BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menciptakan manusia dengan penuh
kelebihanya serta merupakan makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini,
manusia memiliki berbagai perasaan seperti senang, susah, hiba, kecewa, duka,
benci, cemburu, dendam, takut, ragu, muak, gundah, dongkol, kasih dan sayang.
Manusia memiliki kelebihan-kelebihan dan mampu berekspresi sesuai dengan
keinginan sendiri-sendiri. Manusia memiliki cipta rasa dan karsa bagaimana
manusia mampu menciptakan hal-hal baru, memiliki rasa dan karsa dalam hal ini
manusia menggunakan kelebihan yang dimiliki justru disalahgunakan seperti
halnya mempertontonkan tubuh telanjang, memperdengarkan suara cabul menarikan
gerakan erotis yang merangsang, melukiskan aurat ini merupakan salah satu wujud
penyalah gunaan dari apa yang dimiliki manusia dan sampai saat ini hal-hal tadi
selalu ada dilingkungan sekitar kita.
Lalu bagaimana cara kita menyikapi agar
hal-hal tersebut tidak sampai terjadi pada diri kita sebagai umat islam jika
tidak dengan cara menggunakan cipta rasa dan karsa kita dengan sebaik-baiknya,
sehingga kita tidak tidak menyalahgunakan kelebihan yang telah Allah berikan
kepada kita sebagai umat islam.
B. Rumusan Masalah
1)
Apa pengertian estetika (keindahan)
dalam teori filsafat?
2) Bagaimanakah filsafat tentang keberadaan rasa, keindahan dan nama-nama yang
indah?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian estetika (keindahan) dalam teori filsafat.
2) Untuk mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan keberadaan rasa,
keindahan dan nama-nama yang indah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seni Estetika
Seni adalah kekuatan pribadi seseorang
yang kreatif, ditambah dengan keahlian yang bersangkutan dalam menampilkan
tugas pekerjaanya. Seperti ungkapan George R. Terry (1964) yaitu; Art
is personal creative power plus skill in performance. Jadi seni merupakan
kemampuan dan kemahiran seseorang untuk mewujudkan cipta, rasa dan karsa yang
dimiliki oleh yang bersangkutan dalam tugas dan fungsinya sebagai seniman.
Seni bisanya adalah bakat alamiah
yang dibawa sejak seseorang dilahirkan, sebagai karunia Allah. Tetapi dapat
pula seni diperoleh dari lingkungan seperti; pendidikan, agama, pergaulan,
pengalaman, praktek sehari-hari suatu kelompok etnis.
Sedangkan keindahan Menurut George
Santayana, bahwa; merupakan teori tentang nilai-nilai. Dapat pula dikatakan
bahwa keindahan adalah; kebenaran, yaitu pernyataan tentang ideal, simbol,
kesempurnaan tuhan, serta manifestasi indrawi dari sesuatu yang baik. Apresiasi
keindahan dan perwujudannya dalam seni merupakan aktifitas-aktifitas yang
termasuk kehidupan yang menyenangkan. Nilai-nilai yang terkait dengan keindahan
adalah berangkat dari keadaan “positif”, sedangkan nilai moral berangkat dari
keadaan yang “negatif”.[1]
Mengkaji citarasa seni seseorang secara
filosofis, berarti mendalami bagaimana seorang itu dengan keahliannya mempu
menyelenggarakan, menciptakan, mengkarsakan dan merasakan secara indah misalnya
membuat sesuatu yang berpengaruh, menjadikan pekerjaannya, penciptaannya dan
idealismenya sebagai perwujudan yang dapat dinikmati orang lain, bagaimana
seorang itu menyampaikan kehalusan, keindahan, kebagusan, keelokan, kecaantikan
warna dan bentuk yang menggugaah, sehingga tercapai penyelenggara seni yang
berdayaguna.
