BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah, sehingga pengaruh
lingkungan akan turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Baik ataupun
buruknya lingkungan akan menjadi referensi bagi perkembangan masyarakat
sekitarnya. WH. Clarck mengemukakan bahwa bayi yang baru lahir merupakan
makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh berbagai kemampuan yang
bersifat bawaan. Disini mengandung pengertian bahwa sifat bawaan seseorang
tersebut memerlukan sarana untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan sarana
yang tepat dalam mencapai hal tersebut. Baik pendidikan keluarga, formal
ataupun non formal sekalipun. Terlebih sebagai umat islam maka pendidikan islam
tentu menjadi sebuah jalan yang harus ditempuh oleh semua umat.
B. Rumusan Maslah.
1. Bagaimana penjelasan
pendidikan keluarga?
2. Bagaimana penjelasan
pendidikan kelembagaan?
3. Bagaimana penjelasan
pendidikan dimasyarakat?
4. Bagaiman penjelasan
agama dan masalah sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Keluarga.
Barang kali sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan.
Anak-anak pada masa bayi sampai sekolah memiliki lingkungan tunggal, Yaitu
keluarga. Makanya tidak mengheran kan
jika Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anank-anak
sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak bangundari tidur
hingga saat akan tidur kembali, Anak-anak kenerima pengaruh dan pendidikan
keluarga(Gilbert Highest, 1961:78).
Bayi yang baru lahir merupakan mahluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali
oleh bebagai kemampuan yang bersifat bawaan, Disini terlihat oleh berbagai
aspek yang kontradiktif. Disatu pihak bayi bayi berada dalam kondisi tanpa
daya, Sedang dipihak lain bayi mempunyai kemampuan untuk berkembang
(exploratif). Tetapi menurut Walter Houston Clark, Perkembangan bayi tidak
dapat berlangsung secara normal tanpa adanya interfensi dari luar, Walaupun
secara alami ia memiliki potensi bawaan. Seandai nya bayi dalam pertumbuhan dan
perkembangan nya hanya diharapkan menjadi manusia normal sekalipun, Maka ia
memerlukan berbagai persyaratan tertentu serta pemeliharaan yang
berkesinambungan (W.H.CLrak,1964:2).
Dua ahli psikologi prancis bernama Itar dan sanguin pernah meniliti
anak-anak asuhan srigala. Mereka menemukan dua oarang bayiyang dipelihara oleh
seklompok srigala disebuah gua, Ketika ditemukan, kedua bayi manusia itu
sudahberusia kanak-kanak. Namun, Kedua bayi tersebut tidak menunjukkan
kemampuan yang seharus nya dimiliki manusia pada usia kanak-kanak. Tak
seorangpun diantara keduanya mampu mengucapakan kata-kata, kecuali aungan sekor
srigala. Keduanya juga berjalan merangkak dan makan dngan cera menjilat. Dan
terlihat pertumbuhan gigi serinya paling pinggir lebih runcing menyrupai taring
srigala. Setelah dikembalikan kelingkungan masyarakat mnusia, ternyata kedua
anak-anak hasil asuhan srigala tak dapat menyesuikan diri, dan akhir nya mati.
Contoh diatas menunjukkan bagaimana pengaruh pendidikan, Baik dalam
bentuk pemeliharaan ataupun pembentukan kebiasaan terhadap massa depan perkembangan seorang anak.
Meskipun seorang anak /bayi manusia yang dibekali sebuah potensi kemanusiaan,
Namun dilingkungan pemeliharaan srigala tersebut potensi tidak berkembang.
Kondisi seperti itu tampak nya
menyebabkan manusia memerlukan pemeliharaan, Pengawasan dan bimbingan yang
serasi dan sesuai agar pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan baik dan
benar. Manusia memang bukan mahkluk yan instintik secara utuh, Sehingga ia tidak mungkin
berkembang dan tumbuh secara instingtif sepenuh nya. Makanya menurut W.H.
Clrak, bayi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentupengawasan serta
pemeliharaan terus menerus sebagai latihan dasar dalam pembentukan dasar dalam
pembentukan kebiasaan dan sikap-sikap tertentu agar ia memiliki
kemungkinanuntuk berkembang secara wajar dalam kehidupan dimassa depan.
Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama
dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua adalh pendidik kodrati.
