PEMBAHASAN
A. Devinisi Fi’il Muta’adi
dan Lazim
فَالْمُتَعَدِّى هُوَ الَّذِى يَصِلُ اِلَى مَفْعُوْلِهِ
بِغَيْرِ حَرْفِ جَرٍّ
Yaitu: “Fi’il yang maknanya bisasampai pada
maf’ul bihnya tanpa perantaraan huruf jar”.
Contoh:
ضَرَبْتُ رَيْدًا
|
Saya memukul zaid
|
B. Tanda Fi’il Muta’adi
Yaitu apabila bisaditemukan dengan Ha’ Dlomir yang
rujuk pada selain masdarnya Fi’il dan bisa dicetakan isim Maf’ul yang Tam (yang
tidak membutuhkan huruf Jar).
Contoh:
اَلْخَيْرُ عَمِلَهُ زَيْدٌ
|
Kebaikan itu dilakukan oleh zaid
|
Isim maf’ulnya:
|
مَفْعُوْلٌ
|
اَلشَّرٌّ مَفْتَهُ الله
|
Kejelekan
itu di murkai Allah
|
Isim maf’ulnya:
|
مَمْقُوْتٌ
|
Catatan :
Ha’ dlomir yang ruju’ pada masdarnya fi’il tidak
bisa dijadikan tandanya fi’il muta’adi, karena bisa ditemukan fi’il mutaaddidan
fiil lazim.
Seperti:
Yang bertemu fi’il lazim
اَلْخُرُوْجُ خَرَجَهُ زَيْدٌ
|
Zaid melakukan pekerjaan keluar
|
Yang bertemu fi’il muta’adi
اَلضَّرْبُ ضَرَبَهُ زَيْدٌ
|
Zaid melakukan pekerjaan memukul
|
Fi’il muta’adi juga dinamakan fi’il waqi’ karena
pekerjaannya terjadi pada maf’ul, juga dinamakan fi’il mujawiz, karena
pekerjaannya melewati dan sampai pada maf’ul.
C. Devinisi Fi’il Lazim
Yaitu fi’il yang maknanya tidak bisa sampai pada
maf’ul kecuali dengan perantaraan huruf jar atau fi’il yang tidak membutuhkan
pada maf’ul bih.
Contoh:
مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
|
Saya berjalan bertemu dengan Zaid
|
قَامَ زَيْدٌ
|
Zaid telah pergi
|
Catatan:
-
Tandanya fi’il lazim yaitu tidak bisa ditemukan dengan ha’ dlomir yang
ruju’ pada selainnya masdarnya fi’il dan isim maf’ulnya tidak Tam (membutuhkan
huruf jar), seperti:
مَمْرُوْرٌ بِهِ
-
Fi’il lazim dinamakan juga fi’il qoshir, karena diringkas dicukupkan dengan
fail.
D. Keadaan Fi’il Muta’adi
Yaitu menashobkan pada maf’ul bihnya apabila tidak
menjadi naibul fa’il.
Contoh:
تَدَبَّرْتُ الْكُتُبَ
|
Saya memikirkan isinya kitab
|
Apabila dijadikan naibul fail maka dibaca rofa’,
diucapkan:
تَدَبِّرَتْ الكُتُبُ
|
Isinya kitab difikirkan
|
Catatan:
Terkadang maf’ul bih dibaca rofa’ dan fail dibaca
nashob ketika aman darikeserupaan. Namun halini hukumnya sima’i dan tidak boleh
diqiyaskan.
Seperti:
خَرَقَ الثَّوْبُ الْمِسْمَارَ
|
Paku menyobekkan pada baju
|
وَكَسَرَ اْلرَحاَحَ الْحَجَرَ
|
Batu memecahkan kaca
|
Dan terkadang keduanya dibaca nashob, namun
hukumnya sima’i.
E. Pembagian Fi’il Muta’adi
Fi’il muta’addi dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Fi’il yang mutaaddinya pada
satu maf’ul
Seperti: ضَرَبَ
2) Fi’il yang muta’adi pada dua
maf’ul
Seperti: ظن dan اعطى
3) Fi’il yang muta’adi pada
tiga maf’ul
Seperti:ارى dan
اعلم
F. Fi’il-Fi’il Yang
Ditentukan Kelazimannya
Fi’il lazim yaitu selainnya fi’il muta’adi (yaitu
fi’il yang tidak bisa ditemukan ha’ dlomir yang ruju’ pada selainnya masdarnya
fi’il), dan diwajibkan lazimnya.
1) Fi’il-fi’il yang menunjukkan
arti watak
Seperti; نهم (rakus)
2) Fi’il-fi’il yang mengikuti
wazan:اِفْعَلَلَّ
3) Fi’il yang menyerupai اِقْعَنْسَسَ (mengikuti wazan اِفْعَلَلَّ )
4) Fi’il yang menunjukkan makna
bersih atau kotor.
5) Fi’il yang menunjukkan makna
sifat yang baru terjadi selain gerakan tangan
6) Fi’il yang menjadi
muthowa’ahnya fi’il yang mutaaddi pada satu maf’ul, seperti: مَدَّهُ فَامْتَدَّ
boleh kemukakan tak contoh perkataan فعل متعدي yang lain untuk tiga مفعول به ??
ReplyDelete