Headlines News :

Lomba Blog BPJS Ketenagakerjaan

Home » » najariyah

najariyah


BAB I
PENDAHULUAN

Faham Najariyah di pelopori oleh seorang yang bernama Abu Abndillah Husein Bin Muhammad An-Najar.
Ia hidup di masa Pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid dari Bani Abbas (198 H – 218 H).
Pada mulanya, ia murid dari seorang mu’tazilah yang pada mulanya, ia menjadi “bajing loncat”, sekali menganut faham Mu’tazilah, besok faham Jabariyah, lusa menganut faham Ahlussunnah dan akhirnya membuat “Mazhab sendiri”.
Abu Abdillah An-Najar berusaha hendak mempersatukan diantara faham-faham itu, satu kali waktu fatwanya sama dengan mu’tazilah, satu kali sama dengan Jabariyah, satu kali sama dengan Ahlussunnah, satu kali sama dengan Syi’ah kemudian sama dengan Murji’ah.
Faham Najariyah ini agar serupa dengan faham Bahaiyah yang pada mulanya ia Syi’ah, tetapi kemudian berusaha mempersatukan seluruh agama di dunia.
Mazhab ini pada mulanya agak berkembang, sehingga mereka kemudian terbagi atas 3 aliran, yaitu aliran Margatsiyah, aliran Za’faraniyah dan Aliran Mustadrikah, di bangsakan kepada ulama’ masing-masing.
Tetap fatwa Najariyah ini tidak banyak mendapat pengikut dan akhirnya lenyap dihanyutkan zaman.
Tetapi fatwa Najariyah ini tidak banyak mendapat pengikut dan akhirnya lenyap di hanyutkan zaman.
Sekarang hampir tak kedengaran lagi kaum Najariyah ini, kecuali hanya tersebut dalam buku-buku Ushuluddin dan sejarah Kaum Mutakalimin.
BAB II
PEMBAHASAN


I’tiqad kaum Najariyah yang bertentangan dengan I’tiqad kaum ahlussunnah wal jama’ah adalah :
  1. Tuhan tidak punyai sifat
Diantara fatwa-fatwa kaum Najariyah ialah bahwa Tuhan Allah tidak mempunyai sifat. Ia berkuasa dengan Zat-Nya. Faham ini sama dengan faham Mu’tazilah dan bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama’ah yang meyakini bahwa Allah itu mempunyai sifat yang qadim yang berdiri diatas Zat-Nya.
Menurut Faham Mu’tazilah seperti di kutip oleh Asy-Syahrastani mengatakan,”Siapa yang mengatakan sifat yang qodim berarti telah menduakan Tuhan.
Yang di sebut sifat menurut faham Najariyah adalah Dzat Tuhan itu sendiri, Faham inipun sama dengan faham Mu’tazilah.
Abu Al-Hudzail


  1. Mukmin yang membuat dosa pasti masuk neraka
Kaum Najariyah menfatwakan bahwa setiap orang mu’min yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum tobat, maka ia pasti masuk neraka, tetapi tidak kekal selama-lamanya.
Fatwa ini mulanya sama dengan mu’tazilah, tetapi tentang “tidak kekal” berlawanan dengan mu’tazilah.
Menurut faham Mu’tazilah, mukmin yang melakukan dosa besr dan belum bertobat bukan lagi kafir ataupun mukmin, tetapi fasik. Lzutsu dengan mengutip Ibn Hazm, menguraikan tentang pandangan mu’tazilah sebagai berikut “orang yang melakukan dosa besar disebut fasik. Ia bukan mukmin dan bukan pula kafir, bukan pula munafik (hipokrit).
Menurut pandangan mu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat di katakan mukmin secara mutlak, karena keimanan menurut adanya kepatuhan kepada Tuhan, tidak cukup hanya dengan pengauan dan pembenaran.
Pelaku dosa besar tidak pula di sebut kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya dan mengerjakan amr ma’ruf.
Sehinga orang mukmin yang melakukan dosa besar maka ketika di akhirat akan di antara surga dan neraka.
Inilah ajaran Mu’tazilah yang di sebut “Manzilah bainal manzilatain” (tempat diantara dua tempat).

  1. Tuhan tidak Bisa Dilihat
Kaum Najariyah menfatwakan bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala walaupun di dalam syurga.
Fatwa ini sama dengan faham mu’tazilah, yang menyatakan Tuhan tidak bisa dilihat walaupun di dalam surga. Karena hal itu akan menimbulkan tempat seolah-olah Tuhan ada di dalam surga atau dimana ia dapat dilihat.
Orang yang meyakini bahwa Tuhan dapat dilihat, walaupun di dalam syurga maka ia disebut kafir, keluar dari ajaran Islam.
Kaum Najariyah ini boleh di golongkan ke dalam kaum Mu’tazilah, karena prinsip fatwanya hampir sama walaupun di sana-sini masih ada sedikit perbedaan.
Syukurlah, bahwa kaum Najariyah ini sudah hilang di telan zaman karena tidak memiliki banyak pengikut.


ANALISIS


Berdasarkan pembahasan di atas, Jelaslah bahawa ajaran kaum Najariyah mempunyai banyak persamaan dengan kaum mu’tazilah. Namun ajaran kaum Najariyah ataupun Mu’tazilah bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama’ah, yang muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan Al-Asy’ari sekitar tahun 300 H.

BAB III
KESIMPULAN


Setelah mempelajari asal-usul berdirinya faham Najariyah dan ajaran-ajarannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Tokoh mu’tazilah bernama Abu Hudzail,
Hal ini berlawanan dengan faham Ahlussunnah yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat.
Tuhan mengetahui, menghendaki dan sebagainya di samping mempunyai pengetahuan, kemauan dan daya. Sifat-sifat itu tidak boleh diartikan secara harfiah melainkan secara simbolis. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri dan juga berbeda dengan sifat-sifat manusia, tetapi sejauh menyangkut realitas tidak terlepas dari esensi-Nya.
Fatwa ini mulanya sama dengan faham MU’tazilah, tetapi tentang tidak kekal berlawanan dengan faham Mu’tazilah.
Share this article :

Followers

Search This Blog

Blogger Themes

Random Post

Bagaimana Pendapat Anda dengan Blog ini?

Trending Topik

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified
SELAMAT DATANG
script>
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Berbagai Kumpulan Makalah - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template