BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama islam ialah agama yang sempurna, yang didalamnya mengatur berbagai
hal yang terkait dengan perjalanan manusia. Baik itu berhubungan dengan
Syari’ah. Ibadah, Akhlak, Muamalah, Pendidikan, hubungan dengan Allah, dan
ketinggian nilai-nilai kemanusiaan, semuanya diatur dalam ajaran islam.
Begitupun juga halnya dengan tasawuf yang telah ada sejak dahulu hingga
sekarang.
Dalam makalah yang cukup singkat ini penulis akan membahas tentang
Sumber-sumber Ilmu Tasawuf yang dianggap penting untuk mengetahui apa
yang para sufi jadikan dasar sehingga mereka mengamalkan Ilmu Tasawuf tersebut.
Namun dalam hal ini yang penulis maksudkan dengan sumber disini adalah:
landasan, dasar, pondasi, tempat berpijak, yang dengannya pasa sufi
mempelajari, mendalami, dan mengembangkan ilmunya dalam kehidupan dijagat Allah
ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja sumber ajaran Tasawuf dalam perspektif Islam?
2.
Bagaimana sumber – sumber ajaran Tasawuf dalam perspektif Orientalis Barat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Ajaran Tasawuf dalam Perspektif Islam
1) Al-Qur’an (ayat-ayat Allah)
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan tentang ayat-ayat
al-Qur’an tentang tasawuf, kami akan mengemukakan beberapa definisi al-Qur’an.
Menurut Dr. Muhammad Yusuf Musa al-Qur’an ialah kitab suci yang diturunkan
kepada Muhammad SAW dan disampaikan
kepada kita secara mutawatir.
Sedangkan menurut istilah ahli Syara’ al-Qur’an ialah wahyu dari Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat bagi beliau, wahyu itu diturunkan
dalam bahasa arab dan disampaikan kepada masyarakat secara mutawatir, baik
dengan lisan maupun tulisan, dan orang yang membacanya mendapat pahala dari
Allah SWT..
Sebagai sumber
ajaran agama islam, al-Qur’an menghadirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan
tasawuf, mulai dari ayat yang berhubungan dengan ajaran yang sangat mendasar dalam tasawuf
sampai kepada ayat yang berhubungan dengan maqamat dan ahwal. Di bawah
ini akan diuraikan beberapa ayat yang berhubungan dengan ajaran tasawuf.
Firman Allah SWT dalam surah al-Anfal ayat 17, yaitu
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ
اللَّهَ رَمَى (الأنفال : ١۷)
Artinya: tidaklah
engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar.
Menurut pendapat kaum sufi, ayat ini adalah dasar yang kuat
sekali dalam hidup kerohanian ( tasawuf ). Beberapa soal besar dalam
tingkat-tingkat perjuangan kehidupan dapat disimpulkan dalam ayat ini. Yang
melempar bukanlah Nabi Muhammad, melainkan Tuhan. Gerak dan gerik tidak pada
kita, melainkan dari Allah. Kita bergerak dalam kehidupan ini hanyalah pada
lahir belaka. Tidak ada yang terjadi jika tidak ada izin dari Allah. Seorang
hamba Allah dengan Tuhannya, hanya laksana sebuah Qalam dalam tangan seorang
penulis. Menulis karena digerakan saja. Yang dituliskan tidak lain dari pada
kehendak si penulis.
Selanjutnya, paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia,
merupakan ajaran dasar dari tasawuf. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشدونَ(البقرة :
١٨٦)
Artinya: Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran. ( QS. al-Baqarah:
186).
2) As Sunnah (Rasulullah)
Rasul merupakan sumber kedua setelah Allah bagi para sufi
dalam mendalami dan pengambangkan ilmunya, karena hanya kepada Rasul sajalah
Allah menitipkan wahyuNya. Tentulah Rasul pula yang lebih banyak tahu tentang
sesuatu yang tersirat dibalik yang tersurat dalam Al-Qur’an. Selain itu rosul
pulalah satu-satunya manusia yang sempurna dalam segala hal, Beliau adalah
insan panutan bagi semua umat manusia terutama kaum sufi yang senantiasa
mencoba meniru semua kelakuan Rasulullah dengan sebaik-baiknya.
Seperti sebelum Nabi diangkat menjadi rasul, berhari-hari ia
mengasingkan diri di Gua Hira, terutama pada saat bulan Ramadhan. Beliau
menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh orang
arab yang tengah tenggelam di dalamnya, seperti peraktek pedagangan dengan
perinsip mengalahkan segala
cara. Selama di Gua Hira, Rasulullah hanyalah bertafakur, beribadah, dan hidup
sebagai seorang zahid. Beliau hidup sangat sederhana, terkadang mengenakan
pakaian tambalan, tidak makan atau minum kecuali yang halal, dan setiap malam
senantiasa beribadah kepada Allah SWT., sehingga siti Aisyah bertanya, “mengapa
engkau berbuat begini, ya Rasulullah padahal Allah senantiasa mengampuni
dosamu?” Rasulullah menjawab “apakah engkau tidak menginginkanku menjadi
hamba yang bersyukur kepada Allah? “.
Selain dari itu di dalam hadits Rasulullah banyak dijumpai
keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia yang dapat
difahami dengan pendekatan tasawuf, seperti hadits;
من عرف نفسه فقد عرف ربه
Artinya: “Barangsiapa
yang mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal tuhannya.”