Sedangkan keindahan artifisial hanya
dapat dimengerti oleh seseorang melalui proses keterlibatan perasaan dan
penalarannya terhadap proses dan hasil karya seni itu, antara lain yang
berkaitan dengan semangat hidup, kepekaan dan situasi emosional.[2]
Kehadiran sesuatu yang indah dalam
hidup seseorang, menjadikan perjalanan hidupnya penuh warna, harmonis, ada rasa
nikmat yang memuaskan hatinya, ada sesuatu makna hidup dan perasaan haru yang
mendalam, yang seringkali membawa seseorang pada suatu perasaan yang rendah
hati, ada semangat dan harapan hidup, sehingga kehidupannya berjalan secara
kreatif.
Menurut A.A.M. Djelantik, hal-hal yang
indah dapat dibagi atas dua golongan, yaitu; yang pertama keindahan alami yang
tidak dibuat oleh manusia, sedangkan yang kedua adalah hal-hal indah yang
diciptakan dan diwujudkan oleh manusia.
Merujuk pendapaat ini, betapa kita
melihat yang maha kuasa menciptakan indahnya tubuh seekor kuda berlari disertai
debu yang mengepul dibelakangnya, betapa indahnya burung merak yang ekornya
dapat mengembang, betapa indahnya air terjun diantara tebing-tebing. Yang
kemudian para seniman lukis, seniman film, seniman ukir dan seniman lainnya
melukiskan dan mengiaskannya.
Pada hakikatnya keindahan alam
merupakan cerminan dari cahaya keindahan Ilahi. Dalam sebuah hadits disebutkan
bahwa; Tuhan adalah Maha Indah dan menyukai yang indah-indah. Penghayatan dan
penjiwaan keindahan alam membawa pada munculnya kesadaran atas keindahan.[3]
Jadi sebenarnya manusia adalah penikmat
atas apa yang disuguhkan oleh yang maha kuasa kepada kita dan manusia
menangkapnya dengan naluri seninya. Yang demikian seharusnya dapat
menginspirasikan indahnya pemimpin negara bersama rakyatnya bekerjasama
membangun negeri, dan dengan bangga menggerakkan tangan-tangan pemerinah kepada
hal yang baik dan benar agar jalannya roda pemerintah sesuai dengan keindahan
seni pemerintahan.
Dan indahnya perdagangan yang jujur
tanpa adanya kecurangan-kecurangan dan tipu muslihat. Indahnya perkawinan yang
saling mengasihi, setia dan berjanji sehidup-semati tanpa adanya KDRT ataupun
perselingkuhan. Indahnya beragama yang saling toleransi tanpa adanya gujatan
dan perselisihan. Oleh karena itu secara filosofis maka yang keluar dari konsep
seni keindahan dan estetika merupakan suatu penyelewengan.
B. Keberadaan rasa
Dengan rasa, cipta dan karsa, seseorang
berusaha menemukan keindahan sesuai selera masing-masing, hal ini akan
menimbulkan sestetika yang menjadikan seseorang tersebut menjadi seorang
seniman ataupun pencipta karya seni, dengan kemampuan membedakan antara yang
indah dan yang jelek.
Estetika berasal dari bahasa yunani
yaitu aisthesis yang berarti pengamatan. Jika berbicara tentang keindahan dapat
dirasakan dari pengalaman tentang dunia disekeliling kita, sehingga ditemukan
suatu batasan yang membedakan cita rasa tentang indah, bagus, elok, cantik di satu
pihak dan kejelekan sebagai lawannya.
Sejauh mana seseorang mampu menimbulkan
daya pendengarannya, daya pandangnya, daya sentuhnya terhadap sesuatu, maka
sejauh itulah rasa seni, cipta, rasa dan karsa yang dimilikinya.
Dengan demikian konsep estetika adalah
abstrak karena tidak dapat dikomunikasikan sebelum diberi bentuk. Kebanyakan
estetika meniru dari alam, mulai dari suara, bentuk sampai pada warna. Akan
tetapi untuk batasannya sudah barang tentu sulit ditentukan.
Rasa estetika itu dibangkitkan dari
hasil seni ketika berusaha menimbulkan respon (tanggapan) dari bermacam objek
dan pengalaman. Seseorang dapat saja mengatakan bahwa dia lebih senang lagu
dangdut dari pada lagu pop, seriosa, dan keroncong, kendati seseorang yang lain
menganggap bahwa dangdut itu menjengkelkan. Oleh karena setiap orang memang
berbeda rasa.
Sebagai paduan, seni harus pula
bermoral dan berlogika untuk menghindari seni estetika yang tidak mempedulikan
kebenaran logika dan kebaikan moral. Sebagai contoh: mempertontonkan tubuh telanjang,
menari erotis, melukiskan aurat dan masih banyak lagi. Karena seni hanyalah
rasa dan berapa banyak rasa seni itu sendiri seperti rasa senang, susah, hiba,
kecewa, duka, benci, cemburu, dendam, takut, ragu, muak, gundah, dongkol dan
cinta.
C.
Filsafat
Keindahan
Pada kajian estetika keindahan seni ini
kita akan bergelut dengan kegiatan. ketangkasan (aptilude) yaitu keterampilan
motorik cipta rasa karsa yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan
yang memerlukan koordinasi antara syaraf, panca indra dan otot.
Menurut harrow (1972) hal ini desebut
juga dengan pembelajaran psikomotorik antara lain sebgai berikut:
1.
Menuruti seperti berbagai prilaku yang
diperoleh dari melihat dan mendengar serta merasa (sehingga dengan demikian
kita akan mengikuti, meniru, memegang, menggambar, melukis, mendramanisasi,
mengukir, menarikan dan mengucapkan pada tingkat yang paling rendah).
2.
Manipulasi seperti melakukan suatu
gerakan, bentuk (baik visual maupun audio) sehingga dengan demikian kita tidak
lagi akan melihat pada tingkat selanjutnya.
3.
Ketepatan gerakan seperti melakukan
dengan lancar, tepat, seimbang dan akurat (sehingga dengan demikian kita akan
dengan indah, cantik, elok, bagus, dan tanpa kejelekan akan mempersembahkannya
pada tingkat seterusnya).
4.
Artikulasi seperti menunjukkan
serangkaian gerakan yang akurat berurut, tepat, cantik, indah, elok dan bagus
(sehingga dengan demikian kita akan sempurna menciptakan mengkarsakan suatu
tingkat seni pada tingkat terakhir).
D. Nama-nama Yang Indah
Puncak
keindahan itu sendiri tidak dapat disebut salah satu nama Allah tetapi karena
dalam seni orang berbeda rasa maka kita tidak menyebut salah satu nama tapi
keseluruhan nama-nama Allah yang indah (Al asma’ul husna).
Itulah sebabnya ketika para seniman
meyaksikan kebesaran Allah menciptakan alam raya yang luas ini mereka
mengucapkan, “Allahu Akbar (Allah Maha Besar) begitu juga umat islam
menyelesaikan sholat subuh (pagi hari) dan sholat maghrib (sore hari) dengan
membaca takbir sebanyak tiga puluh tiga kali sebagaimana yang diajarkan Nabi
Muhammad kepada putri Beliau Fatimah Azzahro.
BAB III
KESIMPULAN
1) Seni Merupakan Kemampuan Dan Kemahiran Seseorang Untuk Mewujudkan Cipta
Rasa Dan Karsa yang dimiliki oleh yang bersangkutan dalam tugas dan fungsinya
sebagai seniman.
2) sejauh mana seseorang menimbulkan daya pendengarnya daya pandangnya daya
sentuhnya terhadap sesuatu maka sejauh itulah rasa seni cipta rasa dan karsa
yang dimilikinya.
3) Hasil dari pada suatu Karya Seni adalah terciptanya suatu keindahan.
DAFTAR PUSTAKA
Asy’arie Musa, Filsafat Islam, Lesfi, Yogyakarta:
2008
Djelantik A.A.M 1999 Estetika (Sebuah Pengantar).
Bandung Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia
Kencana Inu Syafi’i, Pengantar Filsafat, PT Retika
Aditama, Bandung: 2004
Hallo:)
ReplyDelete