Mereka pendidik bagi ank-anaknya karena
secara kodrat ibu dan ayah diberikan anugrah oleh tuhan penciptaberupa naluri
orang tua. Karena naluri ini,timbul kasih sayangpara orang tua terhadap anak
mereka, sehingga secara moral kedua nya merasa terbeban tanggung jawab untuk
memelihara, mengawasi ,melindungi, serta membimbing keturunan mereka.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan
jiwa
keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H.Clark, berjalin dengan
unsur-unsur
kejiwaan sehingga sulit di identifikasisecara jelas, karena masalh
menyangkut
kejiwaan, manusia begitu rumit dan kompleksnya. Namun demikian, melalui
fungsi-fungsi jiwa yang masih sederhana tersebut, Agama terjalin dan
terlibat
didalam nya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah
agama
itu berkembang. Dalam kaitan pula itulah terlihat peran pendidikan
keluarga,dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak, Maka. Tak mengheran
kan jika rosul menekan kan tanggung jawab itu pada kedua orang tua.
B. Penidikan Kelembagaan.
Di masyarakat primitif lembaga
pendidikan secara khusus tidak ada. Anak-anak umumnya dididik dilingkungan
keluarga dan masyarakat lingkungan nya. Pendidik secara kelembagaan memang
belom diperlukan, karena fariasi profesi dalam kehidupan belom ada. Jika anak
dilahirkan dilingkungan keluarga tani, Maka dapat dipastikan ia akan menjadi
petani seperti orang tua dan masyarakat lingkungan nya. Demikian pula anak
seorang nelayan, Ataupun anak seorang pemburu.
Sebaliknya, dimasyarakat yang telah memiliki peradaban modern, tradisi seperti
itu tak mungkin dipertahankan. Untuk menyeleraskan diri dengan perkembangan
kehidupan masyarakatnya, Seseorang memerlukan pendidikan. Sejalan dengan
kepentingan itu, Maka dibentuk lembaga khusus yang menylenggarakn tugas-tugas
kependidikan dimaksud. Dengan demikian, Secara kelembagaan maka sekolah-sekolah
pada hakikat nya adalah merupakan lembaga pendidikan yang artifisialis (sengaja
dibuat).
Selain itu, sejalan dengan fungsi dan peranan nya, maka sekolah sebagai
kelembagaan pendidikan adalah pelajud dari pendidikan keluarga. Karena
keterbatasan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, maka mereka diserahakn
kesekolah-sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan massa depan anak-anak, terkadang para orang
tua sangat efektif dalam menentukan tempat untuk menyekolahkan anak-anak
mereka. Mungkin saja para orang tua yang berasal dari keluarga taat beragam
akan memasukkan anak-anak nya kesekolah agama. Sebalik nya, para oarang tua
lain lebih mengarahkan anak mereka kesekolah umum. Ataau sebalik nya orang tua
yang mengendalikan anak nya sulit bisa juga para orang tua memasukkan anak nya
kesekolah Agama dengan tujuan pembentukan kepribadian yang lebih baik.
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada
anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau
membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama
dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak
didiknya agar menerima pendidikan agama yang dibarikannya.
Menurut Mc Guire proses perubahan sikap dari tidak menerima ke sikap
menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah
adanya perhatian; kedua, adanya pemahaman; dan ketiga, adanya penerimaan
(Djamaluddin Ancol: 40-41). Dengan demikian pengaruh kelembagaan pendidikan
dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak, sengat tergantung dari kemampuan
para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertama, pendidikan
agama yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk
menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi,
metode serta alat-alat bantu yang menungkinkan anak-anak memberikan
perhatiannya.
Kedua, para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada
anak didik tentang materi pendidikan yang diberkannya. Pemahaman ini akan lebih
mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari. Jadi tidak terbatas plada kegiatan yag bersifat hafalan semata.
Ketiga, penerimaan siswa terhadap meteri pendidikan agama yang diberikan.
Plenerimaan ini sangat tergantung dengan hubungan antara materi dengan
kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada
garis besarnya banyak ditentukan oleh sikap pendidik itu sendiri, antara lain
memiliki keahllian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifatyang sejalan
dengan ajaran agama, seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua ciri ini akan
sangat menetukan dalam mengubah sikap para anak didik.
C. Pendidikan di
Masyarakat.
Masyarakat merupakan lapangan
pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya
sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi pendidikan anak
didik adalah keluarga, kelembagaan pendidiklan dan lingkungan masyarakat.
Kerasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan memberi dampak yang positif
bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka.
Seperti diketahi bahwa dalam keadaan yang ideal, pertumbuhan seseorang
menjadi sosok yang memiliki kepribadian terintegrasi dalam berbagai aspek
mencakup fisik,psikis,moral dan spritual (M.Buchori: 155). Maka menurut
Wetherington, untuk mencapai tujuan itu perlu pola asuh yang serasi, menurutnya
adaenam aspek dalam mengasuh pertumbuhan itu,
yaitu:
1. Fakta-fakta asuhan;
2. Alat-alatnya;
3. Regularitas;
4. Perlindungan; dan
5. Unsur waktu (M.Buchori:
156).
Wetherington memberi contoh
mengenai fakta asuhana yanng diberikan kepada anak kembar yang diasuh di
lingkungan yang berbeda. Hasilnya ternyata menunjukkan bahwa ada perbedaan antara
keduanya sebagai hasil pengaruh lingkungan. Selanjutnya ia mengutip hasil
penelitian Newman tentang adanya perbedaan dalam lingkungan sosial dan
pendidikan menghasilkan perbedaan-perbedaan yang tidak dapat disangkal. Dengan
demikian menurutnya, kehidupan rumah (keluarga) yang baik dapat menimbulkan
perubahan-perubahan yang penting dalam perubahan psikis (kejiwaan) dan dalam
suasana yang lebih kaya pada suatu sekolah perubahan-perubahan semacam itu akan
lebih banyak lagi (M.Buchori: 156).
Selanjutnya karena asuhan terhadap perumbuhan anak harus berlangsung
secara teratur dan terus-menerus. Oleh karena itu, lingkungan masyarakat akan
memberikan dampak dalam pembentukan pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan fisik
akan mberhenti saat anak mencapai usia dewasa, namun pertumbuhan psikis akan
berlangsung seumur hidup. Hal ini menunjukkan bahwa masa asuhan di kelembagaan
pendidikan (sekolah) hanya berlangsung selama waktu tertentu. Sebaliknya asuhan
oleh masyarakat akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini ada pula terlihat
besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang
memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai hanya dengan mengenal
saja. Menurut Emerson, norma-norma kesopanan menghendaki adanya norma-norma
kesopanan pula pada orang lain. (M.Buchori: 157).
Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa pembentukan
nilai-nilaikesopanan atau nilai-nilai yang erkaitan dengan aspek-aspek spritual
akan lebih afektif jika seseorang beradadalam lingkungan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai tersebut. Sebagai contoh, hasil penelitian Masri Singarimbun
terhadap kasus kumpul kebo di Mojolama. Ia menemukan 13 kasus kumpul kebo ini
ada hubungannya dengan sukap toleran masyarakat terhadap hidup bersama tanpa
nikah (Djamaluddin Ancok: 27). Kasus seperti itu mungkin akan lebih kecil di
lingkungan masyarakat yang menentang pola hidup seperti itu.
Di sini terlihat hubungan antara llingkungan dan sukap masyarakat
terhadap nilai-nilai agama. Di lingkungan masyarakat sendiri barangkali akan
lebih memberi pengaruh bagi pendidikan jiwa keagamaan dibandingkan dengan
masyarakat lain yang memiliki ikatan yang longgar terhadap norma-norma
keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembenukan.
D. Agama dan masalah sosial.
Tumbuh dan kesadaran agama (religions cons ciausness) dan pengalaman
Agama (religions experince), ternyata melalui proses yang gradul, tidak
sekaligus. Pengaruh luar sangat berperan dalam menumbuh kembangkan nya,
khususnya pendidikan. Adapun pendidikan yang berpengaruh, yakni pendidikan
dalam keluarga. Apabila dalam lingkungan keluarga anak-anak tidak diberikan
pendidikan agama, biasanya sulit memperoleh kesadaran dan pengalaman agama yang
memadai.
Pepatah mengatakan :”Bila anak tidak dididik oleh oarang tuanya, maka ia
akan dididik oleh siang dan malam.” Maksud nya pengaruh lingkungan nya akan
mengisi dan memberi bentuk dalam jiwa anak itu. Dalam kehidupan dikota-kota
basar, Anak-anak kehilangan dari hubungan dengan orang tua cukup banyak,
mungkin dikarenakan faktor ekonomi, hingga harus ikut mencari nafkah seharian
ataupun karena mereka yatim piatu. Anak-anak ini sering disebut anak jalanan.