لا
يزال العبد يتقرب الي بالنوافل حتى أحبه فاءذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع وبصره
الذي يبصربه ولسانه الذي ينطق به ويده الذي يبطش بها ورجله الذي يمشى بها فبي يسمع
فبي يبصر وبي ينطق وبي يعقل وبي يبطش وبي يمشى
Artinya: “senantiasa
seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnah
sehingga aku mencintainya. Maka tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarnya
yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan
tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk
berusaha; maka dengan-Ku-lah dia mendengar, melihat, berbicara, berfikir,
meninjau dan berjalan.”
Semua keterangn tersebut ada pada diri rasulullah yang oleh
para sufi dijadikan sebagai sumber kedua dari ilmu tasawuf setelah Allah SWT.
Selain itu, Sumber
lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi SAW yang
berkaitan dengan keteguhan iman, ketaqwaan, kezuhudan, dan budi pekerti luhur. Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena para sahabat
sebagai murid langsung Rasulullah SAW dalam segala perbuatan dan ucapan mereka
senantiasa mengikuti kehidupan Nabi. Oleh sebab itu, perilaku kehidupan mereka
dapat dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Nabi SAW, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang khusus bagi Nabi SAW. Setidak-tidaknya kehidupan para sahabat
adalah kehidupan yang paling mirip dengan kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi
SAW. Oleh karena itu al-Qur’an memuji mereka:
وَالسَّابِقُونَ الاَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي من تَحْتَهَا
الانْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “orang-orang yang terdahulu lagi
yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshor dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan
merekapun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar” (QS.
9:100).
3) Ijma’
Sufi
Ijma’ Sufi (kesepakatan para ‘ulama tasawuf) merupakan esensi yang sangat
penting dalam ilmu tasawuf, karenanya mereka dijadikan sebagai sumber yang ke
tiga dalam ilmu tasawuf setelah Al-Qur’an Dan Al-Hadits.
4) Ijtihad
Sufi
Dalam kesendiriannya, para sufi banyak menghadapi pengalaman aneh,
pengalaman itu sebagai alat pembeda antara kepositifan dengan kenegatifan dalam
pengalaman itu. Maka diperlukan ijtihad bagi setiap sufi sebagai sumber yang ke
4 dalam ilmu tasawuf, jika belum ditemukan dalam Qur’an, Hadits maupun ijma’
sufi.
5)
Qiyas Sufi
Qiyas merupakan penghantar sufi untuk dapat berijtihad secara mandiri jika
sedang terpisah dari jama’ahnya, maka qiyas ditempatkan pada sumber ke lima
dalam ilmu tasawuf.
B. Sumber Ajaran Tasawuf dalam Perspektif Orientalis Barat
Dikalangan
para orientalis barat bisanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber
yang membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu unsur Islam, unsur masehi (Agama
Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia.
1) Unsur
Islam
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah atau
jasadiyah, dan kehidupan yang bersifat batiniyah. Pada unsure kehidupan yang
bersifat batiniyah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Quran dan
As-Sunnah praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya, ijma’, ijtihad, serta
Qiyas.
2) Unsur
Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan
jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat
bahwa tasawuf adalah buah dari unsure Agama Nasrani yang terdapat pada zaman
jahiliyah. Hal ini diperkuat oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap pakir
dalam Islam adalah merupakan cabang dari Agama Nasrani. Unsur-unsur tasawuf
yang di duga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan
Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang fakir.
3) Unsur
Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana
perkembangannya dimulai pada akhir daulah Umayah dan puncaknya pada daulah
Abbasiyah, metode berfikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi
pola berfikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau
pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliyah
(akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf
itupun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
Tetapi dengan munculannya filsafat
aliran Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat yang tertinggi hanya dapat
dicapai lewat yang diletakkan Tuhan pada hati setiap hamba setelah seseorang
itu membersihkan dirinya dari pengaruh Ungkapan Neo Platonis: kenalilah dirimu
dengan dirimu.
4) Unsur
Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sisitem kepercayaan Agama Hindu/Budha dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir.
Al birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf
dengan Hindu kemudian pula paham renkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke
badan yang lain), cara kelepasan dari dunia persis Hindu/Budha dengan persatuan
diri dengan jalan mengingat Allah. Salah satu maqamat sufiyah al fana tampaknya
ada persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu.
5) Unsur
Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama
yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan, dan
sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa
kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan
kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia
ini.
BAB III
KESIMPULAN
Tasawuf adalah salah satu dari ajaran islam. Inti dari ajaran
tasawuf ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan melalui tahapan-tahapan
(ajaran)Nya yaitu maqamat dan ahwal. Ajaran-ajaran tasawuf ini bersumber dari
al-Qur’an.
Banyak kita temui ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan
ajaran-ajaran tasawuf. Mulai dari ajaran dasar tasawuf, maupun tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi yang kita kenal dengan nama maqamat dan ahwal. Selain itu ajaran tasawuf juga bersumber
dari hadits Rasul dan kehidupan para sahabat, ijma’, ijtihad serta Qiyas.
Adapun perspektif Dikalangan para orientalis barat biasanya dijumpai
pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang membentuk tasawuf itu ada lima,
yaitu unsur Islam, unsur masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur
Hindu/Budha dan unsur Persia.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspek, Jilid II, Jakarta: UI
Prees, 1979
Syukur,
Amin, Menggugah Tasawuf, pustaka pelajaran jakarta 1999
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !