BAB I
PEMBAHASAN
A. Surat
Adh-Dhuha
4ÓyÕÒ9$#ur ÇÊÈ
È@ø©9$#ur #sÎ)
4ÓyÖy ÇËÈ $tB y7tã¨ur
y7/u $tBur 4n?s% ÇÌÈ äotÅzEzs9ur ×öy{ y7©9 z`ÏB 4n<rW{$#
ÇÍÈ
t$öq|¡s9ur yÏÜ÷èã y7/u
#ÓyÌ÷tIsù ÇÎÈ
öNs9r& x8ôÉgs $VJÏKt
3ur$t«sù ÇÏÈ x8yy`urur
~w!$|Ê 3yygsù ÇÐÈ
x8yy`urur Wxͬ!%tæ
4Óo_øîr'sù ÇÑÈ
$¨Br'sù zOÏKuø9$#
xsù öygø)s?
ÇÒÈ
$¨Br&ur
@ͬ!$¡¡9$#
xsù öpk÷]s?
ÇÊÉÈ $¨Br&ur
ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù ÇÊÊÈ
Artinya:
1.
Demi waktu matahari
sepenggalahan naik,
2.
Dan demi malam
apabila telah sunyi (gelap),
3.
Tuhanmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu
4.
Dan Sesungguhnya
hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)
5.
Dan kelak Tuhanmu
pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.
6.
Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
7.
Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
8.
Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
9.
Sebab itu, terhadap
anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang.
10. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu
menghardiknya.
11. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.
Penjelasan Ayat
4ÓyÕÒ9$#ur
ÇÊÈ
Demi waktu matahari sepenggalahan naik
È@ø©9$#ur #sÎ) 4ÓyÖy ÇËÈ
dan demi malam apabila telah sunyi
(gelap)
Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa Rasulullah merasa kurang enak badan sehingga tidak shalat
malam 1 atau 2 malam. Datanglah seorang wanita yang berkata kepadanya: "Hai
Muhammad aku melihat syaithanmu (yang dimaksud syaitan oleh wanita itu ialah
Jibril), telah meninggalkan engkau." Maka Allah menurunkan ayat ini
(S.93:1-3) yang menegaskan bahwa Allah tidak membiarkan Muhammad dan tidak
membencinya. (Diriwayatkan oleh as-Saykhani dan lainnya yang bersumber dari
Jundub.)
Dalam riwayat lain
dikemukakan bahwa Jibril untuk beberapa lama tidak datang pada Nabi SAW. Berkatalah kaum
musyrikin: "Muhammad telah ditinggalkan." Maka turunlah ayat ini
(S.93:1-3) yang membantah ucapan-ucapan mereka. (Diriwatkan oleh Sa'id bin
Mansyur dan Al-Faryabi yang bersumber dari Jundub.)
Ulama tafsir mengatakan bahwa di dalam
kedua sumpah tersebut terdapat isyarat waktu turunnya wahyu dan waktu
berhentinya. Harus ada masa istirahat, karena wahyu selalu disertai kepayahan.
Tidak ada tempat untuk meninggalkan atau membenci. Kenyataannya akhir itu lebih
baik dari permulaan.
$tB
y7tã¨ur
y7/u $tBur 4n?s% ÇÌÈ
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci
kepadamu
Maksudnya: ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad
s.a.w. terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata: "Tuhannya
(Muhammad) telah meninggalkannya dan benci kepadanya." Maka turunlah
ayat ini untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu
Para ulama dalam
menjelaskan makna ayat ini mengajak siapapun yang menduga Nabi Muhammad SAW
telah ditinggalkan Tuhannya, untuk memperhatikan keadaan matahari yang disusul
oleh kehadiran malam, serta malam yang disusul dengan kedatangan siang.
Kehadiran malam tidak berarti matahari tidak akan terbit lagi. Demikian pula
sebaliknya. Nah, jika demikian, ketidakhadiran wahyu beberapa saat, tidak dapat
dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa ia tidak akan lagi hadir atau Nabi
Muhammad SAW telah ditinggalkan Tuhannya.
äotÅzEzs9ur
×öy{ y7©9 z`ÏB 4n<rW{$#
ÇÍÈ
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu
daripada yang sekarang (permulaan)
Maksudnya ialah bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad
s.a.w. itu akan menjumpai kemenangan-kemenangan, sedang permulaannya penuh
dengan kesulitan-kesulitan. Ada
pula sebagian ahli tafsir yang mengartikan akhirat dengan kehidupan
akhirat beserta segala kesenangannya dan ula dengan arti kehidupan
dunia.
Setelah Allah menegaskan bahwa Allah
tidak akan meninggalkan Nabi Muhammad SAW ayat diatas melanjutkan penyampaian
berita gembira kepada beliau bahwa: Dan Aku bersumpah bahwa sungguh akhirat
yakni masa yang akan datang lebih baik bagimu wahai Nabi Muhammad SAW.
Ayat diatas tidak menjelaskan karunia
apa yang dianugrahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagian ulama menetapkan
jenis atau bentuk anugrah itu. Ada
yang berkata bahwa anugrah tersebut adalah seribu istana surga, yang dibangan
dari mutiara. Ada
juga yang menafsiri dengan kemenangan-kemenangan Rasulululah SAW dan
khalifah-khalifah beliau dalam peperangan. Ada juga yang menyatakan behwa anugrah
tersebut adalah ampunan Allah kepada beliau yang berdosa dan yang lainnya.
t$öq|¡s9ur yÏÜ÷èã
y7/u #ÓyÌ÷tIsù ÇÎÈ
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas
öNs9r&
x8ôÉgs
$VJÏKt
3ur$t«sù ÇÏÈ
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu?
Keyatiman yang biasanya dapat menjadi
faktor negative bagi perkembangan jiwa dan kepribadian seseorang, sedikitpun
tidak memberi dampak negative kepada Nabi Muhammad. Menurut para pakar,
biasanya yang membentuk kepribadian seseorang adalah ibu, ayah, sekolah, bacaan
dan lingkungannya. Dalam kehidupan Rasulullah tidak satupun di antara keempat
faktor di atas yang mempengaruhi atau menyentuh kepribadian beliau. Beliau
sudah tidak punya ayah. Sejak kecil sudah diasuh Halimah Sa’diyyah lalu kakek
dan pamannya. Beliau juga tidak bisa membaca apalgi belajar di sekolah. Tapi
beliau mendapatkan perlindungan sekaligus bimbingan langsung dari Allah.
x8yy`urur ~w!$|Ê
3yygsù
ÇÐÈ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu
Dia memberikan petunjuk
Yang dimaksud dengan bingung di sini ialah
kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal, lalu
Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad s.a.w. sebagai jalan untuk memimpin
ummat menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Kata Dhallan berasal
dari kata dhalla yadhillu artinya kehilangan jalan atau bingung tidak
mengetahui arah. Makna ini berkembang sehingga artinya binasa atau terkubur.
Kemudian Rasulullah SAW mendapatkan hidayah dan risalah agama. Maka dengan
hidayah agama tersebut beliua bukan saja mendapatkan jalan terang untuk dirinya
melainkan juga memberi jalan terang bagi umat manusia.
x8yy`urur Wxͬ!%tæ 4Óo_øîr'sù ÇÑÈ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan,
lalu Dia memberikan kecukupan
Kata ‘Ailan
berasal dari kata ‘ilah yang artinya kemiskinan atau kebutuhan yang
dapat juga diartikan keluarga, karena anak dan keluarga menjadi beban bagi
seseorang yang dapat mengantarkan seseorang pada kebodohan dan kemiskinan. Kata
‘Ailan dapat diartikan sebagai seseorang yang butuh, apapun penyebabnya.
Kata Aghna berasal dari
kata ghina yang biasanya diartikan dengan kekayaan. Sebagian
ulama menyatakan bahwa kekayaan yang dimaksud pada ayat di atas adalah kekayaan
materi. Menurut mereka, Nabi telah diberi kekayaan materi (harta benda) untuk
hidup Nabi pada masa kecil melalui Abu Thalib, kemudian ketika dewasa melalui
isterinya, Khodijah lalu setelah Khadijah wafat melalui sahabat beliau Abu
Bakar. Setelah hijrah, Rasul SAW memperoleh kekayaan material melalui kebaikan
penduduk Madinah disusul dengan harta rampasan perang.
$¨Br'sù zOÏKuø9$# xsù öygø)s?
ÇÒÈ
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku
sewenang-wenang
Kata taqhar
berasal dari kata qoharo yang artinya menjinakkan dan menundukkan untuk
mencapai tujuannya atau mencegah lawan mencapai tujuannya. Manusia yang merasa
memiliki kemampuan demikian sering kali berlaku sewenang-wenang. Kebiasaan
masyarakat kota
Mekah saat itu memang mereka tidak mau memberikan pelayanan terbaik pada
anak-anak yatim. Mereka tidak ramah kepada anak-anak yang kehilangan
perlindungannya.
Tuntunan ayat ini
menyatakan bahwa yang pertama dan yang paling utama dituntut terhadap anak-anak
yatim adalah bersikap baik dan menjaga perasaan mereka. Menyakiti perasaaan
anak kecil dapat menimbulkan komplek kejiwaan yang terbawa hingga dewasa,
dampaknya jauh lebih buruk dari pada kekurangan material.
$¨Br&ur @ͬ!$¡¡9$# xsù öpk÷]s?
ÇÊÉÈ
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu
menghardiknya
Kata Assail
berasal dari kata saala yang artinya meminta. At-Thobari mengartikan
kata sail adalah seseorang yang membutuhkan sesuatu baik berupa
informasi tenaga atau materi. Kata tanhar hanya ditemukan dua kali dalam
Al Qur’an yang mengandung arti larangan membentak ibu bapak. Tanhar
dalam kalimat ini dapat diartikan penyampaian atau pemberian secara kasar atau
buruk dengan kata menghardik atau memperlakukan secara kasar.
$¨Br&ur ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù
ÇÊÊÈ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan
Tahadduts bin ni’mah merupakan istilah yang sudah lazim dipakai untuk
menggambarkan kebahagiaan seseorang atas kenikmatan yang diraihnya. Atas
anugerah itu ia perlu menceritakan atau menyebut-nyebut dan memberitahukannya
kepada orang lain sebagai implementasi rasa syukur yang mendalam. Perintah
untuk menceritakan dan menyebut-nyebut kenikmatan pada ayat di atas, pertama
kali memang ditujukan khusus untuk Rasulullah saw. Namun, perintah dalam ayat
ini tetap berlaku umum berdasarkan kaedah “amrun lir Rasul Amrun li
Ummatihi” (perintah yang ditujukan kepada Rasulullah, juga perintah yang
berlaku untuk umatnya secara prioritas).
Ibnu Katsir mengemukakan dalam kitab tafsirnya,
berdasarkan korelasi ayat per ayat dalam surah Ad-Dhuha, “Bukankah Dia
mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberimu petunjuk. Dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Oleh karena
itu, siarkanlah segala jenis kenikmatan tersebut dengan memujinya,
mensyukurinya, menyebutnya, dan menceritakannya sebagai bentuk i’tiraf
(pengakuan) atas seluruh nikmat tersebut.”
Para ulama tafsir sepakat bahwa
pembicaraan ayat ini dalam konteks mensyukuri nikmat yang lebih tinggi dalam
bentuk sikap dan implementasinya. Az-Zamakhsyari, misalnya, memahami tahadduts
bin ni’mah dalam arti mensyukuri segala nikmat yang dianugerahkan oleh
Allah dan menyiarkannya. Lebih luas lagi Abu Su’ud menyebutkan, tahadduts
bin ni’mah berarti mensyukuri nikmat, menyebarkannya, menampakkan nikmat,
dan memberitahukannya kepada orang lain.
Dalam konteks itu, Ibnul Qayyim
dalam bukunya Madrijus Salikin mengemukakan korelasi makna antara memuji
dan menyebut nikmat. Menurut beliau, memuji pemberi nikmat bisa dibagikan dalam
dua bentuk: memuji secara umum dan memuji secara khusus. Memuji secara umum
adalah dengan memuji sang pemberi nikmat sebagai yang dermawan, baik dan luas
pemberiannya. Sedangkan memuji yang bersifat khusus adalah dengan
memberitahukan dan menceritakan kenikmatan tersebut. Sehingga tahadduts bin
ni’mat merupakan bentuk tertinggi dari memuji Allah Zat Pemberi nikmat.
Imam al-Qurtubi
menyampaikan bahwa nikmat atau anugrah tersebut tidak hanya hal-hal yang
bersifat materi, tetapi mencakup juga immaterial seperti nama baik dan
kedudukan, bahkan juga menyangkut pelaksanaan ibadah (agama). Agama atau
petunjuk-petunjuk Allah juga dinamai nikmat. Karena apapun kelebihan seseorang
itu semua tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan nikmat agama.
Sebaliknya, orang yang telah memperoleh nikmat agama, maka betapapun beratnya
beban kesulitan yang dipikulnya, semua akan terasa ringan.
Selanjutnya, menurut para ulama ada tiga nikmat yang diperoleh
Rosulullah SAW, yaitu:
Pertama : beliau yang tadinya yatim kemudian dianugrahi
perlindungan. Oleh karena itu beliau diperintahkan untuk menyayangi anak yatim.
Kedua : beliau yang tadinya dalam keadaan butuh, tidak
berkecukupan kemudian memperoleh kecukupan dan rasa puas dan sebagai tanda
syukur, beliau diperintahkan untuk tidak menolak apalagi menghardik siapapun
yang meminta atau bertanya.
Ketiga : beliau yang tadinya bingung tidak mengetahui arah
yang benar kemudian mendapat petunjuk-petunjuk agama, atas dasar anugrah ini
beliau berkewajiaban menyampaikan petunjuk-petunjuk agama tersebut kepada orang
lain.
B. Surat Al-Insyirah
1. Surat
al-Insyirah Ayat 1-4:
óOs9r& ÷yuô³nS y7s9 x8uô|¹
ÇÊÈ
$uZ÷è|Êurur
Ztã
x8uøÍr
ÇËÈ
üÏ%©!$#
uÙs)Rr& x8tôgsß
ÇÌÈ
$uZ÷èsùuur
y7s9 x8tø.Ï
ÇÍÈ
Artinya:
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
2. Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
3. Yang memberatkan punggungmu?
4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
Penjelasan
óOs9r& ÷yuô³nS y7s9 x8uô|¹
ÇÊÈ
Sesungguhnya Kami telah melapangkan dadamu, hingga kamu
bisa keluar dari kebingungan yang selama ini menghantui pikiramu, oleh sebab
keingkaran dan ketakaburan kaummu terhadap dirimu dan keengganan mereka dalam
mengikuti perkara hak yang kau bawa. Ketika itu kamu dalam kebingungan mencari
jalan untuk membawa mereka ke jalan hidayah. Dan sekarang kamu telah
beroleh petunjuk tentang cara menyelamatkan mereka dari jurang kehancuran yang
nyaris menjerumuskan mereka.
$uZ÷è|Êurur
Ztã
x8uøÍr
ÇËÈ
üÏ%©!$#
uÙs)Rr& x8tôgsß
ÇÌÈ
Kami telah meringankan bebanmu yang berat, yaitu beban
risalah, supaya kamu bisa menyampaikannya. Oleh sebab itu Kami mudahkan bagimu
penyampaiannya dan jiwamu menjadi tenang dan rida. Sekalipun engkau mendapatkan
perlakuan jelek dalam menyampaikannya dari orang-orang yang menjadi kewajiban
risalah-mu. Keridaanmu dalam bertablig tidak ubahnya keridaan seroang ayah yang
bekerja keras demi anak-anaknya. Ia mengasuh dan memelihara anak-anaknya dengan
penuh perhatian. Betapa pun berat beban yang dipikulnya, ia memandang enteng
beban tersebut, karena rasa kasih saying terhadap anak-anaknya. Berkorban demi
keselamatan dan kelangsungan hidup mereka dan menanggung beban penderitaan
dengan hati yang rela. Demi anak-anaknya, tidak ada sesuatu yang dirasa berat.
$uZ÷èsùuur
y7s9 x8tø.Ï
ÇÍÈ
Kemudian kami jadikan dirimu berkedudukan dan
bermartabat tinggi serta berkemampuan luas. Llau derajat apakah yang lebih
mulia dari pangkat kenabian yang telah Allah anugerahkan kepadamu? Dan
peringatan apa lagi yang lebih mendatangkan kesadaran dari kenyataan yang
engkau terima sekarang, yaitu dengan bertambah banyaknya pengikutmu yang
menuruti perintah-perintahmu di seluruh penjuru bumi. Mereka menjauhi
larangan-laranganmu. Berlaku taat kepadamu mendatangkan keuntungan dan
membangkang kepadamu berarti suatu kerugian yang nyata.
2. Surat
al-Insyirah; 5-8
¨bÎ*sù
yìtB Îô£ãèø9$# #·ô£ç ÇÎÈ
¨bÎ) yìtB Îô£ãèø9$# #Zô£ç ÇÏÈ
#sÎ*sù |Møîtsù
ó=|ÁR$$sù ÇÐÈ 4n<Î)ur y7În/u =xîö$$sù ÇÑÈ
Artinya:
- Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
- Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
- Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
- Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Pengertian secara umum
Setelah menjelaskan sebagian nikmat-nikmat-Nya kepada
Rasulullah saw yaitu dilapangkannya dada beliau, dihilangkan beban berat beliau
dan diangkatnya sebutan nama beliau setelah mengalamai berbagai kesempitan dan
kesulitan. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa yang demikian itu merupakan
sunatullah pada makhluk-Nya bahwa setelah kesulitan akan dating kemudahan.
Untuk mengokohkan pernyataan-Nya, Allah mengulang penyebutan masalah tersebut
agar hati Rasulullah semakin mantap dan bertambah yakin.
¨bÎ*sù yìtB Îô£ãèø9$# #·ô£ç ÇÎÈ
Sesungguhnya tidak ada kesulitan yang tidak teratasi.
Jika jiwa kita bersemangat untuk keluar dari kesulitan dan mencari jalan
pemecahan menggunakan akal pikiran yang jitu dengan ber-tawakal
sepenuhnya kepada Allah, niscaya kita akan keluar dan selamat dari kesulitan
ini. Sekalipun berbagai godaan, hambatan dan rintangan dating silih berganti,
namun pada akhirnya kita akan berhasil meraih kemenangan.
Disini terkandung pelajaran bagi Rasulullah saw bahwa
sesungguhnya Allah SWT akan merubah keadaan dari kefakiran menjadi kaya, dari
kekurangan teman menjadi banyak teman, dari permusuhan menjadi kecintaan dan
berbagai keadaan lainnya.
¨bÎ) yìtB Îô£ãèø9$# #Zô£ç ÇÏÈ
Jika kamu memiliki tekad yang bulat, upaya
sungguh-sungguh untuk melepaskan diri dari kesulitan menghadapi segala
kesulitan dengan penuh kesabaran, kemudian tidak menyia-nyiakan kesempatan baik
yang ada, niscaya kamu akan beroleh kemenangan dan keluar dengan selamat dari kesulitan
ini.
#sÎ*sù |Møîtsù
ó=|ÁR$$sù ÇÐÈ
Jika kamu telah selesai melakukan suatu pekerjaan, maka
bersungguh-sungguhlah kamu untuk melakukan pekerjaan lainnya. Sesungguhnya
dalam kesabaran itu ada kenikmatan yang menyenangkan dan melapangkan dada.
Ayat ini merupakan anjuran kepada Rasulullah agar tetap
melakukan pekerjaan secara continue.
4n<Î)ur y7În/u =xîö$$sù ÇÑÈ
Janganlah kamu mengarapkan pahala dari pekerjaanmu,
melainkan hanya kepada Allah semata. Sebab hanya Dia-lah yang wajib kita sembah
dan kita mohonkan kemurahan-Nya.
Butir-butir bahasan dalam kandungan Surah
- Perincian nikmat-nikmat Allah kepada nabi-Nya
- Janji Allah kepada nabi-Nya untuk melenyapkan segala bencana dan cobaan yang menimpa dirinya
- Perintah Allah kepada nabi-Nya agar melaksanakan amal shaleh secara continue
- ber-tawakal dan mengharap pahala hanya kepada Allah
DAFTAR PUSTAKA
Hamad Musththafa Al-Maraghi. Tafsir Ibni Katsir, Toha
Putra Semarang. 1993
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !