pisahkan.maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan jasmani. Jadi antara emosi dengan tingkah laku hanya dapat dibedakan, tetapi tidak bisa dipisah-pisahkan.
  1. Teori Kedaruratan Emosi
Teori ini dikemukakan oleh Cannon. Teori ini mengemukakan bahwa reaksi yang mendalam dari kecepatn jantung yang semakin bertambah akan menambah cepatnya aliran darah menuju ke urat-urat, hambatan-hambatanpada pencernaan, pengembagan atau pemuaian kantung-kantung di dalam paru-paru dan proses lainnya yang mencirikan secara khas keadaan emosional seseorang, kemudian menyiapkan organism untuk melarikan diri atau untuk berkelahi, sesuai dengan penilaian terhadap situasi yang ada oleh kulit otak.
BAB III
3.Kesimpulan
Seperti yang telah dijelaskan di atas, antara kognisi-emosi-konasi tidak dapat dipisahkan, hal terjadi karena semua gejala kejiwaan merupakan satu kesatuan. Pengenalan tanpa didasari pada perasaan dan kehendak tidak membekas pada jiwa yang pada akhirnya pengenalan itu tidak akan membuahkan pengertian yang lebih dalam tentang objek yang di indera itu.  
Kognisi
Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu.
Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, di antaranya adalah psikologi, filsafat, dan lain-lain.
2. Konasi (Kehendak)
Kemauan merupakan salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Tujuan adalah titik akhir dari gerakan yang menuju pada sesuatu arah. Adapun tujuan kemampuan adalah pelaksanaan suatu tujuan-tujuan yang harus diartikan dalam suatu hubungan. Misalnya, seseorang yang memiliki suatu benda, maka tujuannya bukan pada bendanya, akan tetapi pada mempunyai benda itu”, yaitu berada dalam relasi (hubungan), milik atas benda itu. Seseorang yang mempunyai tujuan untuk menjadi sarjana, dengan dasar kemauan, ia belajar dengan tekun, walaupun mungkin juga sambil bekerja. Dalam istilah sehari-hari, kemauan dapat disamakan dengan kehendak dan hasrat. Kehendak ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai gerak-gerik.
3. Emosi (Perasaan)
Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimiliki oleh semua orang, hanya corak dan tingkatannya tidak sama. perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian sering juga perasaan berhubungan dengan gejala mengenal.
Apakah perasaan itu?
Perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif. Jadi unsur-unsur perasaan ialah :
  1. Bersifat subyektif daripada dengan gejala mengenal
  2. Bersangkut paut dengan gejala mengenal
  3. Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang, yang tingkatannya tidak sama.
Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang sama. Karena adanya sifat subyektif pada perasaan maka gejala perasaan tidak dapat disamakan dengan pengamatan, fikiran dan sebagainya.
Pengenalan hanya berstandar pada hal-hal yang ada berdasarkan pada kenyataan, sedangkan perasaan sangat dipengaruhi oleh tafsiran sendiri dari orang yang mengalaminya. Perasaan tidak merupakan suatu gejala kejiwaan yang berdiri sendiri, tetapi bersangkut paut atau berhubungan erat dengan gejala-gejala jiwa yang lain, antara lain dengan gejala mengenal. Kadang-kadang gejala perasaan diiringi oleh peristiwa mengenal dan sebaliknya pada suatu ketika ada gejala perasaan yang menyertai peristiwa mengenal.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. Pendidikan & Psikologi Perkembangan. Malang: Ar Ruzz Media, 2009.
Baharuddin. Psikologi Pendidikan. Yogjakarta: Ar Ruzz Media, 2010.
Asrori. Muhammad. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima, 2007.
Mahmud, M.Dimyati. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1990.

[1] Baharuddin, Pendidikan & Psikologi Perkembangan, (Malang: Ar Ruzz Media, 2009), hlm. 37
[2] Baharuddin, Psikologi Pendidikan, (Malang: Ar Ruzz Media, 2010), hlm. 83-84.
[3] Baharudin.et al.psikologi pendidikan.jogjakarta: Ar-ruzz media-cet  1 juni 2007,hlm 153-156
[4]Baharudin.et al.psikologi pendidikan.jogjakarta: Ar-ruzz media-cet  1 juni 2007,hlm 156-157
[5]Baharudin.et al.psikologi pendidikan.jogjakarta: Ar-ruzz media-cet  1 juni 2007,hlm 158-171
[6]Baharudin.et al.psikologi pendidikan.jogjakarta: Ar-ruzz media-cet  1 juni 2007,hlm 174-176
[7] M. Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan., h.178
[8] H, Muhammad asriri, Psikologi Pembelajaran, h.82
[9] Ibid. h.82
[10] Asrori, Ibid, h.83
[11] Ibid, h.84
[12] Ibid. h.86
[13] Ibid.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Blog Archive

Followers

Search This Blog

Blogger Themes

Random Post

Bagaimana Pendapat Anda dengan Blog ini?

Trending Topik

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified
SELAMAT DATANG
script>
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Berbagai Kumpulan Makalah - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template