Dalam kesehariaan nya, nanak-anak ini umumnya tergabung dalam kelompok
pengamen, pemulung, pengemis,dan sebagainya. Mengamati linkungan pergaulan nya
sehari-hari serta kegiatan yang mereka lakukan, maka kasus anak jalalan selain
dapat menimbulkan kerawanan sosial,juga kerawanan dalam nilai-nilai keagamaan.
Selain latar belakang sosial ekonomi, mereka ini tidak memiliki kesempatan
untuk memperoleh bimbingan keagamaan. Bahkan, dikota-kota besar, mereka ini
seakan sudah terbentuk menjadi golongan tersendiri dalm masyarakat, Yakni
masyarakat rentan.
Sebagi masyarakat rentan, golongan ini seakan berada diluar lingkaran budaya
dan tradisi masyrakat umum. Boleh dikatakan mereka mempunyai “budaya” sendiri
yang terbentuk diluar kaidah-kaidah dan nilai yang berlaku atau pola
fikir,kehidupan yang cenderung permisif (serba boleh).
Bila konflik agama dapat ditimbulkan oleh tindakan radikal, karena sikap
fanatisme agama, maka dalam kasus anak jalanan ini, mungkin sebaliknya. Konflik
dapat terjadi karena kosong nya nilai-nilai agama. Dalam kondisi kehidupan yang
seperti ini, tindakan emosional dapat terjadi sewaktu-waktu. Hal ini dikarenakan
tidak adanya nilai-nilai yang dapat mengikat dan mengatur sikap dan perilaku
yang negatif.dengan demikian, mereka akan mudah terprofokasi oleh sebagi isi
yang berkembang.
Dalam kontes ini sebenarnya institusi pendidikan agama dapat berperan.
Demikian organisasi keagamaan. Membiarkan anak jalanan ataupun menyerahkan
semua kepada pemerintah, bagai manapun bukan sifat yang arif. Kasus anak
jalanan napak nya memang memerlukan penanganan yang serius. Selain menjadi
masalah sosial, kasus ini juga menjadi bagian dari masalh keagamaan. Sebagai
aplikasi dari kesadaran agama.
E. Pengaruh Pendidikan
Terhadap Psikologi Agama
Psikologi agama yang memepelajari rasa agama dan perkembangannya
mempunyai peranan yang saling korelatif dalam pendidikan agama islam.
Pendidikan islam sebagi sebuah upaya penyadaran terhadap umat islam akan lebih
mudah diterima oleh masyarakat. Pertumbuhan rasa agama akan semakin meningkat
dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi,
politik hukum dan sebagainya. Peran psikologi agama dalam pendidikan islam
lebih memudahkan pemahaman masyarakat dalam menelaah agama secara komprehensif.
Agama tidak dipandang hanya sebagi kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama
memang menjadi kebutuhan stiap pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan
pribadi secara psikisnya. Proses penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan
nilai jiwa keagamaan pun akan mudah di kembangkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa Pendidikan keluarga
merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. Perkembangan agama
menurut W.H.Clark, berjalin dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit di
identifikasisecara jelas, karena masalh menyangkut kejiwaan, manusia begitu
rumit dan kompleksnya.
Di sini terlihat hubungan antara llingkungan dan sukap masyarakat
terhadap nilai-nilai agama. Di lingkungan masyarakat sendiri barangkali akan
lebih memberi pengaruh bagi pendidikan jiwa keagamaan dibandingkan dengan
masyarakat lain yang memiliki ikatan yang longgar terhadap norma-norma
keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembenukan.
B. Saran.
Kami mohon kepada para pembaca khususnya kepada pembimbing untuk
memberikan kritik atau masukan yang membangun demi tersusunnya makalah yang
bertema “pengaruh pendidikan terhadap jiwa keagamaan” ini dapat tersusun
secara sempurna, karena kami yakin dengan kelemahan atau kekurangan pengetahuan
kami tentang penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUTAKA
Ali Ashraf, Horison. 1993. Baru
Pendidikan Islam, Jakarta:
Pustaka Firdaus
Prof.Dr.H Jalaludin.Psikologi
Agama (edisi revisi 2004). rajawali Pers: Jakarta.
Jalaludin.
2005. Psikologi Agama. Jakarta:
PT Rajawali Grafindo
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !